Opini: Pilkades Serentak OI 2022, Masyarakat Memilih ‘Pelayan’ Bukan ‘Bos’

Selasa, 9 Agustus 2022
Ilustrasi

Oleh : Heriyanto Helmi, SHI*)

Lebih kurang dua bulan lebih 173 Desa di Kabupaten Ogan Ilir akan melaksanakan pemilihan Kepala Desa serentak pada tanggal 15 Oktober 2022. Pesta demokrasi enam tahunan tersebut menjadi ajang adu strategi dan kekuatan untuk mendapatkan dukungan masyarakat.

Seorang Kepala Desa adalah “pelayan” dan masyarakat sebagai “majikan” Sebagai pemegang mandat tertinggi masyarakat adalah penentu siapa yang mau dipilih sebagai pelayan dan siap melayani masyarakat pada saat nantinya terpilih menjadi Kepala Desa. Tentunya menjadi aneh dan tidak masuk akal ketika masyarakat yang akan memilih “pelayan” malah ribut sendiri sampai berkelahi sesama masyarakat itu sendiri, tentunya hal tersebut perlu kita hindari.

Pelayan yang kita pilih dalam pilkades haruslah yang memiliki visi misi yang jelas, memiliki rencana kerja yang jelas dan mempunyai rekam jejak pengalaman mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan yang akan masyarakat berikan, bukan hanya bisa menjelekkan orang, menjelekkan pelayan sebelumnya hingga menjelekkan sesama calon pelayan lainnya.

Menjadi pelayan masyarakat (Kepala Desa) mempunyai tugas berat karena harus melayani masyarakat 24 jam setiap hari, permasalahan masyarakat di desa begitu kompleks seperti contoh sengketa tanah, selisih paham antar masyarakat, kasus kecelakaan ringan yang terjadi di desa, sampai urusan gangguan keharmonisan dalam rumah tangga pun, seorang Kepala Desa harus tanggap dan cepat dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat tanpa berlanjut ke proses hukum.

Belum lagi permasalahan sarana prasarana infrastruktur yang ada di desa sering kali menjadi aduan dan masyarakat kepada kepala desa untuk diselesaikan. Pemberdayaan perangkat desa bersama BPD, tokoh agama dan adat serta pemuda dan masyarakat juga harus di laksanakan dengan sebaik-baiknya oleh Kepala Desa terpilih untuk mewujudkan visi dan misi yang membuat desa menjadi semakin maju dan berkembang.

Sering kali masyarakat jumpai di setiap ajang kampanye pemilihan Kepada Desa, para calon pelayan tersebut berusaha dengan keras meyakinkan masyarakat agar mau memilih mereka, berbicara halus penuh dengan sopan santun, seolah-olah siap menjadi pelayan dan melayani di waktu kapanpun masyarakat memerlukan baik itu pagi hari, siang hari, malam hari bahkan tengah malampun apabila masyarakat meminta pelayanan sang calon Kepala Desa terpilih siap untuk melayani dengan tulus dan ikhlas.

Akan tetapi ketika oknum calon “pelayan” (Kepala Desa) tersebut terpilih dan dilantik menjadi Kepala Desa, perilakunya kadang kala berbanding terbalik ketika kampanye, gaya dan penampilan serta tutur kata sering kali berlagak seperti “bos”-nya masyarakat, kadang kala juga untuk bertemu kepala desa sangat susah dan juga sering kali permasalahan-permasalahan yang masyarakat adukan lambat selesai dan tidak sedikit berlanjut ke jalur hukum karena tidak adanya keseriusan dan ketegasan dari seorang Kepala Desa.

Sebagai masyarakat yang seharusnya memegang kendali sebagai penentu karena masyarakatlah yang memilih pelayan-pelayan itu, maka sudah seharusnya masyarakat kritis kepada siapapun yang nantinya mendapat mandat masyarakat. Kritis yang disampaikan seorang “majikan” kepada “pelayan” bukan sekedar nyinyir dan meang-meong di media sosial semata, tapi kritik yang konstruktif dan bersifat membangun, karena ini semua adalah properti kita sebagai rakyat yaitu “majikan”, jangan sampai rusak dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi “pelayan” yang kita pilih itu. Kinerja pelayan yang tidak sesuai dan tidak memahami persoalan harus kita luruskan, kita ajak bicara dengan baik dan santun, tapi kita juga bawa setumpuk solusi. Realitas pemilihan pelayan justru membawa kita pada situasi tidak sehat, saling serang antar masyarakat, kita ribut dalam memilih pelayan, itu adalah kebodohan yang nyata.

