KOTA Pagar Alam merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Kota kecil yang berdiri pada tahun 2001 ini merupakan pecahan dari Kabupaten Lahat yang terletak sekitar 1 hingga 2 jam dari Ibukota Kabupaten Lahat. Pagar Alam dikenal sebagai the beauty of south sumatera karena keindahan penampang alamnya yang begitu memesona. Tak heran jika kota kecil nan sejuk ini dijadikan sebagai tujuan wisata utama di Provinsi Sumatera Selatan.
Tak hanya potensi wisata nya yang luar biasa, Kota Perjuangan nan indah ini juga menyimpan berbagai macam kearifan lokal yang masih terjaga hingga sekarang. Salah satu kearifan lokal tersebut yaitu sistem atau konsep konservasi perikanan masyarakat yang dikenal sebagai tebat keramat (sebutan warga lokal untuk waduk atau kolam ikan).
Di Pagar Alam sendiri terdapat beberapa buah tebat atau kolam yang berukuran cukup luas, salah satunya yaitu Tebat Gheban yang terletak di Desa Alun Dua, Kecamatan Pagar Alam Utara, Kota Pagar Alam.
Tebat Gheban sebagai Pusat Konservasi Air dan Perikanan Masyarakat
Sebagai suatu waduk dengan luas kurang lebih 3 ha dan kedalaman sekitar 12 m, waduk tersebut menampung ribuan liter air bersih yang selalu tersedia sepanjang tahun. Air merupakan salah satu sumber kehidupan utama.
Bahkan, para peneliti ruang angkasa terus mencari keberadaan air di planet lain yang merupakan salah satu tanda kehidupan. Miliaran dolar dana dikeluarkan setiap tahunnya hanya untuk menggali potensi penemuan sumber kehidupan tersebut di planet lain.
Lantas, kita yang kini tinggal di bumi, dengan 70% lebih merupakan air, mengapa tidak peduli terhadap konservasi air yang merupakan sumber kehidupan kita kini dan nanti? Sudah selayaknya kita menanamkan sikap peduli terhadap konservasi air demi kehidupan anak cucu kita di masa depan.
Selain sebagai pusat konservasi air, Tebat gheban juga merupakan salah satu pusat perikanan yang dikelola oleh masyarakat setempat untuk mengembangkan potensi berbagai macam spesies ikan air tawar, udang, dan beberapa kerang khas air tawar lainnya. Bahkan, warga dan pemerintah setempat memiliki program pelepasan ikan pada waduk tersebut setelah panen masal untuk menjamin keberadaan sumber perikanan bagi masyarakat lokal.
Ada hal yang unik terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan Tebat Gheban, yaitu pemanenan masal hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja yang dilakukan secara beramai-ramai oleh masyarakat sekitar. Pemanenan masal biasanya dilakukan sekitar 5 tahun sekali.
Namun demikian, masyarakat tetap boleh mengambil manfaat dari kegiatan perikanan di waduk tersebut dengan cara memancing, menjaring, ataupun dengan metode sederhana lainnya yang aman terhadap lingkungan. Tujuannya yaitu untuk menjaga kelestarian perikanan di sana. Konsep ini sangat tepat diaplikasikan sebagai bentuk kepemilikan dan kepedulian warga sekitar terhadap salah satu sumber kehidupannya tersebut.
Menjaga Lingkungan dengan Kearifan Lokal
Masyarakat Kota Pagar Alam masih memegang teguh nilai-nilai yang diperoleh dari leluhur mereka, seperti larangan mencemari tempat-tempat tertentu, bertingkah sembarang di tempat yang kramat, dan larangan-larangan lainnya. Di Tebat Gheban sendiri terdapat beberapa kepercayaan lokal dengan konsekuensi yang dipercaya akan berdampak buruk bagi para pelanggarnya.
Konsep tersebut tentunya sangat baik dalam menjaga lingkungan. Adanya larangan memasuki suatu tempat, misalnya hutan larangan, dapat menurunkan potensi kerusakan alam akibat ulah tangan manusia. Begitu pula dengan tebat gheban, para orang tua selalu berpesan untuk selalu bersikap yang pantas, tidak membuang sampah dan kotoran sembarangan, bahkan tidak boleh berkata-kata kasar serta melakukan hal-hal tak terpuji lainnya ketika berkunjung ke tempat yang dianggap keramat tersebut. Sehingga, tempat-tempat tersebut dapat dijaga keaslian dan kealamiannya.
