Pemerintah Pertimbangkan Tebus WNI yang Disandera Abu Sayyaf

Kamis, 31 Maret 2016
Ilustrasi : Sutomo (49) Menunjukan Foto Putranya, Bayu Oktavianto, Satu dari Sepuluh Awak Kapal WNI yang Disandera Kelompok Abu Sayyaf saat Melintas di Perairan Filipina, Sabtu 26 Maret 2016 (antaranews.com)

Jakarta, sumselupdate.com – Untuk menyelamatkan 10 WNI yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina, Pemerintah menyiapkan seluruh opsi, baik negosiasi, membayar tebusan ataupun perlawanan militer.

“Semua kemungkinan kita coba kok. Semua peluang, karena prioritas kita kan keselamatan WNI. Pokoknya semua opsi masih dipertimbangkan, kita lihat mana yang paling aman untuk keselamatan WNI kita,” ungkap Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, pada Rabu (30/03).

Diketahui, Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta Peso Filipina atau sekitar Rp 15 miliar, jika ingin seluruh sandera dibebaskan.

Adanya pertimbangan pembayaran tebusan oleh pemerintah tersebut disambut baik oleh analis politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth.

Advertisements

“Ini berpacu dengan waktu yang semakin mendekat,” tutur Adriana. Apalagi para perompak disebut telah menetapkan tenggat waktu pembayaran yaitu pada 8 April, tidak sampai 10 hari ke depan.

“Itu teroris kan pasti punya tujuan ekonomi. Semua harus disiapkan, diplomasinya disiapkan dengan meminta pemerintah Filipina membantu karena (kejadian) ada di sana. Uangnya ya kita siapkan lah. Kalau terjadi sesuatu yang buruk dan we have no choice, kita selamatkan warga kita dulu,” imbuhnya.

Sebanyak 10 WNI disandera Abu Sayyaf, ketika kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berlayar dari Kalimantan Selatan dengan tujuan Filipina, dirompak kelompok separatis itu di perairan Tawi-tawi, Filipina Selatan.

Kapal tunda Brahma 12 telah dilepas. Sementara kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batubara, masih berada di tangan perompak.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan, pihaknya siap mengerahkan pasukan jika dibutuhkan. Saat ini lima kapal perang dan sejumlah pasukan elit TNI Angkatan Laut di Tarakan, Kalimantan Utara, telah berada dalam “posisi siaga satu”.

Namun, Gatot menyatakan pemerintah harus menunggu keputusan dari Filipina. “Itu kan dalam wilayah Filipina. Etikanya kita masuk wilayah orang, kan harus izin,” ujar Gatot.

Di sisi lain, kekhawatiran kini sangat dirasakan keluarga anak buah kapal, karena hingga saat ini belum diketahui nasib anggota keluarganya itu. Salah satunya Aidil, ayah dari Wendi Raknadian, kru kapal Anand 12. Aidil mendapat kabar bahwa kapal anaknya dirompak, dari perusahaan pemilik kapal, pada Minggu (27/03).

“Kalau menurut saya, tergantung pemerintah dan perusahaan. Kalau mau bayar (tebusan) ya bayar. Cuma saya sebagai orang tua, berharap semoga anak saya selamat, jangan terancamlah nyawanya. Perasaan saya was-was, soalnya saya belum lihat bagaimana keadaannya. Berdoa aja, mudah-mudahan dia selamat,” harap Aidil di Padang, Selasa (30/3).

Namun, hingga saat ini pemerintah belum mau memaparkan detil seputar langkah-langkah yang akan diambil dalam menyelamatkan 10 WNI. “Situasi yang tidak dapat diprediksi dan dinamis”, disebut Kemenlu, sebagai alasannya. (bbcindonesia/shn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.