Dalam hal memilih “pelayan” masyarakat harus benar-benar berdasarkan hati nuraninya bukan karena di iming-imingi pemberian berupa uang, sembako dan lain sebagainya, sehingga dengan proses memilih “pelayan” yang jujur dan adil akan terpilih “pelayan” (Kepala Desa) yang benar-benar menjadi pelayan dan melayani majikannya yaitu masyarakat. Jangan sampai setelah terpilih, Kepala Desa tersebut cuek, acuh tak acuh bahkan hilang ditelan bumi jarang sekali hadir di tengah-tengah kegiatan sosial masyarakat ketika masyarakat meminta pelayanan.

Menurut penulis ada beberapa kriteria yang harus dijadikan pedoman masyarakat dalam menentukan pilihan yaitu satu, calon kepala desa harus baik. Masyarakat harus melihat track record (rekam jejak) pengalaman apa yang sudah pernah diperbuat untuk memajukan desa dan prestasi dari para calon kepala desa yang ada di desa masing-masing. Kedua, calon kepala desa adalah orang yang benar. Maksudnya adalah calon yang mempunyai kapasitas, dan kapasitas bisa memimpin dan mempunyai jiwa sosial yang tinggi dalam menyelesaikan masalah masyarakat. Ketiga, calon kepala desa harus mempunyai motivasi, inovasi semangat dalam membangun desa. Masyarakat harus bisa memastikan jika calon tidak hanya semangat karena adanya anggaran dana desa yang cukup besar.

Tim sukses, pendukung calon Kepala Desa tak ubahnya seperti yayasan atau komunitas penyedia calon-calon pelayan yang akan dipilih oleh majikan – majikan yang membutuhkan yaitu masyarakat. Harusnya fokus pada penyampaian kualitas serta kelebihan calon pelayannya bukan malah sibuk menjelekkan dan menyerang personal calon pelayan lain. Mereka seharusnya memberikan informasi yang edukatif buat masyarakat bukan malah mengadu domba. Masyarakat seharusnya tak mudah diadu-domba oleh para pihak yang berkepentingan bertarung memperebutkan kekuasaan. Tak sekadar melihat tampang para kandidat dan janji muluk-muluk yang digembar-gemborkan. Tapi harusnya sudah paham, siapa yang paling layak dan punya pengalaman memimpin dan terbaik untuk menjadi pelayan ke depan, melanjutkan pembangunan.

Menjadi pemilih haruslah selalu memelihara kewarasan, sebaiknya tak usah terpancing dan mau mengikuti propaganda pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang berupaya memecah-belah dan mengadu-domba masyarakat! Pilkades adalah momen untuk memilih “pelayan” Desa terbaik, memilih “pelayan” dengan visi dan misi yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Agar kondisi masyarakat tetap sejuk dan kondusif, sebaiknya para kandidat calon Kepala Desa, para pendukung yang bertarung mengedepankan politik santun, juga harus memberikan contoh yang baik, memberikan keteladanan politik, bukan sebaliknya malah memprovokasi. Karena pastinya, kita berharap Pilkades ini bukan sebatas memilih “pelayan” yang notabene cuma “pelayan masyarakat”. Tapi yang jauh lebih penting adalah, momentum Pilkades menjadikan desa kita lebih baik, dan menjadikan Masyarakat Sejahtera!

Harus menjadi pedoman masyarakat dalam memilih pelayan (Kepala Desa) atau pemimpin masyarakat bahwa kita hanyalah memilih pelayan kita kenapa kita harus mati matian membelanya. Tugas masyarakat sebagai majikan adalah menyeleksi dan memilih setelah mereka jadi tinggal kita menuntut hak kita atas janji-janji mereka, bukan turut andil menutupi keburukan mereka, biarlah mereka bekerja melayani masyarakat dan masyarakat terus memberikan kritik dan masukan yang konstruktif. Jadi, siapapun nanti “pelayan” yang terpilih, kita hormati dan kita dukung. Selamat memilih kepada masyarakat di 173 Desa yang akan melaksanakan PILKADES pada tanggal 15 Oktober 2022, dan ingat, masyarakat memilih “pelayan” bukan memilih “bos”. (**)

*) Penulis adalah Guru SMP Berprestasi Tingkat Nasional 2018

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.