Mantan Kasi Penagihan Dispenda Dituntut 8 Tahun Penjara

Selasa, 13 Juni 2017
Terdakwa Efran saat mendengarkan tuntutan di PN Palembang.

Palembang, Sumselupdate.com – Lantaran diduga terlibat tindak pidana korupsi membuat Mantan Kepala Seksi (Kasi) Penagihan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Palembang, Erfan Kusnandar SE (42),dituntut pidana penjara selama 8 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iskandar Alam dan kawan kawan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Selasa (13/6/2017).

Selain itu, JPU mewajibkan terdakwa warga Komplek Bumi Mas Indah Blok B2, RT 35/02, Kelurahan Tanah Mas,
Kecamatan Talang Kelapa Palembang ini, dengan denda 50 juta subsider 1 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 1 miliar atau penjara selama 1 tahun.

“Perbuatan terdakwa  Efran membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,1 miliar lebih karena tidak menyetorkan uang pajak hotel. Terdakwa telah melanggar pasal 2, pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Undang-Undang pencucian uang
dalam pasal 3 Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.Dan,uang sebesar 700 juta lebih dan mobil terdakwa disita untuk negara,” tutur JPU.

Usai mendengarkan tuntutan dari JPU, majelis hakim yang diketuai Tobing, SH, mempersilahkan kuasa hukum terdakwa untuk menyiapkan nota pembelaan pada persidangan selanjutnya.”Sidang ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pledoi dari kuasa hukum terdakwa,” ujarnya.

Advertisements

Sebelumnya, terdakwa Efran mengaku beberapa kali diperintah oleh Kepala Dispenda kala itu, Hj Sumaiyah dengan perintah secara lisan ataupun tertulis untuk melakukan pemeriksaan dan pembinaan pajak hotel di Hotel Sahid Imara dan Hotel Jayakarta.

Selain itu, dirinya juga ditugaskan untuk menyelesaikan tunggakan dari awal 2011 sampai tahun 2012. Untuk pembayarannya. H0tel Jayakarta membayar menggunakan cek. Sedangkan Hotel Sahid Imara dibayar secara
cash setiap 2-3 bulan sekali dengan total tagihan sebesar Rp 2 miliar lebih.

Selain itu, meminta ke terdakwa untuk mencarikan uang yang tidak masuk anggaran kantor dan tidak masuk di dalam kas yang akan digunakan untuk pembayaran hutang dari H Romi Herton saat pelantikan sebagai
ketua DPC PDI Perjuangan di Hotel Jayakarta.

“Jujur biayanya harus dibayarkan ke kantor sekitar Rp 300 juta pada tahun 2011,” bebernya.

Masih kata terdakwa, dirinya juga diminta untuk mentransfer uang sebesar Rp 50 juta untuk Tuti Alawiyah yang sedang jalan-jalan di Singapura.

Serta pembayaran kartu kredit sebesar Rp 80 juta di tahun 2012. “Ada juga untuk pembelian baju kotak-kotak untuk massa degan total Rp 100 juta dan langsung diserahkan ke Kepala Dispenda Kota Palembang (Hj Sumaiyah-red) di tahun 2012 juga,” bebernya.

Lebih dari sana, dirinya juga pernah diminta untuk membelikan duku yang akan diantarkan ke Jakarta sebanyak 1 truk senilai Rp 130 juta atas perintah Hj Sumaiyah.

”Duku tadi untuk dikirim ke SBY, Megawati dan Marzuki Ali. Sedangkan perusahaan yang mengirimkannya dari PT
Citra Sejahtera,” katanya.

Sedangkan saat ada pemeriksaan oleh Tipikor Polda Sumsel meminta dana sebesar Rp 350 juta. Begitu pula saat ada pemeriksaan dari Kejagung juga diperintahkan untuk menyiapkan uang sebanyak Rp 350 juta serta pengambilan SK Walikota Palembang sebesar RP 300 juta.

”Semua uang tadi sudah saya serahkan ke Hj Sumaiyah selaku pimpinan,” katanya lagi.

Terpisah, terdakwa juga mengaku telah memiliki dua apartemen dengan cara membeli secara kredit dalam jangka waktu panjang dan pendek yang diduga hasil dari uang tagihan wajib pajak hotel Jayakarta dan hotel Imara Said.

“Saya beli dua apartemen itu hasil dari tabungan saya, Apartemen yang pertama untuk kredit selama lima bulan seharga Rp 306 juta dan Apartemen yang kedua jangka waktu pembayaran selama 24 bulan dengan
harga Rp 400 juta, bahkan   untuk Apartemen yang pertama sudah dilunasi serta untuk aparteman yang
kedua baru dibayar lima bulan,” kilahnya Rabu (13/6 2017).

Ketika memberikan keterangan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Klas IA Palembang, masih dikatakan terdakwa Efran di mana uang milik wajib pajak telah diambil berdasarkan Surat Perintah Tugas (SPT) dari pimpinan lalu
kemudian meminta surat tagihan ke bendahara akan tetapi uang tersebut tidak disetorkan.

“Seharusnya uang itu disetorkan ke kas negara kemudian ditampilkan di PDE seolah-olah wajib pajak telah membayar berdasarkan untuk hotel Said Imara dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2012 dan juga hotel
Jaya Karta pada bulan September 2011 hingga Desember 2012,” ungkapnya seraya terbata-bata ketika dicecar majelis hakim yang diketuai langsung JPL Tobing, SH.

Ditambahkan Efran, di mana dalam melakukan tugas ketika melakukan penagihan terhadap wajib pajak di setiap hotel yang ada di kota Palembang. Kepala Dinas Dispenda kota Palembang telah mengeluarkan surat perintah resmi dengan periode setiap enam bulan sekali.

“Saya menerima surat perintah itu yang dikeluarkan pimpinan setiap enam bulan sekali, bahkan saya menyimpan copy-nya,”pungkas dia. (tra)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.