Ini Dampak Vaksin Palsu bagi Kesehatan

Minggu, 17 Juli 2016
Ilustrasi vaksin palsu (change.org)

Jakarta, sumselupdate.com – Pasca kasus vaksin palsu terkuak sejak Juni 2016 lalu, Polri mencatat sedikitnya 197 bayi teridentifikasi mendapat suntikan vaksin palsu yang diduga dibuat dan diedarkan 20 orang.

Vaksin palsu tersebut diduga disuntikkan di 37 fasilitas kesehatan, temasuk 14 rumah sakit, yang tersebar di kawasan Jabodetabek.

Lalu, apa dampak vaksin palsu terhadap para bayi?

Dirga Sakti Rambe, dokter spesialis bidang vaksinologi, mengatakan dampak vaksin palsu bisa ditelaah dari dua segi, yakni keamanan produk dan proteksi.

Advertisements

Dari segi keamanan produk, Dirga merujuk keterangan sejumlah tersangka yang dimuat media massa bahwa untuk membuat vaksin palsu mereka mencampur cairan infus dengan vaksin asli. Campuran tersebut, menurut Dirga, tidak berdampak fatal terhadap tubuh dalam jangka panjang.

Dampak paling mungkin adalah infeksi akibat proses pembuatan vaksin palsu di lingkungan yang tidak steril.

“Saat pencampuran bisa terjadi kontaminasi bakteri, virus, atau kuman. Sehingga bisa saja anak saat disuntikkan mengalami infeksi lokal di bekas suntikan. Apabila cairan pembuat vaksin palsu yang terkontaminasi, infeksi bisa meluas ke seluruh tubuh. Jenis infeksinya juga tergantung apa yang mengontaminasi,” kata Dirga seperti dikutip BBC (16/7).

Akan tetapi, tambah Dirga, kalaupun terjadi infeksi, kondisi itu berlangsung segera setelah penyuntikan dilakukan.

Dampak vaksin palsu selanjutnya bisa ditinjau dari segi proteksi. Dirga mengatakan bahwa seorang anak tidak memiliki proteksi atau perlindungan atas virus-virus tertentu akibat vaksin palsu yang disuntikkan padanya.

“Seorang anak biasanya mendapat suntikan vaksin BCG ketika usianya mencapai dua bulan. Seandainya anak tersebut mendapat vaksin BCG palsu, maka hingga hari ini tubuhnya rentan terhadap kuman TBC,” papar Dirga.

Hal senada diutarakan dr. Nafrialdi, PhD dari Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Menurutnya, wajar ada kekhawatiran apabila seorang anak tidak mendapat vaksin yang benar.

“Kita nggak tahu apakah sejak dia mendapat vaksin palsu dia pernah terkontaminasi kuman TBC atau tidak. Kalau terkontaminasi, kumannya hidup, bertambah banyak, dan penyakitnya timbul,” ujarnya.

Lantas, apakah bayi yang diduga mendapat vaksin palsu perlu vaksinasi ulang?

Menurut Dirga Sakti Rambe, para bayi dan balita yang diduga mendapat vaksin palsu perlu mendapat vaksinasi ulang. Hal ini memungkinkan karena semua jadwal pemberian vaksin bisa dikejar.

“Misalnya, ada anak yang mendapat tiga vaksinasi hepatitis B di rumah sakit yang kemarin disebut. Lalu, anak itu sekarang sudah berusia tiga tahun. Anak itu bisa mendapat vaksinasi hepatitis B lagi karena dikhawatirkan vaksinasi yang sebelumnya diberikan palsu,” kata Dirga.

Selain itu, lanjut Dirga, vaksinasi ulang itu aman dilakukan karena tiada istilah overdosis vaksin.

“Kalau obat ada overdosis obat. Tapi kalau vaksin, tidak ada istilah itu. Jadi aman bagi orang tua untuk memberikan vaksinasi ulang kepada anak mereka. Bahkan, kalaupun ada seseorang ragu apakah dirinya pernah mendapat vaksin jenis tertentu, dia bisa divaksinasi ulang,” pungkas Dirga. (shn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.