Selain tebat gheban, masih ada beberapa waduk lainnya yang dikelola dengan konsep yang sama. Waduk-waduk tersebut dilabeli sebagai tebat keramat bagi warga lokal, sehingga tidak sembarangan orang dapat menjamah tebat tersebut. Dari perspektif konservasi, larangan tersebut bermanfaat dalam menjaga keseimbangan eksositem di sana agar tidak dirusak oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
Potensi Ekowisata
Tak hanya dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian, sumber perikanan, dan konservasi air, Tebat Gheban merupakan salah satu objek wisata andalan di Kota Pagar Alam. Waduk tersebut terletak hanya beberapa km dari pusat kota, sehingga sangat mudah dijangkau oleh para wisatawan. Potensi ekowisata yang dikembangkan juga tergolong prospektif. Pemandangan yang indah dengan latar belakang Gunung Dempo menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Tak ayal, lokasi tersebut sering dijadikan sebagai tempat wisata yang murah bahkan gratis bagi masyarakat setempat untuk melepas penat dari aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari. Namun demikian, transportasi umum belum tersedia. Sehingga, masyarakat harus menggunakan transportasi pribadi untuk mengunjugi lokasi wisata tersebut.
Perspektif Ekologi
Sebagai suatu waduk, Tebat Gheban berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Tebat tersebut merupakan sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai macam keperluan, misalnya untuk irigasi, perikanan, tambak, mencari kerang, dan lain sebagainya.
Adanya tebat tersebut juga memungkinkan penampungan air hujan dengan baik agar tidak terjadi banjir. Air yang terdapat pada tebat tersebut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat, hewan, maupun tumbuhan di sekitarnya, terutama pada saat musim kemarau tiba.
Konsep permanen yang terbatas pada waktu-waktu tertentu di Tebat Gheban sangat penting dalam menjaga fungsinya sebagai salah satu komponen abiotik. Keberadaan tebat tersebut merupakan anugerah bagi berbagai macam spesies ikan, udang, kerang-kerangan khas air tawar lainnya.
Tebat tersebut merupakan rumah yang menyediakan niche bagi pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup yang ada di sekitarnya, baik di dalam air maupun dipermukaan.
Dengan adanya air tersebut, tumbuhan di sekitar Tebat Gheban dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik dan optimal. Proses fotosintesis tersebut penting dalam penyerapan karbon dioksida dari lingkungan.
Selain itu, proses fotosintesis tersebut akan menghasilkan oksigen yang diproduksi melalui proses fotolisis molekul air membentuk oksigen yang akan dikeluarkan ke lingkungan. Oksigen yang dibebaskan ke lingkungan tersebut sangat berguna bagi makhluk hidup, termasuk hewan dan manusia.
Mitigasi Bencana Banjir dan Perubahan Iklim
Hujan merupakan suatu anugerah sekaligus bencana. Pada saat musim hujan, tebat tersebut bermanfaat dalam menampung air hujan yang berlebihan untuk mencegah terjadinya banjir. Waduk merupakan penampung akhir air yang berasal dari berbagai macam reservoir, baik dari sungai-sungai kecil, maupun sumber air lain yang bermuara ke waduk tersebut.
Peranan penting Tebat Gheban sebagai penambung air tidak dapat diremehkan, dengan luas yang cukup besar tersebut, air hujan dapat ditampung dengan baik, sehingga musibah banjir dapat dihindari oleh masyarakat sekitar.
Tidak hanya sebagai penampung air, keberadaan tebat tersebut juga berperan penting dalam membantu menurunkan akumulasi gas karbon dioksida penyebab Efek Rumah Kaca di lingkungan. KOK BISA? Tentu saja bisa! Di sekitar tebat gheban tumbuh berbagai macam tumbuhan yang akan aktif melakukan proses fotosintesis setiap harinya.
Melalui fotosintesis tersebut, gas karbon dioksida dari lingkungan akan diserap untuk membentuk gula sebagai sumber nutrisi mereka. Hal ini tentu bermanfaat bagi manusia dalam rangka mengurangi akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang terbukti telah menyebabkan global warming dan global boiling yang mengancam berbagai macam mahluk hidup, termasuk manusia.
Bukan hanya tumbuhan! Banyak spesies mikroalgae air tawar yang berada di dalam waduk tersebut. Mikroalgae merupakan mikroorganisme fotosintetik yang berukuran kecil yang mampu melakukan fotosintesis.
Bahkan mereka merupakan sumber penghasil oksigen utama di bumi. Artinya, banyak gas karbon dioksida yang akan mereka serap melalui proses tersebut. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita berterima kasih kepada mikroorganisme yang tak dianggap tersebut, namun berjasa besar bagi kelangsungan hidup manusia di bumi. Hanya saja, sifat antroposentrisme yang bersemayam di diri manusia telah menyebabkan kita sering lupa akan eksistensi dan peranan penting makhluk hidup lain ciptaan Tuhan tersebut. (**)
BIODATA PENULIS
Nama lengkap : Angga Puja Asiandu, S.Si., M.Sc
Profesi : Mahasiswa Program Doktoral, Fakultas Biologi, UGM
E-mail : [email protected]