Palembang, sumselupdate.com – Lahir dari keluarga sederhana tidak membuat pria bernama lengkap M. Syazili As. lemah dalam menggapai cita-cita. Demi mimpinya untuk menjadi ahli di bidang teknik, pria kelahiran 15 Juli 1957 ini terpaksa harus meninggalkan orang tuanya pasca tamat SMP tahun 1973 di Sekayu. Dia pun merantau ke Palembang untuk melanjutkan di sekolah teknik, tepatnya di STM Negeri 1 Palembang yang saat ini telah berubah menjadi SMK Negeri 2 Palembang.
Syazili lulus STM Negeri 1 Palembang pada tahun 1976. Namun, karena aturan saat itu tamatan sekolah kejuruan tidak boleh langsung kuliah dan harus magang kerja selama tiga tahun dulu baru bisa kuliah, dia terpaksa harus mencari kerja usai tamat sekolah. Beruntung, baru beberapa bulan tamat sekolah, wali kelasnya saat itu mengabarkan ada lowongan kerja di perusahaan Amerika Trans Asia Engineering Associated for RBO II Palembang dalam Proyek Perencanaan Jalan Trans Sumatera. Akhirnya, tiga alumni STMN 1 Palembang termasuk dirinya yang memang memiliki keahlian menonjol dalam menggambar pun ikut tes di perusahaan yang sedang melaksanakan program bantuan Bank Dunia itu. Hasilnya, hanya dia yang lulus.
Seiring dengan telah selesainya perencanaan, pada tahun 1979 dia pun ditugaskan oleh perusahaan tersebut ke Bengkulu untuk mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan jalan yang digarap oleh Waskita Karya. Di tengah cuti kerjanya saat itu, dia pergi ke Jakarta dan menyempatkan diri untuk melamar kerja di perusahaan asal Perancis SB-SAE-COLLAS yang tengah membangun Bandara Soekarno Hatta.
“Meski nothing to lose, alhamdulillah saya lulus tes dan diterima. Selanjutnya, sebagai syarat untuk menduduki kepala laboratorium dalam proyek itu, saya kemudian dikirim untuk belajar di Perancis”, kenang Syazili kepada sumselupdate.com saat ditemui di kantornya yang berada di Kompleks Citra Grand City Ruko B2 No. 6 Palembang.
Terhitung sejak tahun 1980 hingga 1990, Syazili pun bergabung di perusahaan Perancis ini dengan posisi strategis sebagai Chief Laboratory. Setelah itu, dia diminta untuk bergabung dengan perusahaan Semen Cibinong milik Hashim Djojohadikusumo, dan membuat perusahaan beton. Seperti diketahui, perusahaan ini kemudian diambil alih dan berubah menjadi PT Holcim yang juga memproduksi semen dan beton.
“Saya tidak mengalami kesulitan dalam memajukan perusahaan semen dan beton ini. Pengalaman kerja sebelumnya telah membuat saya kenal dengan banyak orang. Bagi saya, ini sebenarnya hikmah karena selama ini telah banyak menolong orang”, jelas Syazili.
Pada tahun 1995 dia kemudian diminta bergabung pada perusahaan Inggris yang membuka operasionalnya di Indonesia, PT. RMC Indonesia, yakni cabang RMC group London Inggris yang merupakan perusahaan tertua dan terbesar di dunia saat itu. Dia bekerja di perusahaan ini hingga 1999.
Setelah perusaahaan tersebut tutup, pada tahun 2000 Syazili mendirikan perusahaan PT Perkasa Adiguna Sembada. Di perusahaan yang bergerak di bidang general contractor, inovasi, riset dan rekayasa produk ini dia menjabat posisi sebagai Direktur Operasional dan Teknik.
Selain itu, berkat pengalaman kerja, keahlian dan jaringan relasinya, sejak itu dia sering diminta sebagai konsultan dalam pelaksanaan proyek oleh perusahaan nasional ataupun asing. Beberapa diantaranya adalah konsultan pembangunan Jembatan Suramadu di Surabaya, pembangunan Jembatan Merah Putih di Ambon, dan konsultansi Teknologi Beton untuk Waskita Beton Precast Produksi Beton Pracetak Plant seluruh Indonesia.
Tidak hanya itu, dia pun kerap diminta menjadi pembicara seminar, workshop, dan kuliah umum di beberapa instansi dan perguruan tinggi seputar teknologi beton dan hotmix. Misalnya, pembicara di Denka Tokyo & Omi Plant Nigata Jepang, JRS-WS Workshop APAC di Shanghai China, Bina Marga Pusat, Nindya Beton Pracetak Jakarta, dan Waskita Proyek Tol Sumsel. Selain itu, dia kerap menjadi pembicara pada kuliah umum atau diskusi teknis di kampus seperti Universitas Rangsit Thailand, UGM, ITB, Universitas Hasanuddin, Unsri, dan sejumlah perguruan tinggi swasta di Palembang.
“Setelah lama berkecimpung di luar, saya ingin berbuat sesuatu untuk kemajuan daerah sendiri, Sumatera Selatan. Untuk itu, sejak 2015 saya mulai menyahuti permintaan perguruan tinggi di sini untuk memberikan kuliah umum. Saya juga bangun plant, laboratorium dan pabrik beton tempat belajar dan praktik para mahasiswa jurusan teknik sipil. Sudah ada sekitar 300 mahasiswa yang belajar di sini. Selain itu, kita juga menerima para lulusan, dosen, teman-teman Bina Marga, BUMN ataupun perusahaan lainnya yang datang untuk diskusi dan mendalami teknologi beton, hotmix, dan tanah”, ujar Syazili.
Baginya, semangat untuk membantu dan melayani tersebut sejalan dengan culture-nya sebagai orang swasta yang memang suka melayani. Bahkan di hari tuanya, dia terus berupaya agar pengetahuan dan pengalamannya bisa tertular dan bermanfaat bagi orang lain, terutama mahasiswa karena mereka sejatinya adalah penentu masa depan bangsa.
“Saya akan mengembangkan laboratorium di sini. Kalau di Bekasi, laboratoriumnya sudah besar. Pada saat yang sama saya juga sudah siapkan ruangan khusus di Kompleks Citra Grand City ini untuk tempat pendidikan”, jelasnya.
Dia pun berharap apa yang dilakukan ini nantinya bermanfaat bagi peningkatan kualitas infrastruktur, khususnya jalan dan jembatan di daerah ini. Sebab, faktanya telah ada teknologi agar infrastruktur itu berkualitas dan tahan lama.
“Contohnya, saya sudah bisa buat beton dalam waktu 5 jam sudah bisa dilewati mobil bertonase 40 ton. Dan banyak lagi teknologi yang bisa diterapkan. Kami juga punya peralatannya bahkan bisa membuat alatnya. Yang jelas, di sini kita butuh sinergi dengan berbagai pihak untuk upaya peningkatan teknologi ini”, harapnya.
Saat ditanya kenapa soal temuan teknologi beton itu tidak diurus hak ciptanya, Syazili pun mengaku tidak mau pusing. Jikapun ada yang meniru, hal itu dianggapnya sebagai amal jariyah saja.