Asal Usul Nama ‘Palembang’, Kota Tertua di Indonesia Kini Berusia 1340 Tahun

Sabtu, 7 Oktober 2023
LRT di Palembang

Palembang, Sumselupdate.com – Kota Palembang, yang terletak di Pulau Sumatera, Indonesia, adalah salah satu kota tertua di negara ini. Hal ini dapat ditelusuri berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit, yang bertanggal 16 Juni 682. Prasasti ini mengungkapkan asal usul kota ini dan bagaimana kondisi alamnya telah memainkan peran penting dalam perkembangan sejarah dan budayanya.

Tahun ini Kota Palembang telah hari ulang tahun ke-1340 yang diperingati pada 16 Juni 2023 lalu. Dengan umur yang cukup tua, Kota Palembang memiliki sejarah yang panjang dari asal usul nama, hingga pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.

Bacaan Lainnya

Berikut sejarah Kota Palembang yang dirangkum Sumselupdate.com dari situs Pemerintah Kota Palembang:

1. Asal Usul Nama Kota Palembang

Nama “Palembang” memiliki asal usul yang menarik. Menurut prasasti Kedudukan Bukit tahun 682M, oleh penguasa Sriwijaya, sebuah Wanua didirikan di daerah yang sekarang dikenal sebagai Kota Palembang.

Penamaan kota ini dapat diurai menjadi dua kata: “Pa” atau “Pe” yang berarti kata tunjuk suatu tempat atau keadaan dalam bahasa Melayu, dan “lembang” atau “lembeng,” yang artinya tanah yang rendah atau genangan air. Dengan demikian, Palembang dapat diartikan sebagai “suatu tempat yang digenangi oleh air.”

2. Kondisi Alam

Air menjadi sarana transportasi yang sangat penting, ekonomis, efisien, dan cepat di Kota Palembang. Kondisi alam yang memungkinkan transportasi air yang efektif telah menjadi salah satu faktor kunci dalam perkembangan kota ini. Selain itu, letak geografisnya yang strategis memungkinkan kota Palembang menjadi pusat yang mengendalikan lalu lintas antara tiga wilayah penting: tanah tinggi Sumatera bagian Barat (Pegunungan Bukit Barisan), daerah kaki bukit atau piedmont, serta daerah pesisir timur laut. Ketiga kesatuan wilayah ini memengaruhi pembentukan pola kebudayaan yang berperan dalam sejarah Palembang.

Faktor setempat, seperti jaringan dan komoditi dengan frekuensi tinggi, telah terbentuk sebelumnya dan berhasil mendorong manusia setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di Sumatera Selatan. Faktor setempat ini menjadikan Palembang ibukota Sriwijaya, sebuah kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik di wilayah Asia Tenggara. Sriwijaya, seperti bentuk pemerintahan Port-polity di Asia Tenggara lainnya, merupakan pusat redistribusi yang menghasilkan tambahan kekayaan dan kontak budaya, dengan pemimpin setempat (datu) memegang peran sentral.

3. Catatan Tertulis tentang Sriwijaya

Banyak catatan tertulis yang menggambarkan Sriwijaya, termasuk kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke-14. Kronik ini menggambarkan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan asing yang menguasai Selat. Pelabuhan Sriwijaya menggunakan rantai besi untuk menjaga keamanan dari bajak laut. Pelaut asing mencatat keajaiban dan keindahan kota Palembang, membuatnya menjadi pusat pelayaran yang disegani.

Isi dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14 yakni: “Negara ini terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan. Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah di pelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.”

Selain catatan tertulis, legenda dan cerita tentang Sriwijaya juga melimpah. Pelaut-pelaut Cina, Arab, dan Parsi mencatat pengalaman mereka dengan beragam kisah dan keajaiban. Deskripsi pelabuhan, kehidupan penduduk, dan budaya Palembang menciptakan gambaran yang memukau.

Pelaut-pelaut Arab dan Parsi menggambarkan keadaan sungai Musi, di mana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, di mana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan keajaiban 1001 malam. Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, di mana mereka melihat bagaimana kehidupan penduduk kota yang hidup di atas rakit-rakit tanpa dipungut pajak.

Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah di tanah kering di atas rumah yang bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).

4. Keruntuhan Sriwijaya dan Pertumbuhan Kerajaan Islam

Meskipun Sriwijaya mengalami kejayaan di abad-abad ke-7 dan ke-9, keruntuhan perlahan-lahan terjadi pada abad ke-12. Persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India, dan bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara semuanya berperan dalam keruntuhan tersebut. Kerajaan-kerajaan Islam seperti Aceh dan Semenanjung Malaysia mengambil alih peran penting dalam sejarah wilayah tersebut.


Kota Palembang adalah saksi hidup sejarah yang luar biasa panjang. Sejarahnya yang kaya dan unik mencerminkan pentingnya kondisi alam dan faktor setempat dalam perkembangan sebuah kota dan kebudayaannya. Dari ibukota Sriwijaya hingga masa keruntuhan dan pertumbuhan kerajaan Islam, jejak sejarah Kota Palembang terus memberikan wawasan tentang bagaimana wilayah ini telah memengaruhi sejarah Asia Tenggara.

(**)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.