Muaraenim, Sumsleupdate.com — Kejaksaan Negeri (Kejari) Muaraenim menerima pelimpahan tahap II tersangka Bobi Candra (33), bos tambang batubara ilegal, beserta barang bukti dari penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel, Senin (9/12/2024) pukul 18.15 WIB.
Bobi Candra, yang diduga menjalankan bisnis tambang batubara ilegal, tiba di Kantor Kejari Muaraenim dengan pakaian kaos oblong hitam, celana pendek abu-abu gelap, dan sandal jepit. Ia tampak santai, bahkan sempat tersenyum saat memasuki gedung kejaksaan.
Kajari Muaraenim Rudi Iskandar SH MH melalui Kasi Intelijen Anjasra Karya SH MH, yang disampaikan oleh Kasubsi I Seksi Intelijen M. Riduan SH, mengatakan bahwa pelimpahan tahap II dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap berdasarkan Surat P-21 dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
“Ini sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (3) Huruf B, Pasal 138 Ayat (1), dan Pasal 139 KUHAP,” ujar Riduan dalam siaran persnya.
Baca Juga: Bos Batubara yang Ditangkap Polda Sumsel Ternyata Kakak Pembalap Motor Nasional!
Dalam kasus ini, Bobi dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 UU RI No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 terkait Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Ancaman hukuman maksimal adalah lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar,” jelas Riduan.
Setelah pelimpahan tahap II, Bobi ditahan oleh penuntut umum di Lapas Kelas IIB Muaraenim selama 20 hari, mulai 9 hingga 28 Desember 2024.
Baca Juga: Ini Tampang Bos Tambang Batubara Ilegal Asal Muaraenim yang Diamankan Polda Sumsel
Selama masa penahanan, jaksa akan mempersiapkan berkas perkara untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Muaraenim.
Sementara itu, Jaksa Peneliti Kejati Sumsel Rini Purwati SH mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan perkara pertambangan ilegal dengan barang bukti berupa batubara dan alat berat.
“Untuk TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), penyelidikan masih dilakukan oleh Polda Sumsel,” ujarnya.
Sebelumnya, Bobi ditangkap dalam operasi besar yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Sumsel setelah lima tahun menjalankan tambang ilegal. Kegiatan ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, dengan potensi mencapai ratusan miliar rupiah.(**)