Cerpen: Markudut dan Dua Wanitanya

Sabtu, 11 Desember 2021
Ilustrasi

Karya : Rusmin Toboali

Matahari diufuk timur tampak berkemas-kemas. Dia akan segera datang menyapa bumi yang masih diliputi kegelapan.

Markudut juga sudah berkemas-kemas. Laki-laki muda itu sudah rapi dengan pakaiannya. Dia tampak mondar-mandir di ruang makan yang bersebelahan dengan dapur. Matanya tertuju pada jam bulat warna putih yang tertempel di dinding ruang makan. Jarum panjang pada angka dua belas dan jarum pendek pada angka tujuh..Sesekali Markudut juga memelototi handphone yang terus membunyikan nada deringnya dengan pelan.

“Cepat sedikit Bu. Nanti aku telat!,” Sudah bertahun-tahun kalimat itu tak keluar dari mulut Markudut masuk ke dalam gendang telinga istrinya.

Advertisements

Biasanya kalimat yang keluar dari mulut Markudut baru jam berapa Bu. Hari masih pagi Bu. Sampai-sampai kuping istrinya pun sudah kebal dengan narasi Markudut itu.

Dan semenjak menjadi tim sukses kalimat cepat sedikit dan nanti aku telat itu muncul ditelinganya.Istri Markudut segera menyajikan nasi dan lauk di meja makan. Tanpa menunggu istrinya duduk, Markudut segera melahap hidangan di hadapannya dengan tergesa-gesa. Sisa makanan di piring masih ada.

Sejurus kemudian dia bangkit dan menuju pintu. Sebelum keluar dia menitipkan sebuah amplop kepada istrinya.

Mata istrinya seketika terbelalak setelah menghitung lembaran-lembaran uang bergambar sang proklamator. Uang sebanyak itu mampu menghidupi keluarga selama beberapa bulan.

“Uang darimana, Bang?” tanya istri Markudut.

Senyumnya mengembang. Baru kali pertama semenjak menjadi istri Markudut dirinya memegang uang sebanyak itu. Dan baru kali pertama merasa senang untuk yang berhubungan dengan uang. Selama lima tahun mengarungi rumah tangga, acapkali mengalami kekurangan uang dan menjadi sumber pertengkaran mereka sehari-hari.

” Yang pasti uang itu uang halal,” jawab Markudut lalu beranjak meninggalkan istrinya sendiri.

Markudut menghampiri motornya yang terparkir di halaman rumahnya. Lalu bergegas mengendarainya. Tujuannya sangat jelas. Rumah Ibu Girang yang memintanya menjadi Tim Sukses untuk pencalonannya sebagai Anggota Dewan yang terhormat.

Dan dalam waktu sekitar 30 menit, Markudut sudah tiba di rumah Ibu Girang yang berpagar tinggi dengan arsitektur rumah masa kini dan sangat luas. Usai memarkirkan motornya dan menyapa beberapa tim sukses yang ada di Posko depan rumah Ibu Girang, Markudut langsung masuk ke dalam rumah Ibu Girang.

Tampak oleh mata mudanya, Ibu Girang sudah menunggu kedatangannya di ruang tamunya. Pakaian daster tipis berbahan sutra yang dikenakan Ibu Girang pagi itu membuat kelakian Markudut naik.

Walaupun usia Ibu Girang sudah kepala Lima, namun penampilannya tak kalah dengan anak-anak ABG kini. Perawatan wajah dan tubuh sangat diprioritaskannya. Markudut pernah mengantar Ibu Girang ke salon kecantikan saat mereka ke Kota.

Ibu Girang menuntun tangan Markudut masuk ke dalam kamar pribadinya yang sangat luas. Aroma keharuman menyapa Markudut saat masuk ke dalam kamar itu. Markudut teringat dengan kamar pengantinnya. Sementara di dalam rumah tak ada seorang pun. Maklum, Ibu Girang adalah seorang janda. Sementara anak-anaknya tinggal diluar Kota.

