Fahri Hamzah Sebut Pemilu 2024 Masih Suram

Kamis, 3 Februari 2022
Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan'

Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebutkan, Pemilu 2024 masih akan menjadi hajatan partai politik (parpol), bukan pesta rakyat.

Sehingga tidak akan membawa harapan dan kebaikan baru bagi bangsa Indonesia, apabila tidak ada perubahan segera untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita saat ini.

Bacaan Lainnya

Sebab, KPU Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah dan DPR telah menyepakati jadwal pemungutan suara digelar pada 14 Februari 2024 secara serentak meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI.

“Secara umum saya mengatakan, Pemilu 2024 masih suram,” kata Fahri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan’, Rabu (2/2/2022).

Menurut Fahri, hak itu akibat parpol tidak berani membatasi diri untuk sekedar mencalonkan diri dan menjadi lembaga intelektual yang mengagregasi suara rakyat.

“Sekarang Parpol menjadi kekuatan bisnis. Pengumpul dan penjual suara yang kemudian menjadi sumber pemasukan pengurus dan politisi,” ujar Fahri.

Agar Pemilu 2024 menjadi pesta rakyat, bukan pesta parpol, lanjut Fahri, perlu ada ikhtiar untuk memperbaiki supaya menjadi representasi rakyat dan daerah seperti usulan penghapusan treshold (ambang batas) baik presiden maupun parlemen.

“Sekarang banyak hidung dicolok Parpol. Takut sama ketum, takut sama sekjen tidak ada guna. Omong kosong itu, kenapa undang-undang begitu cepat disahkan tanpa perlawanan, itu salah satu jawabannya,” tegas Fahri.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan reformasi sistem Pemilu dalam sisa masa jabatannya yang tinggal tiga tahun kurang dua bulan ini.

“Nggak perlu minta tiga periode. Per hari ini, Pak Jokowi masih ada waktu tiga tahun kurang 2 bulan. Itu waktu yang cukup kok untuk memperbaiki pemilu kita, mengembalikan demokrasi kita agar on the right track, kembali kepada rakyat,” katanya.

Dia menyarankan agar jadwal Pemilu 2024 tetap ditinjau kembali, tidak diselenggarakan pada tahun yang sama atau secara serentak, termasuk mengeluarkan pemilihan DPRD dari Pemilu Serentak dan menyatukan dengan Pilkada.

Pasalnya, apabila Pemilu digelar secara serentak, pesta demokrasi lima tahunan akan menimbulkan banyak korban seperti Pemilu 2019.

“Kami mendorong agar jadwal Pemilu jangan dibikin serempak, meskipun mungkin beberapa sudah diputuskan. Tapi kami khawatir, pesta rakyat ini menjadi pesta kematian seperti di 2019. Kami anggap, pemilunya sangat mencederai banyaknya petugas meninggal,” katanya.

Fahri mengingatkan agar penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak mengulangi kesalahan, banyak petugas meninggal dunia lantaran kelelahan.

“Jangan sampai, kita menyelenggarakan pemilu lagi yang bukan merupakan pesta rakyat, tetapi merupakan prosesi pembunuhan. Banyak orang meninggal pada acara itu,” tutur dia.

Fahri tetap optimis ikhtiar untuk memperbaiki sistem Pemilu 2024 akan membuahkan hasil, serta bisa keluar dari oligarki parpol dan oligarki yang mengangkangi parpol.

“Kita punya waktu untuk mencoba memperbaiki keadaan ini sampai mudah-mudahan Pemilu 2024 itu akan menjadi pemilu yang mendatangkan Harapan baru dan kebaikan baru bagi bangsa Indonesia,” tandasnya.

Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, Pemilu 2019 menjadi salah satu pembelajaran berharga dalam penyelenggaraan pemilu, karena banyak korban jiwa Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Hal itu kata dia, akibat rumitnya penyelenggaraan Pemilu di Indonesia menjadi salah satu penyebab banyaknya korban jiwa berjatuhan. Tak sedikit petugas KPPS kelelahan sehingga menimbulkan korban.

Dia memastikan KPU telah mengubah batas usia maksimal 50 tahun bagi petugas KPPS untuk mengantisipasi rentannya petugas mengalami kelelahan.

“Itu kita coba perbaiki pada Pemilihan Kepala Daerah 2020, kita batasi usia,” ujarnya.

Selain itu, KPU telah membuat sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) dalam pelaksanaan Pilkada 2020.

Namun, penggunaan Sirekap hanya sebatas membantu percepatan kerja KPU dan mempublikasikan hasil penghitungan suara.

Ilham menilai Pemilu di Indonesia sangat rumit terlebih jika dilakukan serentak dengan lima kotak pada Pemilu 2024.

“Tapi, tetap saja, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tetap berlaku sampai saat ini. Pemilu serentak akan terlaksana di 2024,” tegas Ilham.

Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, KPU perlu melakukan penataan teknis penyelenggaraan Pemilu 2024 demi mencegah jatuhnya korban meninggal seperti Pemilu 2019.

Dikatakan, ada beberapa opsi agar Pemilu 2024 tidak mengakibatkan korban meninggal seperti Pemilu 2019. Misalnya, petugas dibekali pemahaman teknologi agar proses pemungutan suara tidak menyita tenaga.

Selain itu, penyelenggara Pemilu 2024 bisa menguatkan kapasitas petugas KPPU agar pekerjaan tidak terlalu berat.

“Jadi, ada penggunaan teknologi, khususnya pemanfaatan sertifikat digital penghitungan suara,” jelas dia.

Aktivis Demokrasi/Ex City Council, USA Chris Komari menyatakan, KPU dan Bawaslu adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

“Pemilu tidak kredibel dan berkualitas, itu yang salah adalah KPU dan Bawaslu, bukan undang-undangnya karena itu tanggungjawab mereka,” kata Chris.

Chris mengatakan, KPU bisa menjadikan pemilu lebih berkualitas dengan mengurangi jumlah TPS, perhitungan suara terbuka dan transparan. (duk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.