Jakarta, sumselupdate.com – Pada awal Maret 2016, Indonesia menempati posisi 60 dari 61 untuk negara dengan tingkat literasi terbaik di dunia. Penelitian ini dilakukan oleh Central Connecticut State University.
Menteri Pendidkan dan Kebudayan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, Indonesia hanya satu tingkat lebih baik dari Republik Botswana, sebuah negara di Afrika bagian selatan dalam hal literasi. Hal ini menandakan minat baca masyarakat saat ini masih rendah sehingga perlu ada dorongan minat dan daya baca di tengah masyarakat.
“Daya baca harus dipupuk oleh penggiat pendidikan dengan memanfaatkan fasilitas yang ada dalam perpustakaan,” kata Anies pada Rapat Kerja Komisi X dengan Kemdikbud tentang RUU Sistem Perbukuan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, (12/4).
Menurut Anies, meningkatkan daya beli buku atau menurunkan harga buku, tidak otomatis menaikan minat dan daya baca. Karenanya, tetap dibutuhkan pendekatan lain untuk meningkatkan minat dan daya baca, yakni melalui pembiasaan dan pembudayaan.
Untuk itu, lanjut Anies, Kemdikbud telah mengeluarkan Permendikbud No 23 Tahun 2015 tentang Kegiatan Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satunya mengatur adanya waktu membaca 15 menit sebelum jam pelajaran sekolah dimulai. Para siswa bebas memilih buku bacaan asal bermanfaat dan bukan buku pelajaran. Guru dan siswa juga dapat menentukan format kegiatan baca mandiri dengan tujuan sebagai pembiasaan untuk meningkatkan minat dan daya baca.
Meksi demikian Anies mengakui, pemetaan ini menarik karena menilai lebih dari satu parameter untuk mendukung literasi, yang meliputi; input pendidikan, output pendidikan, surat kabar, komputer, serta perpustakaan.
Anies menyebutkan, dari lima kategori itu, perpustakaan merupakan kinerja paling baik dimiliki Indonesia. Sebab dari segi jumlah Indonesia memiliki jumlah yang sangat banyak. Mulai dari perpustakaan kampus, jumlah perpustakaan umum, jumlah perpustakaan sekolah dan jumlah koleksi buku pada perpustakaan umum.
Untuk parameter jumlah, sebut Anies, Indonesia di peringkat 36 dari 61 negara. Bahkan lebih unggul dari beberapa negara maju seperti, Portugal, Selandia Baru, Korea Selatan, Jerman, Belanda dan Singapura.
Persoalannya, apakah perpustakaan dapat meningkatkan minat dan daya baca masyarakat serta seberapa berhasilkah perpustakaan meningkatkan minat dan daya baca publik. Menurutnya, perpustakaan perlu bersiap diri untuk menghadapi perubahan jaman. Sebab di masa depan, perpustakaan yang akan bertahan adalah perpustakaan yang berfungsi sebagai wahana tempat semua orang berkumpul, bertukar ilmu, dan berkolaborasi dalam proyek bersama.
“Untuk menjadi elemen pendukung ekosistem literasi yang kuat, maka perpustakaan harus terus menyesuaikan diri dan berubah,” ujarnya.
Anies menambahkan, pemerintah masih memiliki kendala dalam sistem pengawasan. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada aturan yang mengatur tentang perbukuan, sehingga sulit menindaklanjuti jika ada buku-buku yang berbedar tidak sesuai konten.
“Kami hanya memiliki hak ketika buku masuk ke wilayah sekolah, tetapi yang disebarluaskan di luar tidak dapat karena tidak diatur dalam undang-undang sejauh ini,” ujar Anies. (shn)