Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid (HNW) bersama delegasi anggota DPR RI dari Fraksi PKS yang dipimpin Ir Tifatul Sembiring, menyampaikan dukungan langsung kepada Mahkamah Internasional (International Court of Justice) di Den Haag, Belanda, agar “advisory opinion-nya” yang didukung 124 negara anggota PBB menjadi Resolusi Majelis Umum PBB (A/REA/WS-1/24, 18 September 2024) yang utamanya terkait ilegalnya pendudukan Israel atas Palestina dan Israel harus meninggalkan kawasan yang didudukinya dalam waktu 12 bulan, agar konsistensi disikapi dan serius dikawal untuk dilaksanakan, demi terjaganya marwah Mahkamah Internasional dan PBB juga untuk menyelamatkan kemanusiaan dan peradaban global.
“Kami dari Parlemen Indonesia, yang barangkali Parlemen pertama hadir di Mahkamah terhormat di Den Haag ini, untuk menegaskan kembali Konstitusi kami yang menjadi komitmen kita bersama, menolak penjajahan dan mementingkan HAM, Kemanusiaan dan Perdamaian, selain akuntabilitas dan aturan hukum internasional yang harus ditaati bersama,” ujar HNW di Den Haag, Belanda, Selasa (15/4/2025).
HNW sapaan akrab Hidayat menyampaikan dukungan delegasi kepada Mahkamah Internasional untuk ikut mengawal keputusannya yang kemudian menjadi resolusi MU PBB sejak September 2024. Karena sejak hal itu diputuskan, Israel bukan menampakkan niat baik menaati dengan meninggalkan tanah pendudukan yang ilegal di Palestina, tetapi sebaliknya Israel juga membiarkan warganya memperluas kejahatan penjajahannya, bukan hanya menyerang jalur Gaza, tetapi juga ke Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Dukungan ini, lanjut HNW, sejalan dan menguatkan sikap Pemerintah Indonesia yang dahulu disampaikan langsung di forum Mahkamah Internasional oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan pembelaan terhadap bangsa Palestina yang diteruskan pemerintahan Prabowo Subianto.
HNW juga menyampaikan dukungan penuh delegasi parlemen Indonesia ini terkait kasus yang sedang ditangani ICJ, yakni gugatan untuk menerapkan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida di Jalur Gaza yang diprakarsai Afrika Selatan terhadap Israel.
Apalagi, di dalam putusan sela/putusan sementara dalam kasus itu pada Januari 2024, Mahkamah mengakui adanya potensi yang masuk akal terjadinya genosida terhadap bangsa Palestina di Gaza.
Baca juga : Komisi IX DPR RI Pastikan Puskesmas di Kota Palembang Punya Rawat Inap
“Kami menyatakan dukungan penuh terhadap yurisdiksi dan mandat Mahkamah Internasional dalam menangani masalah serius dan mendesak ini, karena eskalasi di Gaza belakangan ini makin membuktikan terjadinga genocida bahkan sebagian pihak menyebut sebagai jokocaust, ketika Israel mengabaikan putusan sela ICJ itu dengan melakukan kejahatan kemanusiaan antara lain berupa pembunuhan lebih banyak lagi kepada warga Gaza yang mayoritas korbannya perempuan dan anak. Israel juga menghancurkan semua rumah sakit termasuk RS Baptis di Gaza, juga dibomny perkemahan pengungsian, apalagi dengan penyetopan total masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, baik makanan, minuman, obat-obatan, air dan listrik, yang semuanya itu membuktikan terjadinya genosida yang makin vulgar yang dilakukan oleh pihak Israel. Kami berharap agar dalam Persidangan yang akan datang Mahkamah Internasional dapat memberikan putusan final terjadinya genosida yang harus dihentikan dan pelakunya diberikan sanksi hukum yang adil,” tuturnya.
Baca juga : Gandeng DPR RI, Bupati Muba H M Toha Gaspol Wujudkan Muba Maju Lebih Cepat
HNW mengingatkan bahwa Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, yang diadopsi tahun 1948 setelah terjadi kekejaman yang tak terbayangkan pada perang dunia II, bukan sekadar instrumen hukum, melainkan janji khidmat dari masyarakat internasional bahwa kekejaman semacam itu tidak akan pernah terjadi lagi.
“Saat ini, janji itu sedang diuji,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan situasi di Gaza telah menimbulkan pertanyaan yang meresahkan tentang perilaku kejahatan kemanusiaan, genosida, penargetan warga sipil, dan potensi niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama—sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi.
“Ini semua bukan sekadar masalah politik; ini adalah masalah hak asasi manusia yang mendasar di dalam hukum internasional yang menjadi perhatian utama Mahkamah Internasional,” tambahnya.
HNW juga memuji langkah Republik Afrika Selatan yang mengajukan kasus ini ke Mahkamah Internasional agar negara yang melakukan Kejahatan Genosida seperti Israel dapat mendapat hukuman yang setimpal, serta memastikan dukungan mayoritas warga dunia termasuk Indonesia terhadap langkah itu.
“Keberanian untuk bertindak atas nama mereka yang tidak bersuara, untuk menegakkan hukum demi membela kemanusiaan, patut mendapat pengakuan dan dukungan,” ujarnya.
“Kami mendesak Mahkamah ini untuk mempertimbangkan tidak hanya dimensi hukum, tetapi juga keharusan moral dan kemanusiaan yang membingkai kasus ini. Melaksanakan keadilan, serta tidak menundanya. Apalagi dulu saat putusan sela ICJ di Januari 2024 atau ketika “advisory opinion” Mahkamah Internasional dikeluarkan pada Juli 2024, korban yang tewas baru sekitar 45 ribuan warga, sekarang pada April 2025 jumlah warga yang dilaporkan tewas sudah melebihi 50 ribuan warga mayoritas warga sipil: ibu-ibu, kaum perempuan, anak-anak, pekerja medis dan wartawan. Sehingga perlu ada putusan tepat yang cepat menghentikan genosida ini. Maka bila Mahkamah Internasional kembali mengabulkan permintaan “fatwa” dari PBB terkait agar Israel segera membuka perbatasan untuk masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, agar genosida terhindarkan, dan kemanusiaan terselamatkan,” tegasnya.
Sementara itu Anna Bonini, pejabat dari Mahkamah Internasional yang ditugaskan menerima delegasi FPKS, menyampaikan apresiasi atas kunjungan, kepedulian dan dukungan dari Parlemen Indonesia terhadap Mahkamah Internasional dan keputusannya, sekalipun Anna Bonini menyampaikan kewenangan terbatas yang dimiliki Mahkamah Internasional sebagai organ PBB dan sifat keputusan Mahkamah Internasional, tapi tetap menjanjikan akan menyampaikan aspirasi ini ke Pimpinan Mahkamah Internasional.
(duk)