PALI, sumselupdate.com – Kebiasaan para remaja di Bumi Serepat Serasan turun ke jalan ketika Subuh saat bulan puasa tiba menuai protes warga.
Bukan karena turun ke jalan yang jadi masalah, namun kebiasaan main petasan dan banyak juga di antaranya dimanfaatkan untuk ajang memadu kasih. Padahal hal tersebut tidak diperbolehkan ketika berpuasa.
“Di rumah kami ada bayi, ketika usai subuh, suara petasan tidak pernah berhenti akibat anak-anak yang biasa ke jalan. Ini sangat mengganggu, karena anak kami nangis terus akibat suara petasan itu. Bukan kami saja, yang lain juga pasti terganggu,” ujar Lela (50) salah satu warga Pendopo, Rabu (8/6).
Sementara itu, pemerhati sosial asal kabupaten PALI, Ari Wibowo merasa prihatin atas kebiasaan buruk remaja yang ada di Kota Pendopo tersebut.
Kepada Sumselupdate.com, pria lulusan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsri ini menuturkan bahwa turun ke jalan usai shalat subuh bukan budaya, melainkan kebiasaan.
“Banyak sisi negatifnya ketimbang manfaat yang didapat dari kebiasaan itu. Selain bermain petasan yang tentunya sangat berbahaya, juga mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar, serta juga banyak dimanfaatkan para remaja untuk memadu kasih di kala bulan puasa,” ujarnya.
Lebih lanjut Ari menyarankan agar orang tua harus berperan penting dalam mengawasi anak-anaknya.
“Kebiasaan itu bisa diredam asalkan orang tua tidak mengijinkan atau mendampingi anaknya apabila keluar subuh. Karena kebanyakan remaja yang melakukan kegiatan ini masih di usia sekolah,” harapnya.
Terpisah, Dede Apriadi tokoh masyarakat Pendopo mengatakan bahwa kalau turun ke jalan usai subuh sangat bagus karena bisa melatih anak-anak untuk bangun pagi dan olahraga, namun kebiasaan main petasan itu yang tidak baik.
“Jaman saya dulu tidak ada kebiasaan turun ke jalan usai sholat subuh, malah disuruh ngaji sampai hari terang. Jadi saya sarankan, daripada main petasan yang mengganggu orang, lebih baik datangi masjid atau musholla untuk menimba ilmu agama,” pesannya. (ans)