Palembang, Sumselupdate.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatera Selatan memprediksi musim kemarau pada 2025 akan berlangsung mulai Juni hingga Oktober, dengan kondisi yang lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis, menjelaskan bahwa kemarau yang lebih kering ini merupakan dampak dari peralihan fenomena La Nina yang terjadi pada 2024.
“Kemarau tahun ini di Sumsel akan lebih kering dibandingkan 2024 yang mengalami La Nina atau kemarau basah,” ungkapnya Sabtu (15/3/2025).
Dengan kondisi tersebut, jumlah hotspot atau titik panas di wilayah Sumsel diperkirakan meningkat, yang berpotensi memicu karhutla lebih luas dibanding tahun lalu. Oleh karena itu, mitigasi dini menjadi langkah krusial untuk menekan risiko tersebut.
“Tahun lalu saja saat kemarau basah masih muncul hotspot. Apalagi tahun ini, dengan kondisi yang lebih kering, potensi dan sebarannya akan jauh lebih besar,” tuturnya.
Baca juga : Wakil Ketua Komisi VII DPR Minta Pemerintah Antisipasi Polusi Udara Memasuki Musim Kemarau
Wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) disebut menjadi daerah yang terdampak kemarau lebih awal, diperkirakan mulai masuk musim kering pada dasarian pertama Mei 2025. Tak hanya lebih awal, durasi kemarau di OKI juga diprediksi lebih panjang dibanding daerah lainnya.
Wandayantolis menegaskan perlunya fokus penanganan karhutla di wilayah ini, mengingat luasnya lahan gambut yang sangat rentan terbakar.
“Antisipasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya,” katanya.
Baca juga : Musim Kemarau, Polda Sumsel Awasi Tiga 3 Kabupaten Ini
Sementara itu, wilayah Sumsel lainnya rata-rata akan memasuki musim kemarau pada dasarian pertama dan kedua Juni 2025. BMKG Sumsel berencana berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel untuk mengantisipasi potensi kebakaran dengan melakukan modifikasi cuaca dan pembasahan lahan guna mencegah penyebaran titik api.
“Edukasi masyarakat juga penting agar mereka tidak melakukan pembakaran lahan secara sengaja, karena dampaknya bisa sangat luas,” tutupnya. (**)