Laporan: Miduk Sihaan
Jakarta, Sumselupdate.com – Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai perwujudan pesta demokrasi akan digelar Februari 2024.
Pihak penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kemendagri bahkan telah melaksanakan berbagai tahapan menjelang pesta demokrasi.
Ajang lima tahunan tersebut disambut gembira rakyat Indonesia, karena Pemilu telah dilakukan beberapa kali sejak 1971 berlangsung aman, nyaman, dan damai.
Akan tetapi pada Pemilu 2019, agak mengganggu ketenangan dan kenyamanan rakyat. Sekelompok atau segelintir orang dari pendukung calon presiden tertentu menggunakan isu suku, agama ras, dan aliran (SARA) untuk memojokkan lawan politik atau capres lain.
Terjadilah pembelahan di tengah masyarakat dengan istilah cebong, kampret, dan kadrun. Cara para pendukung capres sangat bertentangan dengan harapan Pemilu yang menginginkan kedamaian dan ketenangan di masyarakat.
Dampak dari pembelahan tersebut masih terbawa sampai sekarang. Di beberapa tempat seringkali kata cebong, kampret, dan kadrun masih digunakan untuk orang yang dianggap berbeda jagoan politiknya.
Bahkan di medsos terus bermunculan kata-kata yang kurang bersahabat tersebut.
Belajar dari pengalaman Pemilu 2019 tersebut, pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pimpinan berbagai lembaga negara meminta seluruh masyarakat, peserta Pemilu tidak lagi menggunakan isu SARA, cebong, kampret, dan kadrun untuk mendulang suara.
MPR RI sebagai lembaga tinggi negara yang salah satu tugasnya mensosialisasikan Empat Pilar (Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) terpaksa ekstra kerja keras menjelang Pemilu 2024 untuk meminimalisir pembelahan di tengah masyarakat.
Tidak heran pimpinan MPR terus mensosialisasikan Empat Pilar ke seluruh lapisan masyarakat mengimbau serta mengajak semua anak bangsa menjaga ketenangan atau kegaduhan menjelang Pemilu.
Sekretaris Fraksi PKB MPR Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menegaskan, merawat kebhinekaan, menjunjung tinggi keberagaman dan menegakkan NKRI tidak hanya di mulut atau jargon dan kata-kata saja.
Akan tetapi, harus termanisfestasikan dalam perbuatan sehari-hari. Elit politik maupun para petinggi negara sebaiknya memberikan teladan kehidupan dan berprilaku di tengah masyarakat.
“Hari ini, saya melihat jelas betapa toleransi dan saling menghormati sangat kental. Selain mengundang masyarakat peserta dari kalangan muslim, juga masyarakat dari kalangan Hindu. Sehingga terlihat berbaur menjadi satu untuk membahas soal kenegaraan,” ujar Neng Eem di acara Forum Komunikasi Publik (FKP) dalam rangka Sarasehan Kehumasan MPR RI, kerja sama MPR dengan Pondok Pesantren As-Siddiqiyyah di Gedung Mendopo Kesari, Jembrana, Bali, Senin (3/7/2023).
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, kehadiran Dewan Pimpinan Pusat Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (DPP FA-BEM) di bawah pimpinan Ketua Umum Zainudin Arsyad dan Sekjen Rafli Maulana, tidak sekadar ajang silaturahmi alumni, melainkan sebagai wadah berpikir intelektual meningkatkan literasi politik generasi muda.
Hal tersebut disampaikan Bamsoet dalam pelantikan DPP FA-BEM, di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Menurut Bamsoet sebagian besar pemuda di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan tingkat menengah ke bawah. Data BPS tahun 2022 merilis, jumlah lulusan SMA tercatat 39,6 persen dan lulusan SMP 35,78 persen.
Sedangkan jumlah lulusan perguruan tinggi hanya mencapai 10,97 persen. Jika tidak disikapi dengan bijaksana, sedikit banyak mempengaruhi kualitas pilihan politik generasi muda.
Tingginya antusiasme pemuda berpartisipasi pada Pemilu 2024, tidak serta merta berbanding lurus dengan minat mereka bergabung dengan partai politik.
Tercermin dari hasil survei hanya 13,6 persen pemuda menyatakan tertarik bergabung dengan partai politik, dan hanya 1,1 persen berafiliasi dengan partai politik. Ini mengindikasikan masih kuatnya stigma negatif pemuda memaknai eksistensi partai politik.
Dikatakan, literasi politik mayoritas pemuda belum mapan. Narasi terhadap politik lebih banyak dibentuk dan dipengaruhi media sosial.
Ini mengindikasikan belum optimalnya peran partai politik maupun organisasi sosial kemasyarakatan melaksanakan pendidikan politik kepada generasi muda.
Masih ada paradigma yang memandang keterlibatan pemuda pada Pemilu, sekadar dorongan untuk meningkatkan partisipasi politik.
Pemuda hanya dimaknai sebagai obyek untuk menghimpun suara. Jarang sekali dikaitkan dengan potensi sebagai bagian dari solusi untuk mewujudkan Pemilu berkualitas.
Dia berharap Forum Alumni BEM harus mampu mengambil peran membangun literasi politik generasi muda, agar tidak mudah diadu domba, dan dipecah belah demi kepentingan politik sesaat.
Dengan luasnya jaringan yang dimiliki, organisasi kepemudaan juga dapat membangun sinergi dan kolaborasi menghadirkan narasi yang sehat dan konstruktif. Sehingga membantu menciptakan Pemilu damai dan bahagia.
Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Himpunan Putra Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) di Jakarta, Jumat (11/8/23) menekankan kembali pentingnya memahami Pancasila, NKRI, UUD, dan Bhineka Tunggal Ika.
Indonesia yang sangat luas, memiliki banyak suku agama dan aliran telah diikat dengan empat pilar tersebut.
Karena keberagaman merupakan keindahan dalam satu frame Bhineka Tunggal Ika. Bamsoet mengajak seluruh masyarakat hidup berdampingan, saling menghargai, menjaga persatuan dan kesatuan terlebih menjelang Pemilu 2024. Jangan sesekali mengatasnamakan agama dan suku dalam berkampanye.
Untuk menggugah serta meyakinkan peserta sosialisasi, Bamsoet memperlihatkan lewat video kehancuran negara Irak, Lybia, dan Surya lantaran rakyatnya diadu domba lewat isu agama dan suku.
Negara tersebut hancur dan butuh waktu puluhan tahun untuk memulihkan situasi. Indonesia harus tetap kuat dan rakyat bersatu.
Jangan mudah diadudomba orang orang yang ingin menghancurkan Indonesia. Dengan sikap persatuan dan kesatuan Pemilu 2024 dipastikan berlangsung aman dan damai. (**)