Tidak Ada RUPS di PT SMP, Pengacara Richard Sebut Dakwaan JPU Kabur dan Premature

Jumat, 18 Agustus 2023
Suasana kasus dugaan penggelapan uang 14 tongkang tanah liat atau clay milik PT Setia Maju Pratama di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Jumat (18/8/2023).

Laporan: Syamsul Hidayat

Pangkalpinang, Sumselupdate.com – Wahyu Pamungkas Nugraha dan Dr Indra Yudha Koswara, kuasa hukum Richard Chandra terdakwa kasus dugaan penggelapan uang 14 tongkang tanah liat atau clay milik PT Setia Maju Pratama (PT SMP), keberatan atas surat dakwaan penuntut umum.

Keberatan itu diungkapkan pengacara Richard Chandra dalam sidang agenda nota pembelaan atau pledoi yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang, Jumat (18/8/2023).

Dr Indra Yudha Koswara menilai, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur dan premature, sebagaimana keberatan yang telah penasehat hukum ajukan dalam agenda persidangan sebelumnya.

“Dalam pembelaan ini penasehat hukum akan kembali menekankan mengenai keberatan mengenai surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang kabur dan premature,” kata Dr Indra Yudha Koswara saat membacakan isi nota pembelaannya.

Menurut Indra, dalam dakwaan JPU telah diuraikan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam melakukan penjualan 14 Tongkang Clay telah merugikan PT SMP lebih kurang Rp8,9 miliar.

Sedangkan berdasarkan fakta persidangan terungkap berdasarkan keterangan saksi-saksi dan juga alat bukti yang diajukan JPU serta dari keterangan terdakwa, diketahui bahwa nilai Rp8,9 miliar yang didakwakan oleh JPU bukanlah nilai kerugian yang dialami PT SMP.

Di mana Rp8,9 miliar tersebut adalah nilai penjualan dari 14 Tongkang Clay dan bukan nilai real kerugian dari PT SMP, sehingga dakwaan JPU mengenai nilai kerugian yang dialami PT SMP adalah kabur.

Selain itu, apabila dakwaan JPU mengenai kerugian PT SMP disandingkan dengan keterangan ahli perdata baik dari JPU maupun terdakwa, di mana kerugian perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.

“Bahwa dakwaan Penuntut Umum adalah premature, karena dari fakta yang terungkap di persidangan PT Setia Maju Pratama tidak pernah melakukan RUPS, sehingga dengan tidak pernah adanya laporan keuangan yang disampaikan dalam forum RUPS, PT SMP tidak dapat dikatakan bahwa PT SMP mengalami kerugian akibat perbuatan terdakwa, sehingga dengan demikian dakwaan JPU adalah premature,” tuturnya.

Indra melanjutkan, kronologi yang disampaikan JPU dalam surat dakwaannya tidak lengkap, dan hanya sepotong-sepotong, sehingga membuat penafsiran yang berbeda terhadap kejadian fakta yang sebenarnya.

Di mana fakta yang terungkap di persidangan diketahui bahwa setelah penjualan 14 tongkang pada tahun 2019 dan 2020.

Dan masih ada penjualan lagi sebanyak 7 tongkang pada tahun 2021, di mana berdasarkan keterangan terdakwa, keterangan saksi Kasiman, saksi Rusly Agus di persidangan penjualan 7 tongkang tahun 2021 tersebut merupakan proses lanjutan dari penjualan 14 tongkang tahun 2019 dan 2020.

Di mana hasil produksi dikeluarkan seluruhnya dari rekening pribadi terdakwa dan sebanyak Rp9,8 miliar menghasilkan penjualan sebanyak 14 tongkang tahun 2019 dan 2020 serta 7 tongkang tahun 2021.

“Sehingga, apabila kronologi yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan hanya sepotong kejadian saja yaitu tahun 2019 dan 2020, maka jelas hal tersebut membuat dakwaan Penuntut Umum menjadi kabur,” sambungnya.

Bahwa dalam dakwaan JPU disebutkan, penjualan 14 tongkang oleh terdakwa dilakukan tanpa seizin dan tanpa sepengetahuan direktur utama serta komisaris.

“Di mana berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi Zurnianto diketahui fakta, bahwa Komisaris (Lianayanti) tahu atas penjualan tersebut, karena setiap ada tongkang keluar maupun tongkang masuk (untuk proses penjualan) Lianayanti selalu menanyakan kepada saksi zurnianto. Dan begitu juga sebaliknya saksi zurnianto juga selalu menginformasikan kepada Lianayanti apabila tongkang sudah keluar (berangkat) dari Terminal Khusus PT. Setia Maju Pratama,” ujarnya.

“Fakta tersebut juga dikuatkan oleh keterangan ahli Perdata baik dari Jaksa Penuntut Umum maupun dari terdakwa, di mana ahli menyebutkan untuk kegiatan sehari-hari perusahaan tidak memerlukan izin atau persetujuan dirut maupun komisaris sepanjang hal tersebut adalah kegiatan sehari-hari dari perusahaan, dan bukan penjualan aset perusahaan, dan selama hal tersebut kemudian dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dengan demikian penjualan 14 tongkang yang dilakukan oleh terdakwa adalah sah-sah saja tanpa perlu persetujuan Dirut atau Komisaris. Mengingat penjualan tersebut dilakukan oleh terdakwa dalam kapasitasnya selaku Direktur serta Pemegang Saham serta penjualan tersebut adalah kegiatan sehari-hari perusahaan,” jelasnya panjang lebar.

Sebagaimana diketahui dalam sidang sebelumnya, Richard Chandra dituntut JPU dengan hukuman satu tahun penjara. Richard dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam suatu jabatan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Chandra dengan pidana penjara selama satu tahun dengan dikurangi selama terdakwa menjalani masa penahanan sementara,” demikian isi dari tuntutan Richard yang dikutip Sumselupdate.com dari laman SIPP Pengadilan Negeri Pangkalpinang. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.