Duh, Skenario Terburuk Ekonomi RI Tahun Ini: Minus 2%

Selasa, 5 Mei 2020
Ilustrasi kesibukan di terminal peti kemas.

Jakarta, Sumselupdate.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2020 hanya tumbuh 2,97% secara year on year (yoy).

Sementara Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada 10 Maret 2020 lalu memprediksi ekonomi di kuartal pertama ini bisa tumbuh 4,7%. Kemudian, pada 18 Maret lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 di atas 4,5%.

Dengan melesetnya prediksi pemerintah, pengamat ekonomi Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 (full year) ini minus 2%.

“Kalau kuartal I sudah anjlok cukup dalam maka diperkirakan kuartal II-2020 ekonomi akan minus. Karena di kuartal kedua ada perluasan PSBB dikota selain Jakarta dan pelarangan mudik. Ini aktivitas ekonomi nyaris mati total. Untuk full year skenario terburuk -2%,” kata Bhima, Selasa (5/5/2020) seperti dikutip dari detikcom.

Advertisements

Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga memprediksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 ini berpotensi negatif.

“(Full year) bisa di bawah 0% karena situasinya kan asumsi pemerintah sudah meleset jauh di triwulan pertama, dari 4,5% jadi 2,97%. Artinya ini masuk skenario berat bahwa pertumbuhan ekonomi kita bisa di bawah 0% di tahun 2020. Iya negatif, skenario terburuknya minus 0,4%,” jelas Tauhid.

Tauhid mengungkapkan, melihat komponen konsumsi terjun bebas sampai ke angka 2,84% pada kuartal I-2020, sementara di kuartal I-2019 yang sebesar 5,02%, maka pemerintah harus memberikan stimulus untuk mendongkrak konsumsi. Salah satunya meningkatkan nilai bantuan sosial (bansos) yang sudah dikucurkan ke masyarakat.

“Sarannya bantuan ini harus ditingkatkan besarannya, mungkin 2 kali lipat, yang Rp 600.000 bisa jadi Rp 1,2 juta dan sebagainya,” tuturnya.

Ia juga menyarankan pemerintah mengubah bentuk bansos yang diberikan, dari sembako atau non-tunai menjadi bantuan langsung tunai (BLT).

“Kalau semuanya non tunai maka ekonomi di tingkat bawah tidak banyak terjadi. Kan diharapkannya itu bisa tumbuh, sehingga ada multiplier effect ke sektor lain,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyarankan pemerintah memperlebar jangkauan bansos. Menurut Tauhid, dampak Corona ini tak hanya ‘menampar’ masyarakat miskin, namun juga kelas menengah.

“Di kelas menengah ini juga terasa, mereka mengurangi konsumsi. Bahkan mengencangkan ikat pinggang dengan tidak melakukan konsumsi yang berlebihan, banyak yang saving untuk berjaga-jaga tidak hanya sampai 4-5 bulan, mungkin sampai akhir tahun jadi konsumsinya pasti turun. Menurut saya jangkauan bansos itu bisa diperluas. Itu penting. Karena yang sekarang kalau lihat datanya konsumsi itu hampir separuh terpotong dari data BPS tadi. Kalau itu bisa kita buat kembali normal, katakanlah pertumbuhannya 4% itu sudah lumayan mendorong pertumbuhan ekonomi secara agregat,” pungkasnya. (adm3/dtc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.