Gagal Berangkatkan 1.000 Jamaah, Direktur Hasanah Berakhir di Penjara

Kamis, 21 Juni 2018

Palembang, Sumselupdate.com – Tindak pidana penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan Forita alias Rita (47), Direktur Biro Travel Umroh dan Haji Hasanah Barokah Sriwijaya menyebabkan 1.000 jemaah batal berangkat umroh dan haji dengan kerugian mencapai Rp20 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Kombes Pol Budi Suryanto mengatakan, hingga saat ini baru 600-an jemaah yang melapor dari total 1.000 jemaah yang terdata oleh Polda Sumsel.

“Selain umroh, biro travel tersangka pun memberangkatkan haji. Untuk yang umroh saja kerugiannya Rp7 miliar, ditambah yang seharusnya berangkat haji jadi sekitar Rp20 miliar,” ujar Budi, Kamis (21/6/2018).

Budi menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka yakni dengan cara memalsukan enam E-KTP dengan nama yang berbeda. Tujuannya agar tersangka bisa dengan mudah membuka rekening dan menampung uang jemaah.

Advertisements

Beberapa nama yang digunakan dalam KTP yang dimilikinya antara lain tiga KTP atas nama Faorita, satu atas nama Nurita, satu atas nama Rita Hasanah dan satu lagi atas nama Afrita.

“Biro perjalanan umroh dan haji Hasanah Barokah Sriwijaya juga tidak memiliki izin operasional dari Kemenag Sumsel. Ini diperkuat setelah dicek ke Kemenang Sumsel, ternyata biro perjalanan milik tersangka tidak terdaftar alias ilegal,” tegas Budi.

Diketahui biro travel milik tersangka sudah beroperasi sejak 2012 dan 3.000 orang sudah mendaftar, baik umroh maupun haji. Pemberangkatan jemaah juga menggunakan pihak ketiga di Jakarta melalui biro Hasanah dan Anabi karena biro milik tersangka ilegal.

Sebanyak 2.000 jemaah sudah diberangkatkan hingga 2017 lalu. Sedangkan sejak 2018-2019 masih ada 1.000 orang yang sudah mendaftar dan menyetorkan uang, namun belum juga diberangkatkan.

“Uang yang telah disetor jemaah untuk berangkat umroh menggunakan jasa biro milik tersangka ternyata digunakan untuk kepentingan pribadinya. Uang yang dikumpulkan dari jemaah, salah satunya dipergunakan untuk membeli 10 unit ruko dan mobil. Dari penyelidikan juga terungkap, bila uang yang disetorkan jemaah digunakan untuk membayar kartu kredit miliknya,” ujar Budi.

Modus yang dijalankan Rita hampir sama dengan penipuan biro haji dan umroh seperti First Travel maupun Abu Tour. Uang jemaah yang sudah disetor, akan digunakan untuk memberangkatkan jemaah sebelumnya.

Nantinya, calon jemaah selanjutnya yang telah menyetorkan uang keberangkatan tidak disetorkan. Uang jemaah, dimasukannya ke dalam tabungan dan digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya.

Karena uang jemaah sudah habis, Faorita alias Rita memutuskan kabur ke Jabar. Budi berujar, Polda Sumsel sejak dua tahun terakhir sudah sangat sering menerima pengaduan mengenai penipuan umroh.

“Kami imbau masyarakat jangan mudah percaya dengan janji umroh yang murah. Kemenag sudah menentukan biaya umroh minimal Rp 20 juta. Ini modus untuk menipu jemaah. Hanya jemaah kloter pertama yang mendaftar diberangkatkan. Tujuannya sebagai pemancing agar banyak jemaah lain yang mendaftar, setelah banyak uangnya digelapkan,” ungkapnya.

Pihaknya masih terus mengembangkan penyelidikan dan kemungkinan tersangka bisa bertambah, termasuk suami tersangka Rita yang masuk dalam manajemen Hasanah Barokah Sriwijaya.

“Penyidik hingga kini masih terus mengembangkan kasus. Langkah selanjutnya kami akan menyita aset-aset milik Faorita,” ujarnya.

Sementara itu, tersangka Rita mengaku dirinya pergi ke Jabar untuk mengurus anaknya yang paling kecil masuk sekolah. Sehingga dirinya pergi ke Jabar dan berencana akan kembali lagi ke Palembang.

Ia mengelak, bila dirinya kabur dari Palembang dan lepas tanggung jawab atas jemaah yang gagal berangkat. “Jemaah gagal berangkat karena ada kesalahan manajemen dan ada beberapa dokumen yang salah. Jadi tidak bisa berangkat,” kilahnya.

Terkait Hasanah Barokah Sriwijaya tidak memiliki izin dan menyewa pihak ketiga, Rita menyatakan bila mereka tidak memiliki tenaga untuk menjadi pembimbing. Sehingga, menyewa tenaga pembimbing bagi jemaah saat tiba di Jakarta maupun di tanah suci.

Tersangak enggan menjelaskan dengan rinci terkait pemalsuan KTP miliknya. Ia hanya beralasan, bila banyaknya KTP yang dibuat agar bisa memisahkan uang milik jemaah dan uang pribadi. “Karena uang jemaah pernah tersedot untuk kartu kredit, jadi saya buat KTP lain. Untuk buka rekening,” pungkasnya. (pto)

Yuk bagikan berita ini...

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.