Tahun 2019 Banyak KPPS Meninggal, Komnas HAM: Harus Jadi Catatan Penting Pemilu 2024

Selasa, 2 November 2021
Komisioner Komnas HAM

Jakarta, Sumselupdate.com – Komnas HAM mencatat sekitar 500 petugas Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS meninggal dunia saat bertugas maupun pasca bertugas pada Pemilu 2019 lalu. Hal itu harus menjadi catatan penting hak asasi manusia pada Pemilu 2024.

“Tingkat kematian petugas KPPS ketika itu sempat menjadi isu yang sangat panas, karena ada ratusan yang meninggal dunia. Nah ini tentu jadi catatan penting saya kira kaitannya dengan hak hidup dalam konteks hak asasi manusia,” Koordinator Subkomisi Penegakkan HAM Komnas HAM RI Hairansyah dalam sebuah diskusi publik secara virtual, Senin (1/11/2021) seperti dikutip dari suara.com jaringan nasional sumselupdate.com.

Menurut Hairansyah, tidak ada pihak yang pernah menyatakan bahwa menjadi petugas Pemilu terutama KPPS adalah tugas yang bisa mematikan. Pasalnya, kata Hairansyah, rangkaian kerja petugas Pemilu bersifat rutin dan dapat diukur.

Masalah yang serius dari petugas KPPS yaitu sistem manajemen kerja yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Selain itu, menurut temuan Komnas HAM mengenai petugas PPKS meninggal, yakni pertama karena penurunan syarat kesehatan.

Advertisements

“Kami menyadari bahwa menjadi penyelenggara pemilu itu tidak mudah,” ujarnya.

Kedua, adanya faktor yang mempengaruhi sebelum pelaksanaan pemungutan suara. Yakni bagaimana ketegangan- ketegangan yang muncul.

“Kemudian banyak sekali proses politik yang menguras pikiran dan tenaga melalui media sosial, melalui pembicaraan dan seterusnya. Termasuk kepada penyelenggara yang kemudian menimbulkan ketegangan tersendiri,” tuturnya.

Di sisi lain, kata Hairansyah, soal keterlambatan logistik dan ketegangan politik yang demikian tinggi.

Ia mencontohkan keterlambatan logistik yang terjadi di Kalimantan Timur. Beberapa logistik baru datang di H atau tak beberapa lama dari proses pemungutan suara. Sehingga berdampak pada kecemasan dan keresahan petugas saat pemungutan suara.

“Petugas dibuat menjadi resah dan cemas. Petugas itu menjadi cemas karena dia dituntut untuk di satu sisi ada persaingan politik yang cukup tinggi luar biasa. Tapi di sisi lain juga dia harus menghadapi secara administrasi mempersiapkan itu termasuk membangun tempat pemungutan suara,” kata Hairansyah.

“Misalkan ada yang dilakukan swadaya dan kemudian tempat yang tidak memadai. Sehingga memang jaminan kesehatan bagi mereka menjadi penting dalam rangka untuk memastikan itu. Terutama ketika bicara soal kelompok perempuan, disabilitas yang jadi petugas di dalam pemungutan suara pilpres,” sambungnya. (adm3/sur)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.