Jakarta, Sumselupdate.com – Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh meminta status tersangkanya digugurkan dalam sidang praperadilan. Status tersangka dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 disebut tidak sah karena tidak melalui penyidikan.
“Penetapan pemohon sebagai tersangka tidak sah, karena terhadap pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka dan atau ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukannya proses penyidikan oleh termohon,” kata anggota tim kuasa hukum Irfan, Marbun, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jumat (3/11/2017).
Marbun menyebut penetapan tersangka kliennya tidak didahului penyelidikan melainkan bersamaan dengan laporan kejadian dugaan tindak pidana korupsi pada tanggal yang sama.
Selain itu, Marbun menyebut penyidik yang menangani kasus tersebut tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 4 KUHAP dan pasal 39 ayat 3 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Karenanya proses penyidikan disebut tidak sah.
Dia juga menyebut penyidikan perkara koneksitas itu bertentangan dengan Pasal 89 KUHAP dan pasal 198 UU 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Karena penyidikannya dilakukan oleh tim yang tidak dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Hukum dan HAM.
“Harus ada tim yang dibuat dalam SKB antar Menhan dan Menteri Kehakiman yang sekarang Menkum HAM. Syarat itu tidak bisa dikesampingan termasuk adanya kesepakatan antar Panglima dan pimpinan KPK. Tim penyidikan yang dibentuk dilakukan antar Menhan dan Menkum HAM tidak ada. Oleh karena proses penyidikan dibentuk tidak sesuai, tim penyidik harus legal. Oleh karena itu, proses penyidikan ini adalah cacat demi hukim oleh karenanya penetapan tersangka pemohon harus gagal demi hukum,” ujar Marbun.
Pihak pemohon praperadilan juga menyinggung penyitaan dan penggeledahan di kantor PT Diratama Jaya Mandiri di kawasan Industri Sentul, rumah pemohon di Lavanois Village nomor D5 Sentul Bogor, rumah Bennyanto di Bogor.
Termasuk di kantor PT Diratama Jaya Mandiri yang bertempat di Menara Bidakara I Jakarta Selatan tidak sah karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
“Bahwa perkara ini jelas perkara koneksitas. Pemohon wajib mengendalikan penyidikan atas perkara ini namun kenyataannya pihak militer-lah yang mengendalikan penyidikan. Termasuk upaya penyitaan,” ujarnya.
Dalam permohonannya ia menyebut POM TNI lebih dominan dibandingkan KPK dalam menetapkan tersangka, karena KPK disebut hanya menerima pelimpahan. Padahal menurutnya KPK harusnya berperan dominan.
Dia mengatakan proses penyidikan tidak dilakukan sesuai dengan Pasal 42 UU nomor 30 tahun tentang KPK sehingga penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan bersama POM TNI tidak sah karena tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Proses penetapan tersangka juga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU tindak pidana korupsi karena proses penetapan tersangka tidak ada perhitungan kerugian keuangan negara.
“Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sebelum ada perhitungan kerugian negara atau perekpnomian negara oleh BPK dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” ujarnya. (adm3/dtc)