Cerpen : Kehormatan Seorang Lelaki Terhormat

Sabtu, 1 Mei 2021

Karya : Rusmin Toboali

Kala senja, hembusan angin laut terasa sangat istimewa. Semilir tiupannya selalu membahagiakan. Sekelompok camar yang terbang sembari meliukkan tubuhnya, memamerkan sejuta pesona.

Sementara hamparan pasir pantai yang bersih menjadikan pembicaraan beberapa lelaki parlente di sebuah restoran yang kini bermunculan di sekitar pantai makin melahirkan suara yang mempesona yang berbau narasi surgawi.

“Pak Kades sudah memberi isyarat soal perizinan itu. Saya tahu kok kode yang diberikan beliau,” ungkap Ketua BPD Desa Ancoklilot menyakinkan teman bicaranya.

Advertisements

“Saya dengar itu. Soalnya selain Pak Ketua, ada staf beliau lain yang sudah memberi sinyal,” papar seseorang yang berpenampilan necis.

“Wah kalau itu saya belum dengar dari Bos. Semoga saja ini kabar baik. Soalnya sudah banyak langkah yang telah kami jalankan. Demikian juga dengan perizinannya. Sudah berjalan dan dalam proses,” jelas seorang dalam pertemuan itu.

“Sudah. Anda tenang saja. Soal izin itu, biar saya bantu ngomong dengan Pak Kades,” ujar ketua BPD kembali menyakinkan teman bicaranya.

“Kadang Pak Kades itu keras kepala juga, lho Pak Ketua. Saya pernah dengar bagaimana beliau dimarahi Pak Bupati gara-gara izin teman Pak Bupati nggak direkomendasikannya. Tapi saya yakin, Pak Ketua bisa melobi Pak Kades. Sama-sama petinggi desa,” ungkap teman Ketua BPD.

“Bisa..bisa,” jawab Ketua BPD dengan wajah sumringah.

Tiga minggu kemudian tiga pria ini kembali bertemu. Kali ini pembicaraan sudah meningkat tajam intensitasnya. Narasi dari Ketua BPD sudah mulai terlihat dengan terang benderang dari diksi-diksi yang sampaikan walaupun dengan narasi tersembunyi.

“Minggu kemarin kami bertemu. Saya sudah bisikkan dengan Pak Kades. Beliau manggut-manggut. Wajahnya sumringah. Ini kode yang baik,” papar Ketua BPD.

“Nah ini peluang yang bagus Pak Ketua. Dan saya yakin, perizinan pembukaan lahan pasir milik teman kita ini prosesnya akan lancar,” sambung teman Pak Ketua BPD.

“Terima kasih Pak Ketua. Pimpinan juga sudah setuju dan menyambut baik kalau proses perizinan perluasan itu direkomendasikan Pak Kades,” jawab seseorang yang ternyata salah seorang pimpinan perusahaan tambang pasir.

“Maka saya bilang beri bagian untuk Pak Kades. Beliau kan lagi butuh dana untuk pencalonanya kembali,” celetuk teman ketua BPD.

“Iya. Tapi jangan terlalu besar dan jangan merugikan perusahaan. Yang urgen perizinan jalan dan Pak Kades ada amunisi untuk pergerakan beliau,” kata ketua BPD.

“Kalau soal itu saya belum bisa menjawabnya. Harus saya konsultasikan dulu dengan big boss,” jawab pimpinan perusahaan itu.

Pak Kades Desa Ancoklilot kaget ketika salah seorang stafnya mengabarkan bahwa perusahaan tambang pasir telah mengajukan perizinan perluasan lahan.

“Sudah saya katakan bahwa saya tidak akan memperpanjang izin perusahaan tambang pasir itu. Dan saya tidak mau ketemu dengan mareka,” jawab Pak Kades dengan nada keras yang mengagetkan stafnya.

“Kalian sebagai staf Kantor Desa kan sudah paham bagaimana gejolak sosial tentang perusahaan itu. Kalian kan sudah mengerti bagaimana dampak lingkungan yang diakibatkannya,” lanjut Pak Kades dengan nada geram.

“Tapi Pak..,” ujar stafnya dengan terbata.

Kamu pikir saya dapat bagian dari perusahaan itu,” tanya Pak Kades. Stafnya hanya terdiam. Tak menjawab. Bibirnya terkatup rasa takut.

Kabar Pak Kades dapat bagian dalam perusahaan pertambangan pasir mulai menggema ke penjuru Desa. Berita ini cepat menyebar bak virus ebola. Kecepatan daya sebarnya melebihi kecepatan pesawat Boeing. Gaungnya dengan secepat kilat menggegerkan warga Desa.

“Saya sungguh tak habis pikir dengan berita ini. Apa mungkin Pak Kades kita dapat bagian dalam perusahaan itu,” ungkap seorang warga yang dulunya timses pak Kades.

“Iya, Bung. Saya juga setengah tak percaya. Tapi kabar ini sudah menggema di kalangan warga,” jawab seorang warga.

