Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Penulis: - Rabu, 24 April 2024
Rifqi Septian Dewantara.

Rehat Sejenak

Meski dunia hijau dan terang,

Bacaan Lainnya

kadang masih kusangsi jalan-jalan yang menghadang

Meski dedaunan berdesir,
angin menyilir
kadang masih kusangsi
suar-suara kenyataan

Maka kemarilah..
bersama orang-orang kalah
yang jujur sembunyi
yang hilang dalam nyanyi

Mari sejenak menunduk
memandang kaki
menginjak tanah – kegetiran
melihat sangsi dan berpesta
di tubuh tak berdaya

Bagaimanapun menguak kenyataan,
pun lebih ngeri jika tak berbuat apa-apa

Bagaimanapun meruyak luka,
pun lebih runyam menonton saja

2023

Menengok Kematian di Bawah Pohon

Di mana itu jalan-jala, kalau tuju enggan malu

meringsing aku – menunduk-ringkuk di bawah pohon

berkaca aku; dalam rimbun daun bagaimana kematian

bisa dekat di bawah ini

Aku telah sampai, kematian sudah menjadi keadaan lain

apakah musim demikian?

2023

Puisi Bersama Emoji Kesedihan

Aku membalas cintamu dari sini:

Tandailah dirimu ada di mana?
karena tidak ada siapa-siapa di sini
karena merasa bukan siapa-siapa di sini

Tandailah diriku ada di mana?

Karena merenggut hati di sini

menghempas dendammu di sini

Tetapi aku berdoa; barangkali Tuhan menjenguk batinmu.

2023

Jurang Kebimbangan

Pilih buang atau bunuh? manusia satu nasib dengan kematian

Membicarakan sebuah kematian, bagaimana cara membaca puisi ketika berada di liang lahad? tunjukkan aku di jurang kebimbangan itu!

Aku rindu sebuah panggung di mana namaku disebut-sebut sebagai binatang langka
namun, mengapa puisi ikut mati juga?

2023

Kanalisasi Argumen

Tak seperti jum’at biasanya, ide kali ini telah tertambat oleh mesin tik, aku ditelan bersama lembaran kertas putih virtual

Waktu kerap kali menghabiskan kata-kata

kata-kata seakan menyikapi dirinya sendiri

berkecamuk dalam lantunan suara, meliar di ruang yang gema

Pada saat yang tepat, sosialita sedang berkecimpung di dalam otak

memaknai setiap kejadian yang ada

Memutus realita

hingga merantai diri dalam ekspektasi

“Pasti dan pasti, akan ada saatnya pengasinganku telah lepas dari penjara orang-orang tertutup”

Tetapi, langkah-langkah apa yang akan bermula di dalamnya? ah! aku masih saja bernyawa dalam dunia fantasi.

2023

Non (Identity)

Aku tidak mengerti cara bernapas; sekalipun dua kendaraan saling bertabrakan dan menghantui saksi mata

Sisi kepercayaan itu; antara yang memeluk dan menyikut. Telah ambruk di hadapanku

Tubuh yang hangus, seperti api mengingat ajalnya. Lewat keyakinan; kita mati di ujung kertas.

2023

Makam Waktu

Di luar; aku pesan kuburan. Bunuh mereka! sebelum aku memancang nisanku sendiri di balik kesedihan

Aku tidak ada; tidak ada aku — tidak ada hidup

Di balik monokrom selain diriku; hanyalah abu, hanyalah batu

Tamat, sebuah renungan terhapus.

Setelahku; istirahat panjang adalah napas yang sehat di masa depan.

2023

 

Tentang Penulis:

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Mei 1998.  Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi puisi bersama. Kini bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.