MPR Ajak Kaji Ulang Sistem Demokrasi Pemilihan Langsung di Indonesia

Penulis: - Rabu, 27 Maret 2024

Jakarta, Sumselupdate.com — Ketua MPR RI sekaligus Dosen Pascasarjana Universitas Pertahanan, Universitas Trisakti dan Universitas Borobudur Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, berkaca pada pelaksana Pemilu dengan sistem demokrasi pemilihan langsung mulai dari Pemilu 2009 hingga Pemilu 2024 telah mendorong demokrasi transaksional di tengah masyarakat.

Maraknya politik transaksional mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat. Model demokrasi transaksional tidak menjadikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi.

Bacaan Lainnya

“Demokrasi transaksional pada Pemilu 2024 harus diakui semakin masif dan terbuka dibandingkan tiga Pemilu sebelumnya dengan sistem Pemilu terbuka. Masyarakat tidak segan meminta uang secara langsung kepada calon anggota legislatif (Caleg). Para Caleg pun secara terang-terangan tidak ‘malu’ memberikan uang kepada masyarakat untuk memilih dirinya,” ujar Bamsoet saat mengajar mata kuliah ‘Karakter Bangsa dan Bela Negara’ dengan tema ‘Demokrasi Indonesia’ kepada mahasiswa Pascasarjana Universitas Pertahanan secara daring di Jakarta, Rabu (27/3/24).

Dikatakan, menelisik dari hasil Pemilu 2024, banyak Caleg berkualitas dan kapabilitas sebagai anggota dewan harus tersingkir, karena maraknya politik transaksional di masyarakat. Persaingan para Caleg lebih didominasi kekuatan finansial. Visi, misi, program kerja ataupun sumbangsih para Caleg, terkalahkan oleh ‘serangan fajar’ jelang pencoblosan.

“Istilah nomer piro wani piro (NPWP) menjadi hal biasa ditengah masyarakat. Pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas para Caleg. Mereka lebih mengutamakan berapa besar uang yang diterima dari para Caleg. Bahkan, tidak jarang ada satu pemilih yang menerima ‘serangan fajar’ dari dua hingga tiga Caleg sekaligus,” kata Bamsoet.

Dia pun mengajak mengkaji kembali sistem demokrasi Indonesia saat ini. Perlu ditelaah kembali apakah sistem demokrasi langsung lebih banyak manfaatnya atau justru banyak mudaratnya.

Karena, bukan tidak mungkin jika sistem demokrasi langsung dalam Pemilu ataupun Pilkada terus dipertahankan, demokrasi di Indonesia hanya bergantung pada nominal rupiah, bukan lagi memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Sistem demokrasi langsung yang dianut bangsa Indonesia sangat berpotensi menggiring orang untuk terjerat dalam tindak korupsi. Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sistem demokrasi langsung memiliki daya rusak luar biasa. Tidak aneh bila banyak kepala daerah ataupun anggota dewan yang tersangkut kasus korupsi, karena saat pemilihan mereka mengeluarkan biaya yang sangat tinggi,” tegas Bamsoet. (duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.