“Makanya Bung kalau mendukung pemimpin jangan cuma dilihat dari luarnya saja. Toh setiap manusia bisa berubah dalam hitungan detik,” ungkap seorang warga Desa yang dulunya tak mendukung Pak Kades. Cuaca panas siang itu menambah keresahan di jiwa para warga. Hanya azan zuhur yang membuat mareka bersegera untuk ke masjid terdekat.

Malam itu angin sepoi dirasakan para warga. Kententraman Desa mulai terusik dengan adanya berita tak sedap itu. Para warga Desa pun tak tinggal diam. Mareka beramai-ramai mendatangi kediaman Pak Kades. Mareka adalah para warga yang dulunya mendukung pak Kades.

“Pak Kades, kami datang kesini minta klarifikasi soal tudingan terhadap pak Kades yang dapat bagian di perusahaan tambang pasir itu,” ungkap seorang warga.

“Iya, Pak Kades. Kami sebagai pendukung Bapak malu mendengar tudingan kepada Bapak. Kami mohon Bapak mengkalrifikasinya. Kalau perlu menuntut orang yang telah mencatut nama Bapak,” sambung seorang warga dengan narasi garang.

Pak Kades tersenyum.

“Kalian masih percaya kan dengan kejujuran saya sebagai Kades? Kalau kalian masih percaya, maka anggap saja berita itu hanya kabar bohong. Hanya buat kita terpecah belah saja,” jawab Pak Kades dengan tersenyum khasnya.

“Lantas apa jaminan yang Pak Kades berikan kepada kami para warga kalau itu terbukti,” tanya para warga.

‘Saya mundur. Saya siap mundur kalau saya terbukti menerima bagian dari perusahaan itu. Suratnya saja sudah saya bakar. Tanya staf saya di kantor,” jawab Pak Kades. Sejuta tanya hadir dalam pelupuk nurani para warga. Malam semakin renta. Rembulan pun cahanya meredup.

Sementara di sebuah rumah di ujung Desa, ketua BPD sedang asyik berbincang dengan keluarganya.

“Kalau memang Bapak terbukti menjual nama Pak Kades kepada perusahaan itu, lebih baik Bapak mundur saja biar martabat dan kehormatan keluarga ini terjaga. Martabat diri lebih mahal harganya dari sebuah jabatan, Pak,” nasehat istrinya.

“Iya Pak. Mundur lebih terhormat Pak,” sambung anaknya. Ketua BPD mendesah. Desahannya terasa berat. Sangat berat. Seolah-olah ada beban berat yang sedang disandangnya.

Warga Desa baru saja terbangun dari mimpi panjangnya usai melawan rasa lelah yang hebat. Usai berjibaku melawan rasa lelah setelah bekerja seharian. Dari suara pengeras suara masjid mareka mendengar suara yang bernada pengumuman. Para warga sangat hafal dengan suara itu. Ya, suara ketua BPD Desa.

“Para warga Desa Ancoklilot yang terhormat. Mulai hari ini, sejak surat ini saya bacakan, saya Ketua BPD Desa menyatakan mundur dari jabatan ketua BPD karena saya tak mampu menjaga kehormatan lembaga BPD. Demikian permohonan mundur ini saya sampaikan. Dan mohon maaf kalau selama ini saya banyak berlaku salah kepada para warga Desa. Wassalam. Ketua BPD Desa Ancoklilot,” demikian suara pengumuman mundur itu.

Mundurnya ketua BPD dari kursi ketua menjadi perbincangan para warga. Tak terkecuali para petinggi BPD Desa. Tak ada yang mareka bincangkan hari itu selain berita pengunduran diri itu. Seolah-olah narasi mundurnya Ketua BPD melepaskan mareka dari beban yang berat.

“Saya sangat mengapresiasi langkah heroik Pak Ketua BPD mundur karena beliau menganggap beliau telah menodai lembaga BPD,” ujar anggota BPD.

“Saya pun berpikir demikian. Beliau telah memberi teladan kepada kita bahwa sebagai pimpinan lembaga kita harus bisa menjaga kehormatan dan martabat lembaga,” sambung yang lain.

“Mestinya Pak Ketua jangan tergesa-gesa mundur. Toh narasi beliau menjual nama Pak Kades kepada perusahaan itu belum tentu benar. Baru sekedar desas desus yang liar diangkasa ,” sambung anggota BPD yang lain.

Kita lihat saja perkembangannya. Kan Pak Kades sudah menyerahkan semuanya kepada aparat hukum. Jadi kita lihat saja episode berikutnya,” sambung anggota BPD yang lain.

Matahari bersinar dengan gagahnya. Kebahagian mengiringi perjalanannya sebagai pemberi sinar bagi penghuni bumi. Dan kebahagian mengaliri nurani ketua BPD Desa Ancoklilot. Ada keistimewaan dalam hatinya usai menyampaikan pengumuman pengunduran dirinya. Ada rasa bahagia yang tak terperikan. Tak ada rasa sesal. Yang ada hanyalah sebuah kebahagian yang tak dapat terlukiskan dengan kata-kata.

Langkah kakinya kian lurus menuju rumahnya untuk mengabarkan kepada anak dan istrinya bahawa dirinya telah menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya. Ya, martabat diri lebih penting dari sebuah amanah. Dan kehormatan diri tak ternilai harganya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.