Cerpen: Surganya Penghalang Mimpi Berkabut

Jumat, 1 Oktober 2021
Ilustrasi

Kebuntuan informasi mengenai Hesti akhirnya memaksa Brian untuk datang ke kota Hesti seorang diri, layaknya detektif yang berusaha menemukan target. Karena, Dia datang bukan lagi sebagai tamu terhormat, sehingga Brian mondar-mandir sendirian di sana dengan penuh kegundahan, sesekali dengan bersembunyi lewat depan atau belakang rumah Hesti. Selama dua hari Brian mencari Hesti, dengan cara memantau dan mengamati lingkungan rumah Hesti, ternyata tidak membuahkan hasil, sampai akhirnya muncul ide untuk mendatangi kantor Ayahnya.

Usaha itu juga nihil karena ketakutan Ayah Hesti akan Istrinya, sehingga menolak bertemu Brian, begitulah informasi yang Brian dapat dari salah seorang bawahan ayah Hesti. Alternatif terakhir sebelum pulang dari pencariannya, Ia sempatkan menulis surat untuk Hesti dan mengirimkannya lewat kantor pos yang tidak jauh dari rumah Hesti. Selang beberapa waktu setelah pencarian, keterguncangan itu kian menjadi, lantaran Brian menarik diri dari kehidupan sosialnya, menghindari bertemu dengan orang lain baik di rumah maupun di kantor tempat Ia bekerja.

Saat libur tiba, Brian bisa saja menghabiskan waktu seminggu di dalam kamar, bahkan tidak punya nyali untuk sekedar keluar rumah. Dapat tergambarkan, apabila kebanyakan orang suka dengan tempat keramaian, momen spesial seperti tahun baru, dan hari raya, hal itu tidak terjadi untuk Brian, baginya itu semua penderitaan. Psikisnya berubah, emosinya naik bahkan phobia saat Ia menerima undangan pernikahan dari kawan sejawat maupun keluarga. Apalagi untuk menghadiri pesta pernikahan, bahkan bertemu keluarga pada saat lebaran tiba, Ia tak sanggup. Karena rasa sayangnya yang begitu besar, berbagai cara Brian tempuh untuk dapat bertemu Hesti kembali. Termasuk saran dari beberapa teman yang Ia percaya, yang mengusulkan jalan spiritual seperti dzikir dan puasa.

Di tengah keterkoyakan kesadaran, dari sisa-sisa nalar yang dimiliki, pada akhirnya tahun 2016 Brian memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Dalam benaknya, dengan kuliah Ia akan bertemu teman-teman baru dan bisa menghilangkan sedikit ingatan tentang Hesti. Akan tetapi keputusan itu sama sekali tidak mengubah keadaan dalam batinnya, bahkan hari-hari yang dilaluinya terasa bertambah tragis. Hampir setiap malam Brian tidak pernah tidur untuk berdzikir, di waktu pagi Ia dilewati dengan puasa di tengah aktivitasnya bekerja, sementara di waktu sore Brian harus berpindah kota untuk kuliah.

Advertisements

Hari-hari itu berlangsung pahit, rasanya apabila ada seorang kaya, menawarkan Brian untuk memperpanjang waktu kesedihannya, dengan imbalan apa pun tidak akan pernah setara. Rasanya kegetiran itu kian memuncak, lengkap sudah pil pahit itu dari kehidupan Brian, karena di akhir tahun 2016, Ia terpaksa harus menyaksikan dan merestui pernikahan adik kandungnya. Di tengah phobia akan pesta pernikahan, sementara di sisi lain (dalam fikirnya) “momentum pernikahan” itu menjadi waktu bersejarah sekaligus membahagiakan bagi adik tunggalnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.