Harga Kelapa Stabil, Tapi Keberadaan UPPK Perlu Dimaksimalkan

Selasa, 10 November 2020
Sumsel bisa menghasilkan sampai 50.000 ton komiditi kelapa pertahunnya, Selasa (10/11/2020).

Palembang, Sumselupdate.com – Produksi kelapa di Sumsel terbilang cukup fantastis menembus 50.000 ton pertahunnya. Harga kelapa pun stabil sejauh ini berkisar Rp2.500-Rp2.800 perbutir.

Menjadi petani kelapa cukup menjanjikan. Apalagi, pemasaran kelapa ini tidak hanya ditingkat lokal, tapi juga diekspor ke berbagai negara. Kendati begitu, keberadaan Unit Pemasaran dan Pengolahan Kelapa (UPPK) diharapkan bisa menjalankan perannya, karena kelapa pernah menyentuh harga Rp500 beberapa tahun lalu.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo), Muhammad Asri mengatakan, perlu peran pemerintah untuk menjaga harga kelapa tidak terlalu rendah di tingkat petani dengan dukungan penyediaan infrastruktur yang bisa menekan cost operasional.

“Saat ini masih terbilang bagus yakni Rp2.500-Rp2.800 satu butir hampir satu bulan terakhir. Petani bisa membiayai produksi sendiri yang dikisaran Rp500 per butir. Bagaimana kalau harganya Rp500 perbutir itu sudah pasti tidak tutup biaya produksi,” katanya, Selasa (10/11/2020).

Advertisements

Harga kelapa yang relatif tinggi juga didorong karena permintaan yang naik. Setidaknya, Ada tiga pasar penjualan kelapa, yakni lokal (pasar tradisional), industri, dan ekspor. Mendominasi 40 persen masih ekspor, lokal 30 persen dan industri 30 persen.

“Pertahun, hasil produksi di Sumsel komoditi kelapa bisa mencapai 50.000 ton, yang diekspor bisa mencapai 1.000 kontainer. Petani juga masih melakukan penanaman baru seperti Telang dan pesisir lainnya ada pembukaan lahan kebun kelapa lain di Banyuasin. Ada pula komoditi yang tidak lagi produktif seperti di Teluk Bayur,” katanya.

Ia mengatakan, di Sumsel sudah ada Unit Pemasaran dan Pengolahan Kelapa (UPPK), dimana berfungsi untuk menjaga stabilitas harga kelapa.

“Khususnya di Sumsel, pasar kelapa sangat sensitif dan tergantung kuota ekspor yang mendominasi dibandingkan permintaan domestik, setahun bisa 1.000 kontainer,” katanya.

Asri mengatakan, keberadaan UPPK diharapkan dapat membuat harga stabil. Karena pernah harga kelapa ditingkat petani menyentuh Rp500 perbutir. Di sisi lain, dengan disediakannya pasar penjualan dari UPPK dapat menampung hasil produksi kelapa yang dihasilkan.

“Selama ini pabrik lokal belum bisa menampung kelapa kita. Persoalan lainnya, transportasi angkutan kelapa dan akses. Sebab hampir menyeluruh komoditi kelapa ada di area pesisir di Sumatera seperti Jambi, Riau,” jelasnya.

Petani kelapa saat ini, diberikan pendampingan untuk pengembangan tanaman sampingan agar menjadi solusi ketika harga tak stabil.

“Ada yang tanam pisang dan pinang, ini menjadi potensi baru kedepannya bagi Sumsel,” katanya.

Sementara itu, Kabid pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan Disbun Provinsi Sumsel menuturkan hasil produksi kelapa di Sumsel mencapai 57.570 ribu ton. Dengan total petani kelapa mencapai 165.003 KK.

“Kita harap UPPK yang dibentuk di Banyuasin yang tahap pertama 10 UPPK menjadi percontohan. Dengan UPPK, petani dapat fasilitas dari pemerintah. Bukan hanya bantu alat namun ujung-ujungnya tak berkembang, karena kesulitan pemasaran,” ujarnya.

Rudi menambahkan, selama ini ongkos angkut keluar provinsi tinggi, sementara provinsi lain sudah ada komoditi yang sama sehingga komoditi kelapa di Sumsel kalah saing.

“Apalagi dari daerah perairan yang ongkosnya besar. Pola bantuan kita dengan penyiapan pasar melalui MoU agar petani terjamin target pemasarannya,” jelasnya. (Iya)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.