Jakarta, Sumselupdate.com – Anggota Komisi III DPR RI, Bob Hasan, mengatakan pembaruan UU KUHAP penting untuk menciptakan sistem hukum yang adil, baik dari segi struktur maupun pelaksanaan.
Hal itu disampaikan Bob dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Study Club RHS Fakultas Hukum Universitas Indonesia, BEM Universitas Lampung, dan BEM Universitas Bandar Lampung.
Menanggapi beragam masukan dari mahasiswa, Bob Hasan mengakui ada perbedaan pandangan terkait diferensiasi fungsi aparat penegak hukum, khususnya antara penyidikan dan penuntutan.
“Apa yang disampaikan rekan-rekan sekalian, kita dengar tetapi ada perbedaan sedikit terkait dengan diferensiasi fungsi, terkait penyelidikan, penuntutan kepolisian dan juga kejaksaan yang menjadi tugas mereka masing-masing,” ujar Bob di Ruang Rapat Kerja Komisi III, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Soal dominus litis, yang berkaitan erat dengan penuntutan, dan bagaimana struktur peristiwa dan struktur hukum di penyidikan harus bisa diadopsi secara utuh.
“Jadi ini akan menjadi tugas kita sebagai penyusun nantinya, yaitu menyusun atau menata kembali terkait dengan pendapat dan pandangan saudara-saudara dengan undang-undang yang eksisting,” ujar Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Bob menilai, KUHAP 1981 masih mengandung ‘aura kolonialis’ dan belum penuh berpihak pada keadilan substantif.
Contoh soal prinsip actus reus yang kerap diterapkan tanpa memperhatikan niat dari pelaku.
“Sesuatu yang terlihat perbuatan nyata harus kita nilai apa yang menjadi mens rea nya atau niatannya,” jelasnya.
Dalam pandangan Bob, sistem hukum pidana harus menyatukan antara mens rea dan actus reus demi tercapa keadilan menyeluruh.
“Kepentingan masyarakat adalah seadil-adilnya sesuai dengan sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.
Bob menegaskan, prinsip keadilan tidak hanya berlaku untuk satu generasi. “Ya kita susun UU KUHAP ini agar dalam generasi Anda itu adil, generasi kami itu adil, gen Z, gen X, gen Alpa dan sebagainya itu adil. Dan bahkan sampai dengan nanti di masa mendatang itu menjadi adil tetap,” katanya.
Bob juga mengapresiasi inisiatif Komisi III membuka ruang partisipasi publik.
“Apresiasi sekali dengan Bapak Ketua Komisi III dalam kondisi reses tetap mengadakan RDP untuk mengejar, mengumpulkan. Karena kalau dihitung dari masa sidang mungkin agak sulit,” tuturnya.
Menanggapi isu tumpang tindih antara kepolisian dan kejaksaan, Bob menegaskan hal tersebut bukanlah persoalan ego sektoral, melainkan awareness sektoral.
“Bahwa kedua badan APH (Aparat Penegak Hukum) ini memiliki tanggung jawab untuk mengkoreksi, melakukan tingkat koreksi yang betul-betul untuk mencapai keadilan tadi,” tegasnya.
Ditambahkan, digitalisasi sistem penegakan hukum penting, tetapi hal itu harus berbasis data skurat.
“Record nya bukan hanya sekadar atau semata-mata di digitalisasi yang mudah sampai hari ini ada serangan hoaks dan sebagainya,” katanya.
Bob juga turut menyoroti perlindungan profesi advokat yang kerap dikaitkan dengan obstruction of justice.
“Selalu advokat ini terkena dengan persoalan menghalang-halangi atau obstruction of justice,” ujarnya.
Dia menilai perlu ada pelurusan terhadap sejumlah ketentuan yang membatasi ruang gerak advokat.
Selama ini lanjut Bob, UU KUHAP eksisting belum mengatur secara detail hal-hal tersebut. Sehibgga diperlukan sinergi antara penyidik, jaksa, advokat, dan hakim demi sistem hukum yang adil.
“Awareness sektoral polisi dan kejaksaan dengan korektifnya dan check and balance yang ada di advokat dan indikatif keadilan itu ada di hakim. Hakim wakil Tuhan,” katanya.
Bob Hasan mendorong mahasiswa terus menyampaikan saran lebih konkret.
“Teman-teman punya saran cukup baik sekali, tapi sekali lagi nanti pulang bisa sama-sama rumuskan lagi, nanti sampaikan lagi ke Sekretariat Komisi III untuk masukan-masukan setara yang lebih realistisnya,” paparnya.
(**)