Jakarta, Sumselupdate.com – Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan untuk sistem pembayaran. Salah satunya suku bunga kredit yang diturunkan.
Selain bunga, BI juga menurunkan sementara batas pembayaran minimum hingga pembayaran denda. Berapa besar penurunan bunga itu?
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan pelonggaran ini berupa penurunan batas maksimum suku bunga.
“Nilai pembayaran minimum, dan besaran denda keterlambatan pembayaran serta mendukung kebijakan penerbit kartu kredit,” kata Perry dalam video conference, di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Dia menjelaskan penerbit kartu kredit bisa memperpanjang jangka waktu pembayaran bagi nasabah. Dari siaran pers BI disebutkan penurunan batas maksimum suku bunga menjadi 2% per bulan dari sebelumnya 2,25%. Berlaku pada 1 Mei 2020.
Kemudian penurunan sementara nilai pembayaran minimum menjadi 5%, sebelumnya pembayaran minimum 10% berlaku pada 1 Mei 2020 hingga 31 Desember 2020.
Selanjutnya penurunan sementara besaran denda keterlambatan pembayaran menjadi 1% atau maksimal Rp 100.000 dari sebelumnya 3% dan maksimal Rp 150.000 berlaku pada 1 Mei 2020 hingga 31 Desember 2020.
Kemudian BI juga mendukung kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran bagi nasabah yang terdampak COVID-19.
“Mekanisme menjadi diskresi masing-masing penerbit kartu dan berlaku 1 Mei 2020 hingga 31 Desember 2020,” ujarnya.
Bunga Bank Juga Turun
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan ini tercermin pada penurunan suku bunga PUAB O/N sebesar 150 bps menjadi 4,34% dan suku bunga JIBOR tenor 1 minggu sebesar 166 bps menjadi 4,58% sejak akhir Juni 2019, sebelum penurunan BI7DRR pada Juli 2019.
Dia menjelaskan transmisi penurunan suku bunga perbankan juga berlanjut pada Februari 2020, baik suku bunga deposito maupun suku bunga kredit.
“Dengan perkembangan ini maka rerata tertimbang suku bunga deposito sejak akhir Juni 2019 sampai Februari 2020 turun 67 bps menjadi 6,16% sementara suku bunga Kredit Modal Kerja turun 35 bps menjadi 10,07%,” kata Perry dalam video conference, Selasa (14/4/2020).
Perry mengatakan transmisi jalur suku bunga yang baik didukung respons Bank Indonesia menjaga kecukupan likuiditas perbankan. Sejauh ini pada 2020, Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hampir Rp300 triliun.
Injeksi likuiditas dilakukan melalui berbagai kebijakan, seperti pembelian SBN dari pasar sekunder sebesar Rp166 triliun, penyediaan likuiditas kepada perbankan lebih dari Rp56 triliun melalui mekanisme term-repo dengan underlying SBN yang dimiliki perbankan, penurunan kembali Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps yang berlaku efektif 1 April 2020, yang menambah likuiditas sekitar Rp22 triliun, setelah sebelumnya telah dilakukan penurunan GWM pada 2019 dan awal 2020 yang menambah likuiditas sekitar Rp53 triliun, dan penurunan GWM valas sebesar 4% untuk menambah likuiditas valas perbankan sekitar US$ 3,2 miliar.
Respons kebijakan ini kemudian dapat menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan tetap memadai, tercermin pada rerata harian volume PUAB Maret 2020 yang tetap tinggi sebesar Rp12,8 triliun serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni 22,81% pada Februari 2020.
Bank sentral terus memastikan kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi di pasar uang, sehingga dapat memperkuat transmisi bauran kebijakan yang akomodatif. Bank Indonesia meyakini peningkatan stimulus fiskal Pemerintah dewasa ini akan makin memperkuat efektivitas transmisi kebijakan injeksi likuiditas yang ditempuh Bank Indonesia kepada sektor riil.
Perry menjelaskan stabilitas sistem keuangan terjaga tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Februari 2020 yang tinggi yakni 22,27%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,79% (gross) dan 1,04% (net).
Melemahnya perekonomian domestik dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi sebagai dampak penyebaran Covid-19, menyebabkan lemahnya permintaan kredit dan meningkatnya kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit.
Ke depan, kebijakan makroprudensial Bank Indonesia akan difokuskan pada upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dengan mengantisipasi potensi peningkatan risiko pada sektor keuangan yang terpengaruh dampak penyebaran Covid-19.
Koordinasi dengan otoritas keuangan dan kementerian/lembaga terkait juga senantiasa ditingkatkan, baik dalam rangka perumusan bauran kebijakan, maupun dalam rangka mitigasi peningkatan risiko di sistem keuangan. (adm3/dtc)