Mahfud MD Sebut H.B. Jassin Pantas Menjadi Pahlawan Nasional, Ini Alasannya

Kamis, 24 Februari 2022
H.B. Jassin

Jakarta, Sumselupdate.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut H.B. Jassin, seorang cendekiawan muslim asal Gorontalo yang juga seorang kritikus sastra kenamaan Indonesia, pantas menjadi pahlawan nasional.

Hal ini dikatakan Mahfud saat sambutan pada Acara Seminar Nasional DPR RI bertema “HB Jassin Pahlawan Peradaban Indonesia”, di Gedung Nusantara DPR RI, Rabu (23/2/2022) seperti dikutip dari suara.com jaringan nasional sumselupdate.com.

“Sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan saya sampaikan H.B. Jassin ini kalau dari sudut riwayat hidup, catatan dan reputasinya menurut saya sudah pantas menjadi pahlawan nasional,” ujar Mahfud dalam keterangannya.

Menurut Mahfud, salah satu prosedur penetapan gelar pahlawan adalah harus diseminarkan dulu, kemudian ada usulan dari daerah dan beberapa syarat lainnya. Selanjutnya Kementerian Sosial nantinya akan mengolah siapa yang layak, baru masuk ke Dewan Gelar.

Karya-karya H.B. Jassin, kata Mahfud, telah lama menjadi bagian substansi pendidikan bahasa dan sastra dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Menurut Mahfud, pendidikan bahasa tentu tidak sekadar mengajarkan berbahasa dengan baik dan benar, melainkan juga berbahasa yang indah dan sesuai dengan rasa ke-Indonesia-an.

“Karya-karya H.B. Jassin memiliki sumbangan besar terhadap kekayaan khasanah Bahasa Indonesia dan pembentukan peradaban Indonesia,” tambah Mahfud.

Dalam kesempatan tersebu, Mahfud menegaskan karya sastra juga berfungsi mengembangkan kesadaran sosial dan kesadaran nasional sebagai bangsa Indonesia sejak masa perjuangan kemerdekaan.

Salah satu peran penting H.B. Jassin di bidang sastra pada masa perjuangan kemerdekaan, menurut Mahfud, adalah menerjemahkan buku Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama pena Multatuli yang diterjemahkan H.B. Jassin ke dalam Bahasa Indonesia.

“Karya ini menjadi salah satu sumber membangkitkan perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan di masa penjajahan Belanda. Setelah kemerdekaan, karya sastra menjadi media kritik, baik terhadap negara, terhadap diri kita sendiri, maupun terhadap perkembangan sosial, politik agar tidak melenceng dari semangat kemerdekaan,” jelas Mahfud. (adm3/sur)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.