Laporan Alfarisi
Empatlawang, Sumselupdate.com – Menanggapi rencana pemerintah pusat melalui Kementrian Keuangan (Kemenkeu) yang akan memberlakukan pajak pendidikan terhadap lembaga pendidikan yang ada di Indonesia tak terkecuali Empatlawang menuai berbagai tanggapan.
Salah satunya datang dari mahasiswa Universitas Bengkulu (UNIB) Fajri Kurniawan putra asli Empat Lawang tepatnya dari Kecamatan Pasemah Air Keruh. Dirinya menjelaskan, 0pada era globalisasi saat ini masyarakat Indonesia dituntut untuk menjadi masyarakat yang berpendidikan dan dituntut untuk menguasai berbagai hal dan kemampuan.
Untuk dapat memberikan dan meningkatkan kemampuan tersebut, katanya, ialah dengan bersekolah atau masuk suatu lembaga pendidikan.
“Namun sayangnya tidak semua masyarakat Indonesia dapat menikmati pendidikan itu karena keterbatasan kemampuan finansial. Ini merupakan masalah yang serius dalam pembangunan dunia pendidikan di Indonesia,” kata Fajri.
Dikatakannya Jika PNN diberlakukan di sektor pendidikan, maka ini akan memberatkan masyarakat di situasi sekarang.
“Dampak Pandemi Covid-19 yang belum selesai, masyarakat masih mengalami krisis ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka,” jelasnya.
Ia juga mengatakan Pada Pasal 31 UUD 1945, seharusnya pemerintah yang memegang peran utama dalam penyelenggaraan pendidikan yang layak dan adil bagi semua warga negara Indonesia.
“Untuk memenuhi hak warga negara seperti yang ada di UUD 1945, Pemerintah wajib memberikan pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan tersebut tanpa ada diskriminasi,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Rizki Agus Saputra, putra asli Empat Lawang yang saat ini bekerja sebagai Pengacara mengungkapkan saat ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya rencana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sektor kebutuhan pangan (Sembako) dan Pendidikan, padahal sebelumnya Pendidikan termasuk kategori bebas PPN.
“Menyikapi hal tersebut kami mempunyai dua pendapat, pertama pemerintah harus teliti dalam menetapkan sekolah mana yang hanya transaksional dan mencari keuntungan tanpa memikirkan kondisi masyarakat dengan dalih sekolah unggulan bertaraf internasional, akhirnya demi ‘gengsi’ semua permintaan sekolah dipenuhi oleh orang tua murid meskipun dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil terutama setelah diterjang pandemi Covid-19 yang memaksa aktifitas pendidikan dilakukan secara virtual,” ungkapnya.
Hal ini, lanjutnya, berpotensi menghilangkan nilai dan adab murid terhadap gurunya dikarenakan tidak ada teladan moral, hanya transfer pengetahuan saja.
“Selanjutnya kami menilai, adanya PPN ini menjadi indikator bahwa kondisi keuangan negara sedang tidak normal, harusnya pemerintah menghadirkan solusi alternatif, jangan dibebankan kepada rakyat, terutama soal hutang negara yang semakin meningkat,” tuturnya.(**)