Cirebon, Sumselupdate.com – Dukungan wartawan yang tergabung dalam Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) terhadap Proposal Kenegaraan DPD RI untuk perbaikan sistem bernegara Indonesia, sangat penting.
Sebab, salah satu cara mewujudkan proposal tersebut melalui Konsensus Nasional yang disepakati seluruh elemen bangsa dan lembaga negara.
“Kami yakin hubungan mesra dan publikasi terkait dengan 5 proposal ini akan memperbaiki masa depan bangsa. Peran DPD saat ini tidak maksimal di legislatif, tapi dengan media kita semua bisa sukseskan proposal dan perjuangan ini. Di sinilah peran penting wartawan meresonansikan gagasan demi Indonesia lebih baik kepada seluruh elemen bangsa,” ujar Senator asal Aceh Fachrul Razi dalam acara Press Gathering DPD RI dan KWP dengan tema Membedah 5 Proposal Kenegaraan DPD RI di Hotel Luxton, Cirebon, Kamis (21/9/2023).
Menurut Fachrul, demokrasi yang harus diperjuangkan agar Indonesia lebih baik adalah demokrasi yang tidak merusak azas bangsa dan negara yaitu Pancasila. Sehingga Indonesia tetap berada di bawah track kehidupan yang sesuai nilai Pancasila yang sudah disepakati. Bukan nilai liberalis, individualis dan watak ekonomi kapitalis.
Karena secara yuridis formal di Pasal 37 UUD DPD RI tidak memenuhi jumlah mengusulkan agenda amandemen.
Ketua DPD RI LaNyalla Mattaliti menegaskan, lima proposal kenegaraan yang ditawarkan merupakan upaya ketiga. Tetapi upaya ini beda dengan dua upaya sebelumnya. Karena bukan untuk kepentingan DPD RI saja, tetapi lebih luas dari itu untuk kepentingan bangsa agar negara ini dapat mempercepat mewujudkan cita-cita dan tujuan lahirnya negara.
Gagasan ini ditawarkan menjadi kesadaran kolektif dan konsensus nasional bangsa dan negara.
“Lima proposal kenegaraan DPD RI muncul dari hasil temuan dan aspirasi dari 34 Provinsi, hampir di seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dimana persoalan yang dihadapi, sama, ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.
Dikatakan, dalam penelaahan DPD RI, akar persoalannya adalah Konstitusi hasil Perubahan tahun 1999 hingga 2002 telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi dan meninggalkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi.
“Hal ini juga sesuai dengan temuan Komisi Konstitusi yang dibentuk MPR tahun 2002, dan hasil kajian akademik Pusat Studi Pancasila di UGM,” tuturnya.
Atas kesadaran tersebut, lanjut LaNyalla, DPD RI membahas hasil temuan dan aspirasi yang diterima dan akhirnya sepakat menawarkan gagasan perbaikan Indonesia, demi Indonesia lebih kuat, lebih bermartabat, lebih berdaulat dengan cara kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.
“Makanya kita harus kembali kepada Pancasila, ” tegas LaNyalla. (duk)