Ketua MPR: PPHN Penting Untuk Mewujudkan NKRI Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur

Kamis, 28 Oktober 2021
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam 'Kongres Kebangsaan: Ikhtiar Memperadabkan Bangsa', di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Kamis (28/10/2021).

Jakarta, Sumselupdate.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, perlu pemikiran dan kekuatan alternatif untuk mengingatkan serta  menunjukan peta jalan pembangunan yang dapat diandalkan.

Jalan pembangunan yang lebih menjamin ketahanan nasional dengan kesanggupan  merealisasikan visi dan misi negara berdasarkan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Visi negara sebagaimana tertuang pada alinea kedua pembukaan Konstitusi adalah terwujudnya perikehidupan kebangsaan ‘yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur’.

Adapun misi negara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat adalah ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Advertisements

“Cita-cita mewujudkan visi-misi negara yang bersifat prinsipil tersebut, harus diterjemahkan dalam rujukan haluan negara, yang idealnya menjadi wewenang seluruh rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara, dan direpresentasikan melalui lembaga perwakilan. Dalam konsepsi ini, MPR adalah lembaga perwakilan terlengkap, yang mewakili representasi rakyat (DPR) dan representasi teritorial (DPD). Inilah yang melatar belakangi MPR periode 2009-2014 dan MPR periode 2014-2019 merekomendasikan dibentuknya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN),” ujar Bamsoet dalam ‘Kongres Kebangsaan: Ikhtiar Memperadabkan Bangsa’, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Kamis (28/10/2021).

‘Kongres Kebangsaan: Ikhtiar Memperadabkan Bangsa’, diselenggarakan oleh MPR RI bekerjasama dengan Aliansi Kebangsaan dan Forum Rektor Indonesia. Didukung Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), serta Media Kompas.

Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Syarif Hasan, Arsul Sani, dan Hidayat Nur Wahid (virtual). Hadir pula Ketua Kelompok DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Ir Panut Mulyono, Ketua Umum AIPI Dr. Alfitra Salam, Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, Ketua Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Letjen (Purn) Kiki Syahnakri.

Rektor Universitas Hasanuddin Dwia Aries Tina Pulubuhu, Rektor Universitas Terbuka, Ojat Darojat, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)  Ma’mun Murod, serta para pendiri dan tokoh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) antara lain Abdul Latief, Jan Darmadi, dan Maher Algadri.

Ketua DPR RI ke-20 dan dikatakan, dalam pembahasan PPHN, kurang bijaksana jika hanya mendasarkan pada sikap politik setuju atau tidak setuju, yang kemudian dicari berbagai alasan afirmatif untuk mendukung sikap tersebut.

Kiranya layak diperhatikan bahwa negara Indonesia dalam mencapai tujuan berbangsa dan bernegara bukan hanya dilakukan secara fragmentaris, melainkan secara terencana dengan matang dan terintegrasi antar berbagai wilayah di Indonesia.

“PPHN dalam konteks saat ini tidak hanya penting, namun mendesak dan harus dilakukan untuk mewujudkan pembangunan nasional yang selaras dan konsisten dengan paradigma Pancasila, serta berkesinambungan dan berkelanjutan secara lintas periode pemerintahan. PPHN mengarahkan pengelolaan pembangunan nasional, mewujudkan cita-cita nasional, yaitu membangun negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945,” jelas Bamsoet.

Ditambahkan, pembangunan pada hakekatnya merupakan usaha berkelanjutan dalam pemajuan mutu peradaban dengan cara meningkatkan kualitas hidup, dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional, yaitu menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, berlandaskan Pancasila.

Hakikat pembangunan tergambar dalam pesan moral lagu kebangsaan Indonesia Raya ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya’.

Pembangunan bukan hanya pertumbuhan material, tetapi juga perkembangan kejiwaan. Bukan hanya infrastruktur ‘keras’ (sarana fisik), tapi juga infrastruktur lunak (keadaban, pendidikan, kesehatan).

“Aktivitas pembangunan bukan sekadar ‘pembangunan di Indonesia’, yang pelakunya bisa saja bukan orang Indonesia atau tidak berjiwa Indonesia, dengan hasil pembangunan yang dapat menyingkirkan dan mengasingkan bangsa sendiri. Yang harus lebih giat kita kembangkan adalah ‘pembangunan Indonesia’. Pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat Indonesia melalui pengolahan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya Indonesia dengan sepenuh jiwa raga Indonesia,” terang Pontjo Sutowo.

Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif menekankan, jangan sampai setiap rezim berganti, segalanya dimulai dari distract. Karenanya harus ada kontinuitas dari pembangunan.

Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-8 saja, harus menghabiskan masa waktu pembangunan antara 75 hingga 100 tahun.

“Tanpa perencanaan jangka panjang berkelanjutan melampaui tiga rezim pada waktu itu, tidak mungkin saat ini bangsa Indonesia bisa menyaksikan peradaban luhur seperti Borobudur,” papar Yudi. (duk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.