Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, narasi pemakzulan atau impeachment Presiden Joko Widodo (Jokowi) sengaja dihembuskan kelompok kiri dan kanan, yakni pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 dan 3.
Mereka marah dan melihat kemenangan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mengusung narasi keberlanjutan dan rekonsiliasi sudah tidak bisa dibendung lagi.
“Intinya, semua yang muncul karena kepepet. Sebenarnya itu manifestasi dari kegalauan saja. Bahwa konsepsi yang kita bangun sejak awal, tentang keberlanjutan dan rekonsiliasi sulit dilawan,” kata Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talks, Rabu (24/1/2024).
Dalam diskusi yang mengambil tema ‘Narasi Pemakzulan Jokowi, Upaya Menghadang Laju Prabowo-Gibran?’ itu, Fahri mengatakan, konsep keberlanjutan dan rekonsiliasi tersebut sangat kuat.
Sehingga tidak mungkin dihadapkan dengan konsep tidak jelas, sebagai akibat dari ketidakjelasan sistem pemilu dan mekanisme pembentukan koalisi.
Baca Juga: Miliki Jaringan Luas, Erick Thohir Jadi Penentu Kemenangan Prabowo–Gibran Sekali Putaran
“Kami mengambil posisi sebagai keberlanjutan dan rekonsiliasi kabinet, yang mendukung perjalanan yang sudah ditempuh pemimpin sebelumnya untuk menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Menurut Fahri, upaya untuk membangun Indonesia Emas 2045 yang oleh Partai Gelora disebut Indonesia sebagai superpower baru ini susah dilawan paslon yang membawa konsep marah-marah dan konsep kecewa.
“Gagasan ini sudah terlalu kuat, memang susah untuk dibongkar, meskipun kelompok kanan mengambil capres di tengah jalan yang dianggap hero, itu semua konsepnya kemarahan. Terakhir muncul, adanya kekecewaan dari Ganjar dan kawan-kawan, khususnya PDIP, karena Pak Jokowi tidak mendukung mereka. Jadi kelompok kanan itu, konsepnya marah-marah, kelompok kiri ini konsepnya kecewa,” ujarnya.
Karena itu, kata Fahri, tidak mengherankan apabila hasil survei pasangan Prabowo-Gibran sangat tinggi, sehingga dicari berbagai cara untuk menurun elektablitas paslon 02 seperti melempar isu para menteri mau mundur, pemakzulan, dan lain-lain.
Baca Juga: Masyarakat Senang Pilpres Sekali Putaran 68,6 Persen, Prabowo Gibran Tetap Bertengger di Atas
“Semua cara-cara dan jurus-jurus dipakai 01 dan 03, itulah yang terjadi. Saya tidak tahu, apakah dalam tiga minggu lagi ada lagi yang mereka pakai untuk mematahkan benteng keberlanjutan dan rekonsiliasi,” katanya.
Fahri menilai narasi keberlanjutan dan rekonsliasi yang sudah terbangun solid, karena merupakan kehendak rakyat, tidak mungkin dipatahkan gagasan apapun yang dilontarkan paslon 01 dan 03.
“Karena semua kehendak rakyat, maka saya lebih cenderung, kalau rakyat akan memutuskan sekali putaran pada 14 Pebruari 2024. Itu yang saya lihat,” tegas Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 in
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Isu pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Joko Widodo yang mencuat belakangan sebagai upaya menghambat laju elektabilitas Prabowo-Gibran.
Baca Juga: Eks KSAD Akui Prabowo Sangat Memperhatikan Kesejahteraan Prajurit
Fadli menyebut, isu pemakzulan yang dihembuskan jelang Pemilu 2024 dari sisi timing dan urgensi tidak mewakili kehendak rakyat.
“Ini isu dari elite tertentu. untuk menciptakan situasi kondisi agar kemudian approval rate Jokowi turun,” kata Fadli Zon.
Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu melanjutkan, isu pemakzulan terhadap Presiden Jokowi diharapkan kelompok tertentu agar Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berlangsung dua putaran.
“Dengan turunnya approval rate ini menghambat Prabowo-Gibran, sehingga diharapkan Pilpres bisa dua putaran,” tandas Fadli Zon.
Sedangkan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, upaya pemakzulan terhadap Presiden Jokowi yang disuarakan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Kelompok Petisi 100 itu, mekanismenya tidak ketemu.
