Nur Kholis Maju Dalam Pilgub Sumsel Tahun 2018

Minggu, 10 Juli 2016
Mantan Ketua Komnas Hak Azazi Manusia (HAM) yang kini menjabat sebagai komisioner Komnas HAM , Nur Kholis SH di damping sejumlah aktivis tahun 1998 – 2000

Palembang, Sumselupdate.com – Mantan Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) yang kini menjabat sebagai komisioner Komnas HAM, Nur Kholis SH mengaku akan maju dalam pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2018 mendatang.

Nur Kholis juga mengaku menghormati apa yang dicapai Sumsel saat kepemimpinan Gubernur Sumsel saat ini H Alex Noerdin dan Gubernur Sumsel sebelumnya.

Selain itu apa yang harus diteruskan selama kepemimpinan terdahulu maka harus di teruskan, dan apa yang dilakukan perubahan maka harus dikonsultasikan, disesuaikan visi perubahan yang hendak dicapai.

“Bagi saya, itu bukan dorongan yang penting, tapi masalah yang dihadapi daerah ini dan apa persepsi orang luar tentang daerah ini, misalnya persepsi tentang citra Sumsel dalam satu tahun terakhir terkait penangkapan bupati dalam kasus narkoba, penangkapan KPK itu memberikan citra yang tidak terlalu baik untuk Sumsel,” kata Nur Kholis didampingi sejumlah aktivis tahun 1998 – 2000, di antaranya Sutrisman Dinah, Taufik Wijaya (Tewe), Dedek Shineba, Ahmad Samudera, Mualim Pardi, Ruspanda Karibullah, Ali Goik, Aprilli Firdaus, “Romo” Subardin, dan Aidil Fitrisyah, Minggu (10/6).

Advertisements

Selain itu, hingga kini di Sumsel menurutnya, belum ada muncul calon Gubernur yang mengusung isu-isu kerakyatan.

”Salah satunya mengarah ke saya. Saya kira tidak menutup kemungkinan tapi motivasinya bukan menonjolkan diri, bukan hanya soal jabatan Gubernur, bagi saya jabatan Gubernur adalah jabatan yang biasa-biasa saja. Jangan kan saya, siapa pun boleh dicalonkan. Tapi esensinya cuma dua, hak dipilih dan memilih dalam situasi seperti ini bukan hanya soal jabatan bagi saya. Saya kira jabatan Ketua Komnas HAM adalah jabatan tinggi. Catat mana ada putra Sumsel pernah menjadi Ketua Komnas HAM sejak Komnas HAM ada. Tapi bagi saya, bukan jabatannya tapi pekerjaan rumahnya”.

“Misalnya menciptakan tokoh-tokoh sesuai kehendak zaman ada enggak dari Sumatera, ada enggak dari Sumsel kalau mandat itu di-address ke saya, lebih cenderung melihat suatu kebutuhan nasional di mana kita bisa berkompetisi secara nasional dari sisi ketokohan,” katanya.

Menurutnya, Sumsel butuh lompatan dimana salah satu kekuatan pemerintahan itu anggaran jika dimaksimalkan untuk pengerjaan dan proyek yang bersentuhan dengan masyarakat dan diawasi pemerintah, maka lompatannya akan jauh dan secara nasional Sumsel akan dikenal.

Untuk membangun Sumsel, sebutnya, perlu kebaikan dan keberanian sekaligus. ”Misalnya anti korupsi, transparansi itu ada di hal yang baik tapi perlu keberanian untuk menerobos sistem birokrasi yang lama yang agak lambat itu yang harus dilakukan pimpinan tertinggi di daerah ini,” katanya.

Dia mengajak relawannya, jika serius menggarap pilkada 2018, maka kekuatan media dan media sosial jangan diabaikan.

Apalagi dia melihat saat ini partai politik makin rasional, seperti Pilkada di Jakarta, partai politik melihat calon Gubernur yang elektabilitasnya tinggi.

“Kemungkinan saya bisa saja maju melalui partai politik, bisa saja melalui jalur independen. Jadi bagi kami itu bukan hambatan serius karena dari awal kami tidak merancang itu secara mendalam tapi yang kita rancang apa yang akan dilakukan setelah 2018 itu dirancang habis-habisan oleh temen-teman karena itu terpenting karena kita ingin menjawab pertanyaan yang ada ,” katanya.

