Jakarta,sumselupdate.com – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekspor dan pengendalian inflasi volatile food di tahun 2022 melalui stabilisasi harga bahan pokok. Sejumlah langkah strategis akan dilakukan agar pemulihan kinerja perdagangan terus berlanjut.
Hal tersebut disampaikan Mendag Lutfi dalam “Konferensi Pers Outlook Perdagangan 2022” yang digelar secara virtual di Jakarta, Selasa (18/1/2022). Turut hadir sebagai narasumber yaitu Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Muhammad Ikhsan.
Momentum pertumbuhan ekspor perlu dijaga mengingat capaian kinerja ekspor Indonesia pada 2021, yang terdiri atas ekspor migas dan nonmigas, telah memecahkan rekor tertinggi dalam sejarah dengan nilai USD 231,54 miliar. Besaran ini bahkan mengalahkan nilai ekspor tertinggi Indonesia yang selama ini dicatatkan pada 2011 sebesar USD 203,50 miliar.
“Ekspor Indonesia di 2021 menembus angka USD 231,54 Miliar. Angka ini merupakan yang tertinggi, melampaui catatan nilai ekspor tertinggi Indonesia selama ini di 2011 yang sebesar USD 203,50 miliar,” ujar Mendag Lutfi.
Mendag menambahkan, nilai ekspor 2021 yang menjadi rekor baru ini didominasi produk manufaktur. Produk tersebut adalah CPO dan turunannya, besi baja, produk elektronik dan elektronika, serta kendaraan bermotor dan suku cadangnya. “Empat dari lima produk ekspor utama di 2021 merupakan produk manufaktur,” kata Mendag.
Secara rinci, lima komoditas ekspor nonmigas terbesar Indonesia pada 2021 adalah batu bara dengan nilai USD 32,84 miliar, CPO (USD 32,83 miliar), besi baja (USD 20,95 miliar), produk elektronik dan elektronika (USD 11,80 miliar), serta kendaraan bermotor dan suku cadangnya (USD 8,64 miliar).
Sementara itu, neraca perdagangan kumulatif Indonesia periode Januari–Desember 2021 mencatatkan surplus sebesar USD 35,54 miliar. Surplus tersebut diperoleh dari defisit neraca migas sebesar USD 13,25 miliar dan surplus neraca nonmigas sebesar USD 48,60 miliar. Nilai surplus nonmigas 2021 tersebut turut mencatatkan rekor sebagai surplus nonmigas terbesar sepanjang sejarah.
Bila dibandingkan dengan ekspor 2020 yang mencatatkan nilai USD 163,19 miliar, ekspor 2021 tumbuh hingga sebesar 41,88 persen. Di sisi lain, impor 2021 tercatat sebesar USD 196,20 miliar atau tumbuh 38,59 persen dibanding impor 2020 yang sebesar USD 141,57 miliar.
Dikatakan, pada 2021 surplus perdagangan tertinggi Indonesia dengan negara mitra dicatatkan oleh perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) dengan nilai USD 14,52 miliar, disusul dengan Filipina (USD 7,33 miliar), dan India (USD 5,62 miliar).
Sementara perdagangan Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 2021 mengalami defisit sebesar USD 2,45 miliar. Namun, defisit ini berkurang hingga 68,84 persen dibandingkan pada 2020 USD 7,85 miliar.
Ditambahkan, Kemendag akan terus menjaga momentum pertumbuhan ekspor di tahun 2022. Sejumlah tantangan yang menjadi perhatian utama adalah kebijakan tapering off, hambatan logistik dunia, krisis energi, serta strategi menghadapi pandemi Covid-19.
“Indonesia memperhatikan kebijakan tapering off oleh Amerika Serikat. Selain itu, diharapkan penyelesaian gangguan logistik global akan lebih baik pada 2022. Pemerintah juga tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mengatasi krisis energi dalam perekonomian global serta terus melakukan upaya pengendalian pandemi Covid-19. Langkah ini perlu dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan dan menjaga momentum pertumbuhan ekspor,” tegasnya.
Terkait perjanjian dagang, Mendag menjelaskan yang sedang diupayakan dan menuju tahap penyelesaian di antaranya dengan Uni Emirat Arab yang diharapkan selesai Maret 2022. Selanjutnya, Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Bangladesh juga dalam tahap penyelesaian tahun 2022.
“Tunisia yang akan dipercepat. Sedangkan dengan Turki dan Iran akan dimulai kembali putarannya. Untuk Uni Eropa juga sudah memasuki putaran kesebelas dan ditargetkan selesai akhir 2022. Beberapa perundingan dengan negara mitra dagang yang sudah memasuki tahap awal juga akan diteruskan, di antaranya India, Kanada, Pakistan untuk perdagangan barang, dan Chile untuk perdagangan jasa.” papar Mendag.
Stabilitas Harga Bahan Pokok Tekan Inflasi Volatile Food
Sementara itu, di sektor perdagangan dalam negeri, Mendag mengatakan, secara umum inflasi volatile food sepanjang 2021 sebesar 3,20 persen YoY, relatif rendah dibanding tahun sebelumnya 3,62 persen YoY. Pada 2021, volatile food menyumbang 16 persen dari keseluruhan inflasi yang tercatat 1,87 persen YoY.
Jika dilihat dinamika inflasi selama empat tahun terakhir, terdapat dua periode kenaikan harga setiap tahun yakni pada periode Puasa–Lebaran serta Natal–Tahun Baru. Namun, periode Puasa–Lebaran 2021, inflasi volatile food di bawah satu persen.
Hal ini menunjukan tidak terjadi kenaikan harga yang terlalu signifikan. Sebab pasokan pangan cukup dan permintaan belum pulih akibat pandemi. Sementara periode Natal dan Tahun Baru 2021, komoditas yang menyumbang inflasi antara lain telur, daging ayam, minyak goreng, cabai rawit merah, dan daging sapi.
“Akan tetapi jika dilihat dari harga-harga tersebut, saat ini cabai sudah turun signifikan dibanding akhir tahun lalu. Sementara, telur saat ini harganya sudah mendekati harga acuan,” jelas Mendag.
Di sisi lain, Arsjad mengungkapkan, sisi kebijakan maupun reformasi struktural yang sedang dijalankan sangat membantu. Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja akan membuat investasi lebih banyak lagi dan meningkatkan kemudahan berusaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Pada 2022, hal yang harus ditingkatkan bersama-sama adalah penyerapan tenaga kerja. Dilihat dari sisi investasi, penyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 5,9 persen secara tahunan. Jadi, masih ada pekerjaan rumah bagaimana penyerapan tenaga kerja lebih optimal. Selain itu, yang harus diperhatikan juga terkait logistik agar peluang yang ada dapat dimaksimalisasi,” ujar Arsjad. (duk)