“Kalau dilihat mekanismenya tidak ketemu, upaya pengkhianatan berat yang dijadikan alasan untuk pemakzulan tidak ada. Mekanismenya yang harus ditempuh juga panjang, sementara kita semua sekarang fokus Pemilu 2024. Tidak mungkin bisa dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan,” kata Doli Kurnia.
Baca Juga: Prabowo Bertekad Mengelola Kekayaan Negara Untuk Dinikmati Masyarakat Indonesia
Doli menegaskan, Presiden Jokowi tidak melakukan pelanggaran apapun seperti yang dituduhkan oleh Kelompok Petisi 100, terbukti tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi mencapai 70-80 persen.
“Masyarakat sangat puas dengan kinerja Pak Jokowi sangat tinggi. Saya kira isu pemakzulan hanya dipakai sebagai alat politik saja, tapi sulit,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Ketua Komisi II DPR ini menyayangkan sikap Menko Polhukam Mahfud MD yang juga cawapres nomor urut 3, yang tidak paham mekanisme pemakzulan dengan menerima Kelompok Petisi 100. Doli menilai isu pemakzulan sengaja digunakan untuk menjatuhkan elektablitas paslon lain.
“Harusnya Pak Mahfud tidak menerima pengaduan Kelompok Petisi 100, dan minta mereka langsung diarahkan ke DPR. Tapi faktanya, menerima dan membuat statement. Jadi memang isu pemakzulan dijadikan gerakan politik untuk menjatuhkan kontestan lain. Tapi parlemen sampai sekarang tidak ada membahas soal pemakzulan,” tegas Ahmad Doli Kurnia Tanjung.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai upaya pemakzulan Presiden Jokowi yang dilakukan Kelompok Petisi 100, hanya main-main. Sehingga tidak perlu ditanggapi, hanya buang-buang waktu.
“Itu main-main saja, tinggal tidur saja, buang-buang energi kalau ditanggapi dan direspon. Itu barang akan layu sebelum berkembang, karena tidak ada elemen kunci yang akan melaksanakan,” kata Margarito.
Elemen kunci yang dia maksud adalah tokoh-tokoh politik seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bembang Yudhoyono (SBY) dan lain-lain.
Baca Juga: Debat Capres, Prabowo Singgung Anies Menjadi Pribadi Terlalu Teoritis
“Kalau mereka semua merespon dan bertemu, baru bisa jalan ini barang, karena ada elemen kuncinya. Tapi ini, tidak ada tokoh partai politik yang merespon, yang bisa meneruskan ke DPR menjadi sebuah laporan,” katanya.
Margarito juga menilai tidak ada tafsir yang bisa dijadikan alasan memakzulkan Presiden Jokowi, sehingga usulan tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa.
“Coba tunjukkan ke saya tafsir apa yang dipakai, tindakan kritis mana dari tindakan presiden yang bisa dijadikan alasan, tidak ada. Makanya saya bilang ini main-main, tinggal tidur saja, tidak perlu direspon,” katanya.
Karena itu, sedari awal dia menilai upaya pemakzulan Presiden Jokowi hanya sekedar bikin ramai. “Kebetulan saya sedang riset mengenai impeachment itu, sehingga saya paham soal impeach ini,” katanya.
Dalam situasi sekarang, apalagi menjeleng Pemilu 2024 yang tinggal beberapa hari lagi, kata Margarito, upaya pemakzulan menjadi barang mati, yang tidak bisa dimaimkan, sehingga tidak perlu dibicarakan.
“Seperti saya katakan tadi, kalau mau serius bicara impeachment, harus ada elemen kunci impeacment. Apa elemen kunci itu, ya politik, itu senjata politik. Tapi saya melihat elemen kunci tidak tercukupi, tidak tersaji sejauh ini,” katanya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan pencalonan Gibran sebagai cawapres tidak bisa dijadikan dasar, karena semua sudah selesai dan diterima oleh semua pihak. MK berpendapat putusan MK tetap sah dan final, selain itu Gibran juga tetap ditetapkan sebagai cawapres Prabowo Subianto oleh KPU RI.
“Putusan MK sudah selesai, mereka harus menjelaskan bla-bla-bla lagi, kan tidak ada. Yang perlu dicari itu dan dijaga itu, harusnya elemen politik. Seperti saya katakan tadi, kalau Ibu Mega, Pak Surya Paloh, Pak SBY, PPP, siapa lagi. Orang jago-jago, bos-bos ini kumpul jadi satu, setuju. Kita baru bicara, kita baru mikir impeachment,” katanya. (**)