Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua DPR periode 2019-2014 Fahri Hamzah mendorong desain ulang sistem pemilu, aturan dan perangkat pendukung.
Sebab, demokrasi sekarang memfaslitasi pertengkaran, sehingga tidak ideal lagi untuk digunakan.
“Orang Amerika dan Eropa saja sudah kewalahan soal demokrasi liberal ini, karena terlalu menfasilitasi pertengkaran, semakin nggak efektif,” kata Fahri di Media Center DPR Jakarta, Jumat (26/8/2023) saat menjadi nasumber dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘DPR Mengawal Demokrasi Menuju Indonesia’.
Menurut Fahri pertengkaran yang tidak ideal itu, telah menyebabkan terjadinya politik identitas. Ditambah lagi dengan sosial media yang menyebabkan pertengkaran semakin memanas.
“Akhirnya orang berpikir, kalau demokrasi tidak bisa dipakai lagi untuk mengkonsolidasi kesejahteraan. Justru di negara seperti Rusia, Turki, dan China, kesejahteraannya bisa terkonsolidasi dengan baik, ada pertumbuhan. Ini mereka sebutnya demokrasi, tapi kita menentangnya karena sirkulasi pemimpin, terutama di eksekutifnya itu yang tidak lancar,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini menilai Indonesia perlu memikirkan desain pemerintahan yang lebih stabil, dan tidak perlu lagi mengeksplor konflik di tingkat bawah seperti sekarang.
“Terlalu banyak alasan kita bertengkar dalam politik, padahal sama sekali tidak rasional. Ini yang saya gambarkan sebagai anak kecil bertengkar terus, perlu orang tua punya wibawa untuk menyatukan kembali, karena pertengkarannya banyak yang tidak substantif, ” katanya.
Agar tidak ada lagi pertengkaran dan pemilu jauh lebih murah lanjut Fahri, masa depan Indonesia, ada di Sistem Distrik, dan jika pemilihan presiden dikembalikan di MPR RI pakai Sistem Electoral Colloge seperti di Amerika.
Di Amerika bukan pemilihan presiden langsung, negara demokrasi juga, dia pakai electoral colloge. Harusnya ada dua dapil, kabupaten/kota dan provinsi.
Daerah pemilihan (dapil) kabupaten/kota untuk pemilihan anggota DPR RI, termasuk pemilihan presiden, sehingga tidak akan memunculkan konflik di tingkat nasional.
“Ini juga yang mendasari kenapa saya setuju Ibu Kota dipindah ke IKN, karena Ibu Kota sekarang terlalu dekat dengan konflik. Saya gara-gara demo Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) didemo pakai parang di Manado. Sebenarnya nggak ada urusan, tapi karena kita terlalu meng-entertaint konflik, sehingga Ibu Kota itu diganggu konflik seperti ini. Karena itu, IKN sudah betul tidak dipimpin dari hasil Pilkada agar tidak dekat dengan konflik kekuasaan,” paparnya.
Menurut Fahri, sistem pemilu yang tepat untuk Indonesia adalah Sistem Distrik, di mana untuk DPR di kabupaten/kota, sedangkan provinsi untuk pemilihan DPD RI.
Dalam Sistem Distrik ini, provinsi menjadi dapil DPD, sehingga sekaligus memperkuat kelembagaan DPD di tengah desakan untuk membubarkan.
“Jadi mendesain ulang sistem pemilu, inilah yang menjaga demokrasi ke depan. Sebab, tidak bisa hanya memperbaiki DPR, demokrasi jadi baik,” katanya.
Selain itu, sistem kepartaian saat ini agak keliru dalam demokrasi. Karena kekuatan itu ada di pejabat publik, apalagi di dalam presidensial tidak boleh ada institusi mengendalikan negara dari belakang layar.
“Diatur-atur dari belakang adalah bentuk terpedo dan kudeta terhadap presiden dalam negara demokrasi. Pejabat publik harus transparan, kalau terlalu banyak dapurnya yang tidak kelihatan, itu akan mengganggu pertanggungjawaban. Itu yang tidak boleh kita biarkan ke depan, makanya kita kembalikan sistemnya bahwa yang berdaulat itu, adalah orang yang dipilih rakyat termasuk di DPR,” tegasnya.
Karena dipilih rakyat, anggota DPR tidak boleh memiliki loyalitas ganda, selain kepada konstituennya.
Dikatakan, wakil rakyat adalah wakil rakyat, bukan wakil partai, sehingga partai politik tidak bisa semena-semena melakukan pemberhentian terhadap anggota DPR.
“Jadi menurut saya, ke depan yang bisa menjamin adalah adanya satu sistem lebih stabil dan dinamis. Jangan sampai kita terkunci, kita terjebak seperti Orde Baru. Reformasi parlemen juga perlu dimatangkan lagi, dulu sudah pernah kita serahkan ke Tim DPR dan MPR. Sehingga masing-masing demokrasi harus ditata dan dikelola dengan satu sistem,” tegasnya. (duk)