Palembang, Sumselupdate.com- Hujan deras selama sekitar tiga jam pada 18 November 2024 lalu menyebabkan sebagian besar wilayah Kota Palembang terendam banjir bahkan menelan korban jiwa.
Titik banjir tersebar seperti di Plaju, Seberang Ulu I, Mayor Ruslan, Veteran, RA Abusamah, Seduduk Putih, kawasan Dempo, KM 6, Jalan Sudirman/ kawasan Masjid Agung, Makrayu, Jalan Perindustrian, 22 Ilir, Sultan Mansyur, dan beberapa kawasan lainnya.
Bahkan, seorang anak bernama Atha Paris (6 tahun) tenggelam di selokan Perumahan Gading Mansion, Kelurahan Karya Baru, Kecamatan Alang-alang Lebar.
Melihat fakta ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan (Sumsel) menilai pemerintah cukup lalai soal kenyamanan hidup masyarakatnya.
Persoalan banjir sampai hari ini belum ditangani secara serius oleh Pemerintah Kota Palembang. Banjir menjadi bencana menakutkan yang mengancam terutama di musim hujan.
“Melihat banjir yang makin parah, terlihat Pemkot Palembang tidak mentaati tuntutan WALHI yang disahkan PTUN sejak dua tahun lalu,” kata Muhammad Rizki Syaputra, Ketua Koordinator Aksi WALHI di DPRD Kota Palembang, Rabu (20/11/2024).
WALHI menila banjir yang terus melanda Kota Palembang adalah manifestasi nyata dari bencana ekologis yang telah menimbulkan kerugian besar. Baik di bidang sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
Penyebab utama masalah ini adalah menurunnya daya dukung lingkungan dan buruknya tata kelola tata ruang. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan prinsip keberlanjutan seperti alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) dan rawa.
“Banjir ini juga disebabkan Pemkot tidka menyediakan Kolam Retensi secara cukup dan saluran drainase yang memadai sebagai fungsi pengendalian banjir,” jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, DPRD Kota Palembang mesti memastikan bahwa walikota terpilih pada Pilkada 2024 melaksanakan putusan PTUN nomor 10/G/TF/2022/Ptun.PLG secara penuh dan sesuai amanat hukum.
“Dimana kita tahu penyediaan RTH saat ini saja baru sekitar 12 persen, artinya belum ada setengahnya dari aturan,” ujarnya.
Walhi meminta DPRD kota Palembang harus menjalankan fungsi pengawasan secara aktif transparan dan akuntabel untuk memastikan implementasi program penanganan banjir berjalan dengan baik.
“Serta memasukkan isu banjir sebagai prioritas utama dalam perencanaan pembangunan jangka menengah atau RPJMD dan kebijakan tata ruang,” katanya.
Ketua Komisi III DPRD kota Palembang Rubi Indiarta sepakat jika melihat kondisi banjir yang kian parah ini menunjukkan adanya kesalahan dalam pemenuhan tuntutan PTUN.
“Nampaknya Pemerintah ini lena, harusnya pekerjaan dilakukan sejak kemarau sehingga tidak terjadi banjir, harusnya ada satgas khusus yang melakukan evaluasi banjir sehingga tidak terjadi lagi banjir, melakukan antisipasi banjir sejak awal,” jelas Rubi.
Komisi III akan memanggil mitra kerja mereka yakni Dinas PUPR Kota Palembang untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut yang telah merugikan tak hanya ekonomi juga korban jiwa ini.
“Kami baru dilantik dua bulan lalu. Kedepan kami meminta pihak terkait melaksanakan aturan yang sudah dibuat ini bisa dijalankan seperti RTH 30 persen, kolam retensi, drainase, dan lainnya,” jelasnya.