Jakarta, Sumselupdate.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bersama Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) K.H. Chriswanto Santoso menandatangani nota kesepahaman antara MPR dengan LDII untuk penguatan pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan melalui Sekolah Virtual Kebangsaan.
Sehingga dapat memasifkan kegiatan internalisasi program Empat Pilar MPR RI di lingkungan warga LDII, khususnya bagi para pengurus, generasi muda dan Ustadz/Ustadzah LDII melalui kegiatan Sekolah Virtual Kebangsaan.
“Selain melalui penyelenggaraan Sekolah Virtual Kebangsaan, MPR dan LDII juga akan menyelenggarakan berbagai kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Pondok Pesantren, Sekolah/Madrasah, Yayasan, Majelis Taklim, dan/atau komunitas warga LDII baik di dalam maupun di luar negeri. Sekaligus mengajak partisipasi warga LDII dalam berbagai kegiatan sosial-kemasyarakatan yang diselenggarakan MPR RI,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Hadir antara lain, Ketua Umum LDII K.H. Chriswanto Santoso, Sekretaris Umum LDII Dody Taufiq Wijaya, Ketua LDII Singgih Trisulistyono, dan Ulama KH Aceng Karimullah.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, kerjasama Sosialisasi Empat Pilar MPR RI memiliki makna penting, mengingat ormas keagamaan adalah entitas sosial yang memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kehadiran ormas keagamaan pun cenderung lebih mudah diterima masyarakat, dibandingkan organisasi kemasyarakatan lain, karena ormas keagamaan dipimpin tokoh agama yang menjadi teladan bagi masyarakat.
“Kecenderungan penghormatan masyarakat terhadap eksistensi ormas keagamaan selaras dengan temuan hasil survei LSI, bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap himbauan tokoh agama memiliki persentasi cukup tinggi, mencapai 51,7 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan kepatuhan terhadap seruan politisi, yang hanya mencapai 11 persen,” jelas Bamsoet.
Dikatakan, pada prinsipnya, hubungan kerjasama yang dibangun dengan ormas keagamaan, bersifat simbiosis mutualisme, saling menopang satu sama lain. Di satu sisi, ormas keagamaan dapat memanfaatkan kerjasama dalam kerangka internalisasi nilai-nilai dan wawasan kebangsaan secara lebih intensif dan mendalam.
Di sisi lain, eksistensi ormas kegamaan menjadi filter untuk menetralisir hadirnya isu keagamaan yang sensitif, jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana, dapat menimbulkan kesalahpahaman, memantik konflik sosial, bahkan menggerus ikatan soliditas kebangsaan kita.
“Kemajuan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin terelakkan. Seiring perjalanan waktu, tatanan kehidupan akan terus mengalami pergeseran dan perubahan, melahirkan paradigma baru pada berbagai aspek kehidupan. Rangkaian momentum kehidupan akan melahirkan ragam peradaban yang akan membentuk periodisasi zaman, di mana setiap periodisasi tersebut akan menghadirkan tantangan yang terus berkembang secara dinamis,” tegas Bamsoet. (**)