Selain itu, partai politik urusannya bukan di daerah. Partai politik memiliki dewan pimpinan pusat (DPP) yang keputusannya tidak hanya di daerah tapi juga di pusat. Jadi, terbuka peluang untuk dicalonkan melalu jalur partai politik .

“Sampai hari ini kami tidak satu pun mendekati partai politik karena itu bagi kami itu langkah berikutnya, bisa juga terbuka jalur independen tapi akan kita lihat kemampuan yang kita miliki,” katanya.

Soal kandidat wakil Gubernur yang akan mendampinginya, lanjutnya, itu proses yang berjalan. Dia tidak menetapkan dari awal, tapi itu rasional terkait elektabilitas. Pihaknya akan rasional namun yang penting visinya relatif harus sama.

Pihaknya juga ingin menempatkan jabatan wakil Gubernur itu memiliki pembagian tugas yang harus jelas.

“Kami tidak ingin kontrak dari awal, karena kontrak dari awal akan menyusahkan di kemudian hari. Tapi kami percaya jika gerbong perubahan ini berjalan, dia secara alamiah akan ketemu jalannya,” katanya.

Terkait kecurangan pilkada, Nur Kholis yakin teman-temannya sudah memiliki pengalaman panjang terkait pilkada.

“Mahkamah Konstitusi dengan berbagai peristiwa terakhir tidak akan bermain lebih gila lagi,” katanya.

Sedangkan Dedek Shineba menambahkan, untuk pencalonan Nur Kholis ini pihaknya masih mengkaji akankah menggunakan jalur partai politik atau independen.

“Mana yang paling mungkin, mana paling baik ke depan. Karena kami saat ini tengah merumuskan dan menarik pendapat teman-teman kami di 17 kabupaten dan kota,” katanya.

Taufik Wijaya menilai, dengan kriteria calon Gubernur Sumsel yang salah satu kriteria yang ditetapkan oleh rekan-rekannya tersebut tidak merusak lingkungan, maka orang-orang yang merusak lingkungan tidak masuk dalam kriteria ini.

“Jika jejak rekamnya terkait pelanggaran lingkungan, jelas bukan masuk dalam kriteria yang disampaikan. Tapi kalau berbicara demokrasi setiap orang bisa maju,” katanya.

Dan jejak rekam Nur Kholis, menurutnya, bisa dibongkar,” Kalau sampai hari ini ditemukan Nur Kholis tersangka korupsi kita mundur nih atau dia menjual lahan untuk bisnis sawit dan pertambangan, dan Nur Kholis tidak muda lagi, ini sudah masanya, “ katanya.

Pilihan memilih Nur Kholis menurutnya bukan bargaining politik dengan kekuatan yang ada, tapi sesuatu yang utuh dan harus menang.

Sementara Aidil Fitrisyah sangat mengkhawatirkan kepemimpinan Sumsel hari ini, karena sejak reformasi, tidak ada perubahan signifikan terkait tata kelola pemerintahan yang berpengaruh kepada sumber daya alam di Sumsel.

“Misalnya dari dulu kita selalu menyampaikan perlunya transparansi dalam pengelolaan pemerintahan dan itu sudah berapa kali terjadi penggantian kepemimpinan di Sumsel, belum ada pemimpin baik tingkat provinsi dan kabupaten kota di Sumsel berbicara lantang dan menerapkan sistem transparansi dalam pengelolaan anggaran di Sumsel ini. Padahal, transparansi itu awal dari semuanya, dengan transparansi semua para pihak dan masyarakat bisa mengawasi dan melakukan pemantuan dan berpartisipasi bagaimana mengelola anggaran secara baik,” katanya.

Termasuk pilkada yang akan berlangsung di Sumsel, belum ada tokoh yang menyampaikan tentang isu transparansi atau pengelolaan pemerintahan yang baik.

“Dalam pengelolaan sumber daya alam kita timpang dan masih kurang 3 persen kawasan hutan dikelola masyarakat, sisanya oleh perusahaan. Padahal masyarakat sudah mengusulkan agar masyarakat bisa mengelola sumber daya alam namun belum ada tanggapan,’ katanya.

Selain itu, konflik sumber daya alam di Sumsel lebih dari 100 konflik dan tidak ada pemerintah berbicara menyelesaikan konflik tersebut.

Di kesempatan yang sama, “Romo” Subardin menilai perlu adanya sosok yang memperjuangkan agenda perubahan lain di Sumsel, seperti masalah hak asasi manusia, institusi masyarakat sipil, masalah hutan dan sebagainya. (ery)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.