Di dalam kamar, dengus nafas keduanya terdengar lirih seiring cahaya matahari yang mulai meninggi. seiring makin meningginya syahwat kedua anak manusia itu yang berada dalam selimut kesesatan jiwa.

Sejak menjadi Tim Sukses Ibu Girang itu, Markudut jarang di rumah. Hanya mampir ke rumah sebentar dan mengambil berkas-berkas yang tertinggal di rumah. Markudut pun sudah jarang mencicipi masakan istrinya karena terburu-buru harus pergi lagi. Maklum masa Pemilu tinggal menghitung hari. Demikian pulang ke rumah sudah larut malam dan langsung tertidur.

Markudut adalah tokoh muda di Kampungnya. Sekolahnya tinggi. Markudut dikenal sebagai tokoh muda kampung yang pandai bicara dan mempengaruhi orang. gerakannya sangat dinamis. Bergaul dengan semua kalangan. Tak heran bila Ibu Girang mengajaknya sebagi Tim Sukses untuk membantu dirinya. Ditambah nilai plus lain, Markudut orangnya ganteng dan bertubuh atletis. Saat masih bujangan, Markudut idola kaum hawa di kampus dan di kampungnya.

Dan sudah hampir lima tahun menikah, Markudut dan istrinya belum dikaruniai momongan. Beberapa kali memeriksa diri di dokter khusus kandungan, keduanya diminta untuk menghilangkan ketegangan yang ada dalam pikiran mereka. Maklum Markudut saat itu belum mempunyai pendapatan yang pasti.

“Bapak dan Ibu jangan terlalu banyak pikiran. Rileks saja,” saran dokter kandungan.

Kini, setelah Markudut punya pendapatan yang agak lumayan sebagai tim sukses, waktu pertemuan pasangan suami istri itu sangat minim. Saat Markudut pulang ke rumah, istrinya sudah tidur.

“Abang luangkan waktu untuk kita berdua dong. Jangan ngurus kegiatan kampanye Ibu Girang saja,” rengek istrinya.

“Tapi waktu pemilihan sudah dekat Bu. Tak ada lagi waktu untuk berleha-leha. Semua timses bekerja dengan keras tanpa mengenal waktu,” jawab Markudut.

Insya Allah, kalau pesta demokrasi sudah selesai, kita buat waktu untuk dirimu hamil,” lanjut Markudut

Mendengar jawaban sang suami, istrinya tersenyum bahagia. Sebuah kecupan mendarat di bibir sang suami. Sudah lama sekali mereka sebagai pasangan suami istri tak pernah bermesraan di ranjang pengantin mereka semenjak suaminya menjadi timses Ibu Girang.

Sebagai istri, dirinya mengakui semenjak suaminya menjadi timses Ibu Girang, perekonomian mereka meningkat tajam. Tak ada lagi perdebatan di antara mereka selama beberapa bulan ini yang selama ini selalu menjadi ornamen hidup mereka sebagai pasangan suami istri.

Usai pemilihan Anggota Dewan yang terhormat, Markudut masih tetap aktif membantu Ibu Girang. Dan jadwal kerjanya pun masih tetap seperti biasanya. Dari pagi hingga malam. Bahkan terkadang, Markudut tidak pulang ke rumahnya hingga dua malam.

Saat matahari mulai terbangun dari mimpi panjangnya, Istri Markudut menagih janji suaminya untuk membuat dirinya hamil. Markudut terdiam bahkan terkesan gelagapan dengan keinginan istrinya.

“Bagaimana dengan Ibu Girang?,” hati Markudut membatin.

Markudut menyalahkan sebatang rokok. Matanya menerawang jauh. Pikirannya jauh. Sejauh pikiran Ibu Girang yang ingin menikmati dirinya seutuhnya sebagai suaminya yang baru. Ya, sebagai suami Ibu Dewan yang terhormat. (**)

Toboali, sabtu pagi yang mendung, 11 Desember 2021

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.