Jakarta, Sumselupdate.com – 300 ribu ton beras berkutu sisa impor tahun 2024, menjadi kenyataan pahit adanya kerugian negara. Bulog sejak awal tidak melakukan transparansi pengelolaan, sehingga beras tersebut tidak distribusi.
“Bulog harus bertanggungjawab atas kerugian ini. Jangan sampai dengan dalih beras bisa difumigasi, lantas dianggap negara tidak merugi. Ini jelas kerugian karena tak layak dikonsumsi,” ujar anggota Komisi IV DPR, Hindun Anisah, Minggu (16/3/2025).
Hindun menduga, hitungan riil beras berkutu dimungkinkan lebih dari 300 ribu ton. Hal itu, kata dia, karena di beberapa kantor wilayah dan cabang cenderung tidak transparan memberikan laporannya. “Bisa jadi hitungan ini lebih. Bulog saja yang nggak transparan,” tuturnya.
Hindun berharap, jajaran baru direksi Bulog melakukan perencanaan matang dan strategis. Sehingga, situasi tersebut tidak lagi terulang.
“Ini peringatan! Jajaran direksi baru harus lebih jeli dan visioner agar tidak merugikan keuangan negara,” harap anggota Fraksi PKB dari daerah pemilihan Jawa Tengah 2.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menemukan beras impor berkutu saat kunjungan di Bulog Jogjakarta beberapa waktu lalu.
Dia menyayangkan temuan tersebut karena rakyat berarti telah dibodohi.
“Kami meminta jajaran Kementan segera mengelola beras tersebut. Jika dilepas ke pasar, beras itu sudah tentu tak layak dijual,” katanya menanggapi janji Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang akan mengambil langkah pengendalian beras berkutu tersebut dan bahkan berjanji tidak akan mendistribusikan beras tersebut.
“Nanti ini kita akan bahas, biasanya kita keluarin. Tetapi tidak boleh untuk masyarakat, tidak boleh untuk SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) atau bantuan (bansos),” kata Amran beberapa waktu lalu di Jakarta.
Yang berbeda justru Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.
Dikatakan, stok beras yang disebut berkutu di gudang Perum Bulog masih dapat dikonsumsi. Meskipun, kata dia, harus lewati proses fumigasi atau pengendalian hama.
“Masih bisa dikonsumsi beras kutu itu. Artinya beras itu tidak mengandung chemical yang berlebihan,” papar Arief.