Palembang, Sumselupdate.com – Sebagai upaya hukum untuk menyelamatkan aset negara yang berada di wilayah Divre III Palembang, PT KAI memenangkan gugatan perkara terkait aset tanah PT KAI Divre III Palembang yang berlokasi di Emplasemen Stasiun Suka Cinta, terletak di Desa Suka Marga, Desa Payo, Desa Gunung Agung, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat.
Manager Humas PTKAI Divre III Palembang, Aida Suryanti menjelaskan PT KAI (Persero) Divisi Regional III Palembang memenangkan Perkara Perdata terhadap 18 orang Penggugat di Pengadilan Negeri Lahat, dengan Pekara Nomor 6/Pdt.G/2022/PN Lht yang bergulir sejak 1 September 2022, dan telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Lahat yang memenangkan PT KAI (Persero) Divre III Palembang.
Para Penggugat menganggap mereka telah menguasai tanah selama 20 tahun atau lebih dan menganggap perbuatan tergugat (PT KAI) yang melawan hak dan langsung melakukan penggusuran tanah tanpa izin yang jelas menguasai sebidang tanah milik para penggugat sepanjang kurang lebih 900m dan lebar 60 m di wilayah Emplasemen Stasiun Sukacinta.
Namun pada prosesnya, para penggugat tidak bisa membuktikan dasar kepemilikannya.
PT KAI (Persero) Divre III Palembang tentunya tidak serta merta melakukan penggusuran sebagaimana dimaksud para pihak penggugat.
Pihak PT KAI (Persero) Divre III Palembang telah melakukan proses penertiban sesuai dengan prosedur tahapan sehingga masyarakat yang menempati tanah di atas tanah milik PT KAI telah diberikan uang kompensasi biaya bongkar dan secara sukarela meninggalkan lokasi yang ditempati.
PT KAI (Persero) Divre III Palembang telah menunjukkan alas hak atau bukti kepemilikan PT KAI (Persero) yaitu Grondkaart dan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dinyatakan sah secara hukum dan mempunyai kekuatan hukum, yang mana PT KAI (Persero) memiliki aktiva tetap berupa aset tanah tersebut berdasarkan Grondkaart Nomor 28 dan 29 Tahun 1924, & HGB Nomor 02 tahun 2019, 04 tahun 2019 dan 20 tahun 2019, yang dalam proses persidangan PT KAI (Persero) menggunakan alat bukti yang salah satu nya adalah Grondkaart.
Siharapkan keberhasilan ini akan dapat merubah persepsi masyarakat tentang Grondkaart, karena masih timbul persepsi berbeda pada sebagian masyarakat akan kekuatan hukum Grondkaart yang mengakibatkan sering terjadi konflik kepemilikan lahan.
Selain itu sesuai Pasal 24 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) yang menyatakan bahwa.
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan,” tuturnya
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 24 Ayat (1) PP 24/1997 dinyatakan bahwa ;“…Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa antara lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam ketentuan konversi UUPA.
Adanya Grondkaart didukung juga dengan surat Menteri Keuangan No. S-II/MK.16/1994 tanggal 24 Januri 1995 yang ditujukan kepada Kepala BPN yang berisi dua poin pokok. Poin pertama berbunyi tanah-tanah yang diuraikan dalam Grondkaart pada dasarnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai aktiva tetap Perumka, berkenaan dengan hal itu maka tanah-tanah tersebut perlu dimantapkan statusnya menjadi milik atau kekayaan Perumka yang saat ini PT KAI (Persero).
“Keberhasilan PT KAI (Persero) dalam perkara ini dengan dikabulkan nya seluruh tuntutan (PT KAI) oleh pengadilan dan menyatakan tidak sah kepemilikan aset tanah dari 18 warga di sekitar lokasi objek perkara tersebut,” lanjut Aida.
“Dengan menangnya PT KAI (Persero) dalam perkara ini tentunya akan menambah semangat kami untuk berjuang mengembalikan aset Negara yang masih berada di tangan oknum yang tidak bertanggung jawab,” tutup Aida. (Ron)