Palembang, sumselupdate.com – Berusia 244 tahun, Lawang Borotan menjadi saksi bisu yang dilalui terakhir kalinya oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II sebelum diasingkan ke Ternate oleh Kolonial Belanda.
Sejarawan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Kemas A.R Panji mengatakan, dalam bahasa Palembang, Lawang artinya pintu, sedangkan Borotan berasal dari kata ‘buri’ atau bahasa Palembang berarti belakang.
“Bahwa Lawang Borotan adalah pintu belakang Keraton Kuto Besak atau Keraton Kuto Anyar,” katanya di sela Launching Destinasi Wisata Lawang Borotan, Jumat (25/10/2024).
Ia menjelaskan, dalam beberapa catatan sejarah Lawang Borotan merupakan pintu gerbang sisi sebelah barat dari bangunan Keraton kuto Besak yang dibuat pada masa kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I pada tahun 1780, saat ini telah berusia 244 tahun (1780-2024).
Lawang Borotan berbentuk gerbang besar terbuat dari batu dengan tinggi 8,5 meter, dan lebar 6 meter, dengan tebal kurang lebih 3 meter. Istimewanya masih berada dalam kondisinya yang asli sejak didirikan.
Baca juga : Mengenal Lawang Borotan, Pintu Terakhir yang Dilalui SMB II Sebelum Diasingkan ke Ternate
“Lawang Borotan adalah pintu terakhir yang dilalui oleh Pahlawan Nasional Provinsi Sumatera Selatan yang juga seorang Sultan Palembang, yakni SMB II, yang ketika itu keluar dari istana Keraton Kuto Besak pasca perang Palembang tahun 1821 melawan Belanda,” jelasnya.
Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama Fauwaz Diradja yang merupakan keturunan langsung SMB II, menceritakan kembali saat SMB II melalui Lawang Borotan meninggalkan Keraton Kuto Besak.
“Di sini tempat dimana SMB II terakhir menggalakan istana, pada 21 Juli 1821, bersama keturunan SMB II, anak dan cucunya,” kata SMB IV.
Baca juga : Kloter l Jemaah Haji Asal Palembang dan Muba Tiba di Bandara SMB ll
Kala itu, SMB II diasingkan ke Ternate oleh Belanda. Menggunakan kapal dari Sungai Musi menuju Ternate, tapi di Batavia (Jakarta) diberhentikan. Sebagian barang dan harta yang dibawa sultan dilucuti oleh Belanda.
“Bersama anak cucu, sultan hidup di Ternate hingga wafat di usia 80 tahun pada 1852, dan dimakamkan di Ternate,” katanya.
Lalu anak cucu SMB II kembali ke Palembang. Sayangnya di Palembang pun keluarga tidak tenang karena dikejar Belanda yang tidak suka keluarga kesultanan.
Keluarga lari ke Singapura, sehingga tidak ada keturunan yang lahir di Singapura. Akhirnya keluarga Sultan tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Seperti ada di Banyuwangi, Manado, Bangka, Makassar, Surabaya.
“Maka, sebagai pintu terakhir yang dilalui SMB II, maka Lawang Borotan sudah sepantasnya menjadi destinasi wisata yang selalu dikenang,” katanya. (**)