Jakarta, Sumselupdate.com – Badai Matahari merupakan peristiwa yang disebabkan oleh ledakan matahari. Berpotensi merusak bumi, ilmuwan sedang memprediksi kapan Badai Matahari selanjutnya.
Pada bulan September 1859, sistem telegraf di seluruh Eropa dan Amerika Utara berhenti bekerja dan mulai mengeluarkan percikan api, yang menyebabkan kebakaran dalam beberapa kasus.
Beberapa jam sebelumnya, para peneliti telah mengamati ledakan matahari pertama yang pernah dikonfirmasi, seperti dilansir dari Science Alert.
Badai ini, yang kemudian diberi nama peristiwa Carrington, adalah salah satu yang terkuat dalam sejarah.
Namun, para ilmuwan telah menemukan bahwa bumi sudah berkali-kali dihantam badai tersebut. Bukti badai ini khususnya berasal dari analisis tingkat karbon radioaktif, yang dikenal sebagai radiokarbon, di lingkaran pohon.
Badai matahari menyebabkan gangguan pada perisai magnetik bumi, atau magnetosfer. Salah satu penyebab badai ini adalah lontaran massa koronal, luapan partikel bermuatan dari matahari, yang menuju bumi dan menembus magnetosfer.
Bahaya Badai Matahari
Badai matahari ekstrem dapat menimbulkan bencana bagi penduduk bumi. Fenomena ini berpotensi merusak satelit dan melumpuhkan jaringan komunikasi serta jaringan listrik global.
Kekuatan beberapa Badai Matahari ekstrem yang terdeteksi di lingkaran pohon menunjukkan bahwa badai ini akan merusak infrastruktur teknologi manusia dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Mencari Jejak Badai Matahari dengan Radiokarbon
Radiokarbon, atau penanggalan karbon, telah digunakan secara luas selama beberapa dekade untuk menentukan usia benda-benda yang pernah hidup, seperti tulang, kayu, dan kulit.
Ketika tumbuhan dan hewan mati, radiokarbon di dalamnya meluruh pada tingkat yang dapat diprediksi.
Jadi, dengan mengukur seberapa banyakradiokarbon yang tersisa dalam suatu benda seperti tulang, para ilmuwan dapat memperkirakan berapa lama organisme tersebut mati.
Namun, dalam dekade terakhir, para ilmuwan telah menemukan bahwa Badai Matahari ekstrem dapat memengaruhi jumlah radiokarbon yang diserap ke dalam organisme hidup seperti pohon.
Hal ini memberi para peneliti kesempatan untuk mencari peristiwa matahari ekstrem yang tidak tercatat dalam buku sejarah dan menentukan tanggalnya secara tepat.
Jumlah radiokarbon di atmosfer bervariasi dari waktu ke waktu, yang dapat membuat penanggalan radiokarbon memberikan usia yang menyesatkan.
Oleh karena itu, telah ada upaya ekstensif selama bertahun-tahun untuk mengungkap catatan radiokarbon agar lebih akurat. Ini berarti menghubungkannya dengan material lain yang usianya diketahui.
Jika dikombinasikan dengan ilmu menentukan usia dari lingkaran pohon (dendrokronologi), tanda radiokarbon dari Badai Matahari ekstrem dapat memberikan titik referensi ke tahun yang tepat. Ini dapat membantu membuat penanggalan radiokarbon menjadi lebih akurat.
Dengan meninjau bukti yang tersedia untuk badai matahari ekstrem ini, ilmuwan dapat mencari tahu seberapa sering peristiwa Badai Matahari terjadi.
Bukti-bukti tersebut memberi tahu manusia tentang siklus karbon global, sirkulasi laut dan atmosfer, dan cara kerja matahari.
Badai Matahari Mengubah Radiokarbon di Pepohonan
Pada tahun 2012, sebuah tim yang dipimpin olehFusaMiyake, di Universitas Nagoya di Jepang, menemukan bahwa Badai Matahari ekstrem dapat menghasilkan perubahan mendadak pada konsentrasiradiokarbon yang ditemukan di dalam lingkaran pohon.
Mereka mengidentifikasi lonjakan besar dalam produksi radiokarbon di atmosfer yang terkait dengan badai ekstrem tahun 774 M. Peristiwa ekstrem lainnya telah dipastikan terjadi pada tahun 993 M, 660 SM, 5259 SM, dan 7176 SM.
Salah satu ancaman terbesar dari Badai Matahari besar adalah potensinya untuk langsung membunuh seluruh armada satelit serta menjatuhkan jaringan listrik.
Kemampuan untuk memprediksi Badai Matahari menjadi sangat penting. Dalam beberapa tahun mendatang, catatan radiokarbon dapat mengungkap badai matahari yang lebih ekstrem.