Palembang, SU — Menjelang berakhirnya masa sewa operasional hak guna kios atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pada 2 Januari 2016 mendatang, 800 pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar (PPP) 16 Ilir Palembang, kian resah.
Pasalnya, PT Ganda Tahta Prima (GTP) yang mengantungi perjanjian kerja sama Build Operate and Transfer (BOT) Pasar 16 Ilir diduga sudah menarik retribusi sewa.
Ketua PPP 16 Ilir Palembang, Hj Yeni, Rabu (18/11), mengatakan, selain diduga menarik restribusi sewa, PT GTP juga berencana melakukan penutupan kios bagi para pedagang yang belum melakukan pendaftaran ulang.
“Kami para pedagang tak setuju dengan sistem PT GTP. Karena, semua sistem yang diberlakukan dinilai hanya membebani para pedagang,” jelas Hj Yeni.
Yeni mengakui, dengan akan berakhirnya masa sewa ini, membuat pedagang yang tergabung dalam PPP 16 Ilir, yang sudah berdagang lebih dari 20 tahun, merasa khawatir apalagi ada perbedaan biaya sewa kios yang diduga diterapkan PT GTP.
“PT GTP itu mengancam menutup kios bagi para pedagang yang belum membayar sewa daftar ulang kios, padahal HGB kami baru habis 2016 mendatang,” katanya.
Yeni mengatakan, jika hingga Desember mendatang belum ada keputusan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang, maka para pedagang yang tergabung dalam PPP 16 Ilir Palembang akan melakukan demonstrasi besar-besaran.
Dia berharap masa perpanjangan HGB selama kurun waktu kurang lebih 20 tahun, dapat diperpanjang
Selain itu, mereka juga mendesak Pemkot Palembang untuk memutus kontrak PT GTP sebagai pengelola gedung Pasar 16 Ilir Palembang sesuai rekomendasi DPRD Kota Palembang.
Senada dikatakan Amril, pedagang Pasar 16 Ilir lainnya. Menurutnya, mereka ingin kejelasan pengelolaan Pasar 16 Ilir.
Dia menilai PT GTP tidak bisa mengayomi pedagang Pasar 16 Ilir dan membuat kebijakan yang memberatkan pedagang.
“Kita ingin Pemkot Palembang bersikap tegas, jangan diambangkan kami seperti ini,” katanya.
Nina, salah satu pemilik kios di Pasar 16 Ilir merasa jika apa yang dilakukan pihak GTP tidak baik, karena ia mengklaim beberapa pedagang sering diancam.
Padahal, sejak pengelolaan dilakukan PT GTP, beberapa pedagang merasa dirugikan, mulai dari pungutan retribusi dan sistem yang diterapkan PT GTP.
“Kami ini sudah lama berdagang di sini. Tapi, sejak dipegang oleh PT GTP banyak aturan-aturan yang merugikan kami, jadi wajar jika kami melapor ke dewan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Palembang Chandra Darmawan mengakui, persoalan Pasar 16 Ilir Palembang sangat rumit, sehingga saat ini staf ahli dari Komisi II yang menangani masalah ini, masih terus mengkaji bagaimana mencari jalan keluar dari persoalan tersebut.
Yang pasti, Komisi II yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, akan bertindak netral dan tidak memihak untuk kasus Pasar 16 Ilir Palembang.
“Pengkajian dari persoalan Pasar 16 Ilir ini memakan waktu lebih lama ketimbang Pasar Kuto Palembang. Dan DPRD Palembang yang menangani kasus ini telah meminta keterangan dari beberapa pihak termasuk memanggil PD Pasar, agar tidak ada pemungutan pembayaran apapun sebelum masalah jelas dan selesai,” katanya.
“PD Pasar diminta untuk mengeluarkan pengumuman agar tidak ada pemungutan. Sepertinya ini sudah berjalan, namun kami terus berupaya agar masalah ini cepat selesai. Karena kami harus meneliti awalnya hingga muncul masalah PD Pasar memberikan kontrak kepada PT GTP,” sambungnya.
Mengenai akan ada aksi dari para pedagang, Chandra mempersilakan pedagang untuk menyampaikan aspirasi mereka ke anggota dewan.
Pastinya, wakil rakyat akan menyelesaikan masalah ini dan tidak ada keberpihakan agar masalah ini dapat terselesaikan. (adm)
Awesome article loved reading it