Pencawapresan Gibran Dinilai Cacat Legitimasi Karena Manuver Inkonstitusional di MK

Penulis: - Jumat, 10 November 2023
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harjanti

Jakarta, Sumselupdate.com — Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harjanti mengingatkan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat legitimasi setelah Majelis Mehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat.

“Ketika kita bicara pencalonan, legitimasi, itu kan bisa dilihat dari berbagai perspektif; ada politik, hukum. Secara umum legitimasi orang masih dilihat legal, pertanyaan ketika putusan perkara 90 dijadikan dasar hukum untuk pencalonan, apa itu memenuhi syarat hukum tertentu?” tegas Prof Susi kepada wartawan, Jumat (10/11/2023).

Bacaan Lainnya

Sejak awal, permohonan uji materi usia Capres-Cawapres bermasalah. Mulai dari hukum acara, legal standing, pemohon tidak punya legal standing itu diamini Hakim Suhartoyo, yang kini menjadi Ketua MK, perkara yang ditarik diperiksa kembali dan putusannya.

“Dengan begitu banyak persoalan yang dihadapi putusan 90 itu, kemudian putusan itu dipertanyakan, apalagi dengan putusan MKMK bahwa ketua MK diberhentikan dari jabatannya. Ini semakin menunjukkan apakah putusan 90 menjadi dasar hukum yang kuat bagi pencalonan Gibran?“ tanya Prof Susi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action disingkat (CISA) Herry Mendrofa menilai pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan membuka pelanggaran lebih lanjut karena berawal dari proses pencalonan yang diwarnai pro-kontra dan pelanggaran etik.

“Saya kira calon ini banyak minusnya sebenarnya, dari sudut pandang etik, manuver, tentunya yang bisa dikategorikan pelanggaran pemilu,” kata Herry.

Persoalan legitimasi juga menjadi sorotan dari pasangan tersebut. Pasalnya, otoritas seorang pemimpin didasarkan pada legitimasi. Ketika legitimasi dipersoalkan, pemimpin tersebut ditakutkan akan memicu pelanggaran yang lain.

“Ya, jelas akan banyak manuver yang inkonstitusional. Pelanggaran-pelanggaran etik, konstitusi, itu saja. Mengarah ke sana,”jelasnya.

Selain itu, Herry mengkhawatirkan adanya penggunaan otoritas untuk menutupi kesalahan dan memunculkan pelanggaran selanjutnya. “Karena menggunakan otoritas. Jadi pasti arahnya akan ada pelanggaran selanjutnya. Kita meyakini hal itu bisa saja terjadi karena dari awal sudah diwarnai pelanggaran,” tegasnya.

Herry menduga pelanggaran terkait penggunaan alat negara dalam pemilu juga terkait dengan otoritas. “Ini tidak semua bisa ditegakkan, karena dari pencalonan saja sudah pelanggaran etik. Apalagi hanya dengan alat peraga kampanye,” tambahnya.

Da juga mengkhawatirkan akan muncul ketidaknetralan dari aparat penegak hukum dalam Pemilu 2024. “Saya mengkhawatirkan kalau misalnya nanti arahnya ada upaya menggerakkan aparat penegak hukum, saya minta itu tidak terjadi,”tegasnya.(duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.