Mengubah Habit Masyarakat dan Infrastruktur yang Besar Jadi Tantangan Penanganan Banjir Palembang (Bagian 1)

Penulis: - Minggu, 23 Februari 2025
Salah satu titik banjir di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. (Foto; Sumselupdate.com/Fitria Ningsih).

Banjir hingga kini masih menjadi persoalan yang tak kunjung tuntas di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Persoalan ini kian diperparah ketika memasuki musim penghujan dengan intensitas lebat ataupun saat pasangnya air Sungai Musi.

BANJIR di saat hujan dengan intensitas lebat dan saat air Sungai Musi pasang menjadi persoalan yang belum tuntas dan masih jadi pekerjaan rumah atau PR besar bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang.

Bacaan Lainnya

Pejabat Pemkot Palembang menyebut sudah melakukan beberapa upaya penanganan mulai dari menerjunkan tim dan menyediakan infrastruktur penanggulangan banjir.

Tak hanya infrastruktur penanggulangan banjir yang mesti baik, namun habit atau kebiasaan warga membuang sampah sembarangan menjadi tantangan menghadapi persoalan banjir yang begitu pelik.

“Upaya penanganan dengan menyediakan infrastruktur sudah dilakukan, seperti menyediakan pompa mobile, pompanisasi bendung dengan kapasitas besar, sudah ada,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Palembang, Ahmad Bastari Yusak kepada Sumselupdate.com.

Bastari mengatakan, PUPR saat ini menitikberatkan pada pembersihan aliran sungai, selokan, parit, dan juga kolam retensi di seluruh wilayah Kota Palembang.

Selain itu untuk pembersihan dan langkah antisipasi penanganan di saat terjadi hujan dan air sungai pasang, Dinas PUPR juga menyiagakan sekitar 225 petugas untuk mengatasi dan mempercepat proses pengaliran air di anak sungai dan drainase.

Sebab, sampah di aliran air masih menjadi salah satu sumber sumbatan air di anak sungai dan drainase atau got di saat banjir.

Untuk membersihkan ini, Dinas PUPR Palembang memiliki tim satgas yang di antaranya setiap tim ada 15 orang.

Setiap tim ditugaskan membersihkan aliran sungai, saluran air, dan kolam retensi dari sedimentasi yang berasal dari tumpukan sampah masyarakat sekitar.

“Karena kebiasaan membuang sampah sembarangan, membuat saluran air tersumbat sehingga saat hujan atau air pasang banjir di mana-mana,” katanya.

Meskipun demikian, lanjut Bastari, banjir di pemukiman warga di tepian sungai berasal dari air pasang. Tapi sampah juga ditemukan di anak sungai.

“Air sungai pasang itu sudah kodrat alam, air kembali ke asalnya, untuk antisipasi banjir petugas membersihkan saluran air dan anak sungai, terutama kebiasaan warga yang perlu dihentikan yaitu membuang sampah sembarangan,” jelasnya.

Kepala Bidang Sumber Daya Air, Irigasi, dan Limbah (SDA IL), RA Marlina Sylvia mengatakan, pihaknya memastikan persoalan banjir terjadi lantaran penyempitan ruang air dikarenakan sedimentasi dan sampah.

Setiap melakukan pengerukan, sampah selalu menjadi bagian dari sedimentasi drainase dan sungai.

“Dengan dimilikinya 22 armada, beberapa bentor, alat berat excavator yang standar 1 dan yang mini 3, akan sia-sia ketika yang diangkut sampah, bukan hanya sedimentasi berupa pasir dan tanah,” katanya.

Menurutnya, padahal harusnya sedimentasi dan vegetasi yang secara alami masuk ke saluran air, tapi dengan adanya sampah menjadikan sedimentasi dan vegetasi jadi cepat tumbuh.

“Sampah tidak hanya jadi PR warga di tengah kota atau yang tinggal di bantaran sungai. Di mana bantaran sungai memang tempatnya air, air akan kembali dalam setahun beberapa kali, ini sudah kodrat alamnya seperti itu,” jelasnya.

“Itu kan bantaran sungai jika mau bangun itu di atas muka air pasti banjir. Tapi ‘kan masyarakat tidak paham atau tidak tahu sehingga membangun di bawah muka air pasang sejak dulu,” katanya.

Yang harus dilakukan pemerintah jika punya dana banyak bisa membuat infrastruktur seperti di Belanda dengan sistem pompanisasi tapi dananya besar saat ini tidak cocok untuk Indonesia karena Indonesia saja sedang memikirkan ‘masalah perut’.

Maka untuk mengantisipasi banjir di air pasang, menggunakan teknologi apapun akan sulit. Seperti Belanda pernah membendung sungai, tapi pernah gagal juga pada 1950-an, saat ini mereka membangun lagi lebih tinggi untuk 2.000 tahunan biayanya luar biasa, Palembang tidak akan sanggup.

“Tidak perlu memikirkan tanggul atau pompanisasi yang besar, tapi ajak masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarang karena sebesar apapun kita punya infrastruktur jika masih buang sampah sembarangan infrastrukturnya rusak,” jelas Marlina.

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait