Jakarta, Sumselupdate.com — Wakil Ketua Komisi III DPR RII Adies Kadir mengatatkan, over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (Lapas) sudah ‘lampu merah’ dan pemerintah tidak bisa anggap remeh.
“Kondisi Lapas di seluruh Indonesia sudah lampu merah pemerintah harus melakukan perubahan, ” ujar Adies Kadir dalam diskusi di Media Center DPR Jakarta Selasa (14/9).
Menurut Adies, Komisi III DPR RI yang membidangi masalah itu sudah lima kali menyampaikan kepada pemerintah untuk membahas kembali Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan (RUU PAS), tetapi bellum ada jawaban pemerintah.
Meskipun RUU PAS sudah masuk di Prolegnas prioritas, namun ketika mau masuk ke paripurna di skors. Apakah perlu Lapas baru dan akan menyelesaikan over kapasitas.
“Menurut saya belum tentu menjadi solusi karena kalau menambah lapas baru harus bertambah petugas. Sementara yang ada saja SDM di Lapas tidak siap,” kata Adies.
Dikatakan, seluruh Indonesia kondisi Lapas termasuk di Sumatera Utara over kapasitas sampai 350 persen dan 60-70 persen isinya Narapidana (Napi) Narkotika, koruptor dan napi masalah trafiking.
“Ini sangat tidak manusiawi. Ini masalah besar di negara kita. Kami malah minta petugas Lapas setiap dua tahun di roling,”tuturnya.
Asal tau saja lanjut dia, Indonesia memiliki 528 lapas dan rutan, yang over kapasitas itu 403, yang tidak over kapasitas 122, yang standar terus ada tiga di Jogjakarta, Gorontalo dan Maluku Utara.
“Yang lain 438 over kapasitas dan 60% sampai 70% isinya narkotika,”jelasnya.
Melihat kondisi itu, Adies Kadir menilai
penanganan tidak bisa diurus Lapas saja. Harus bersama Polri, Kejaksaan dan Kehakiman.
Kalau pemerintah mau serius ayo duduk bersama. Apakah kita pakai hukuman sosial bagi pengguna narkotika atau rehabilitasi saja.
“Selama ini sistemnya polisi jalan sendiri menangkap pemakai narkoba, Kejaksaan menuntut terus. Sekarang yang paling banyak narkotika, koruptor, trafiking. Maling ayam sudah tidak ada. Kunci dari over kapasitas harus terintegrasi serta melakukan pembahasan RUU PAS,”katanya.
Selain itu sambungnya, pemerintah harus melakukan perubahan kebiasaan oknum.
“Saya pernah minta bandar bandar besar narkotika dihukum mati. Masalahnya banyak bandar besar dari negara luar. Banyak hukuman mati belum dieksekusi. Kita perlu mendukung pemerintah agar bersikap tegas,“ ujarnya.
Anggota Komisi III DPR RI F-PDIP, I Wayan Sudirta, mengatakan yang paling penting sistem peradilan koordinasi antar penegak hukum. Kalau sudah terjadi koordinasi bisa terukur.
I Wayan Sudirta membandingkannperadlan progresif dengan peradilan adat seperti yang di lakukan di Bali. Menurut dia hukum adat di Bali tidak pernah diprotes. Bagi pelaku pelanggaran hukum secara adat di ganjar dengan sanksi kerja sosial, sanksi denda, dan dipenjara di rumah.
Anggota Komisi III DPR RI F-PPP, H. Arsul Sani, mengatakan penyelesaian Lapas over kapasitas bukan hanya dengan UU tetapi harus dengan pendekatan sistem. Salah satunya penghuni Lapas yang terbanyak pengguna narkotika. Harusnya pengguna murni direhabilitasi tapi diproses murni.
“Terkait Lapas, situasi memang sangat rawan. Ibarat penyakit sudah akut sudah masuk stadium 4.Kalau kita lihat di Sumatera Utara, Tanjung Gusta, mengerikan sekali,” katanya.
Arsul optimis sistem penegakan hukum bisa terwujud jika RUU KUHAP segera dibahas.
Semua Fraksi sepakat RUU Kuhap sudah menjadi inisiatif DPR RI. Jika hal itu dibahas sistem hukum yang membuat lapas over kapasitas dapat terjawab.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengingatkan pemerintah bahwa kebakaran Lapas di Tangerang adalah masalah teknis. Tetapi over kapasitas di Lapas merupakan peran negara untuk menyelesaikan.
“Saya berpendapat Lapas harus ada lembaga sendiri yang otonom. Saya kira teman-teman di DPR punya power besar supaya LP tidak hanya lembaga penghukuman tapi juga lembaga pendidikan, “ujarnya.
Sedangkan masalah over kapasitas Lapas menurut Fickar, seharusnya Polri sebagai fungsi penyidikan sudah bisa memprediksi akan terjadi sesuatu.
Kepolisian dan Kejaksaan seharusnya memiliki konsep rehabilitasi.(duk)