Jakarta, Sumselupdate.com – Mantan Ketua DPR Setya Novanto dituntut hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Novanto diyakini jaksa pada KPK terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP.
“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Setya Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi,” ujar jaksa pada KPK membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018) seperti dikutip dari detikcom.
Dari pengurusan pembahasan anggaran e-KTP, menurut jaksa, Novanto menerima duit fee total USD 7,3 juta. Duit ini terdiri dari sejumlah USD 3,5 juta yang diberikan melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo serta sejumlah USD 1,8 juta dan USD 2 juta yang diberikan melalui perusahaan Made Oka Masagung.
“Serta menerima satu jam tangan merek Richard Mille seharga USD 135 ribu,” kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
“Dari fakta-fakta hukum di atas diperoleh bukti petunjuk meyakinkan bahwa dari proyek e-KTP ini Setya Novanto telah memperoleh uang yang bersumber dari pencairan dana proyek e-KTP sebesar USD 1,8 juta dan USD 2 juta serta uang SGD 383 ribu,” papar jaksa.
Jaksa KPK meyakini uang USD 7,3 juta tersebut ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu tidak diterima Novanto. Keyakinan ini, menurut jaksa, bersumber dari kesesuaian saksi serta rekaman hasil sadapan.
“Uang yang ditransfer Johannes Marliem ke Made Oka Masagung merupakan uang untuk Setya Novanto dan atas perintah Setya Novanto,” kata jaksa KPK.
Novanto ditegaskan jaksa terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket e-KTP. Novanto disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar saat itu memiliki hubungan dengan dengan Andi Narogong.
“Melibatkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam pembahasan anggaran sehingga Andi Narogong secara leluasa dapat mengintervensi proses selanjutnya yakni proses pengadaan barang atau jasa e-KTP,” kata jaksa Eva Yustisiana.
Penyimpangan pengadaan e-KTP, dipaparkan jaksa, terjadi karena intervensi proses lelang dan pencetakan blangko e-KTP yang tidak sesuai ketentuan sehingga menyebabkan kemahalan harga.
“Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam pelaksanaan proyek pekerjaan KTP elektronik tahun 2011 sampai 2012 di Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 2.314.904.234.275,39,” sebut jaksa Ariawan Agustiartono
Jaksa menyebut Novanto bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang diancam pidana pada Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (adm3/dtc)