Laporan: Arie Idwan Sujana
Banyuasin, Sumselupdate.com – PT Sri Andal Lestari (SAL) diminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuasin untuk segera melakukan perbaikan dan mengembalikan alur Sungai Bantung yang telah diubah pihak perusahaan.
Pengawas Lingkungan Hidup (PLH) Gakkum Banyuasin, Norman Apriansyah, SSi, MSi mengatakan sebelumnya pihak perusahaan telah dipanggil untuk memberikan penjelasan terkait tindakan yang telah dilakukan PT SAL karena telah mengubah alur Sungai Bantung yang berada di wilayah Kabupaten Banyuasin.
Secara tegas Norman menuturkan apa yang dilakukan oleh PT SAL telah melanggar aturan yang berlaku yakni UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Mereka sudah kita panggil, jadi sebelum mereka melakukan pengalihan itu, harusnya mereka melakukan kajian terlebih dahulu, jangan sampai kejadiannya seperti kemarin. ‘Kan mereka ini menganggap pengalihan sungai yang mereka lakukan itu menguntungkan untuk mereka, tapi ternyata ada pihak lain yang dirugikan, dalam hal ini warga Banyuasin, di mana lahan sawahnya itu tidak bisa digunakan,” kata Norman saat dijumpai di DLH Banyuasin, Sabtu (25/3/2023).
Dari keterangan PT SAL, Norman mengungkapkan tujuan perusahaan untuk mengalihkan aliran Sungai Bantung itu agar tanaman sawit kebun plasma mereka, supaya bisa ditanami.
Karena selama ini, dengan tidak dialihkannya sungai itu, telah mengalami pendangkalan.
“Mereka berpikir apabila tidak diubah pola alirannya, maka lahan plasma warga akan menjadi tergenang,” katanya.
“Saat ini mereka (perusahaan) kita minta untuk membuat kajian tertulis, supaya antara hulu dan hilirnya aliran sungai itu balance, Jangan sampai mereka cuma mengalihkan, memecahkan satu masalah tapi menimbulkan masalah yang lain. Jadi maksud kami, kalau mereka ada kajian jadi bisa dihitung agar tidak menimbulkan masalah lain, nah ini kebanyakan timbul masalah seperti kebanjiran ini adalah karena tidak dihitung debit di hilir itu bagaimana kapasitas tampungnya ? Nah itu yang terjadi,” jelas dia.
Untuk itu, pihak perusahaan diminta segera mengirim surat ke DLH Banyuasin dan Balai Besar Wilayah Sumatera Selatan (BWSS).
“Dari proses tersebut, nanti akan dinilai oleh BWSS terkait boleh atau tidaknya PT SAL melakukan pengalihan alur Sungai Bantung, dan hingga kini proses tersebut masih berlanjut,” ujarnya.
“Dalam UU 32 Tahun 2009 pasal 68 yang menyatakan bahwa tidak boleh mengubah bentuk alam, makanya setiap pembangunan apa pun tetap harus ada kajian lingkungannya. Jadi mereka sudah kita panggil, mereka pun sudah mengakui kesalahan mereka, jadi mereka untuk tahap sementara ini harus kembalikan lagi fungsi sungai itu, balikan ke awal dulu dan sambil mereka kaji, jadi sungai yang lama tadi harus diperbaiki, dan kami meminta kepada pihak perusahaan untuk cepat melakukan itu. Tidak mudah bos mau membuat sungai,” tegasnya.
Dikatakannya, PT SAL harus mengubah dokumen lingkungan. ”Kajiannya harus menyeluruh komprehensif, jika mereka tidak segera melakukan itu dan memperbaiki sungai alam yang telah dirusak, maka PT SAL tidak boleh beroperasi,” tambah Dia.
Sebelumnya, Wakil Bupati Banyuasin, H Slamet Somosentono, SH ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/3) memberikan komentarnya terkait pengalihan alur sungai alam yang telah dilakukan PT SAL.
Pakde Slamet mengungkapkan kemarahannya atas apa yang telah diperbuat oleh pihak perusahaan, karena dirinya menilai bahwa PT SAL telah menerobos dan melanggar aturan yang berlaku.
Sehingga mengakibatkan 1500 hektar lahan Desa Lubuk Lancang yang digarap oleh masyarakat senda mengalami kebanjiran karena perubahan alur sungai tersebut.
“Kami tetap akan menyelesaikan masalah ini, yang terpenting 1.500 hektar itu bisa ditanami padi. Nah kemarin dua kali panen mereka gagal, karena ulahnya PT SAL itu. Saya memikirkan tani saya, kan kita mau mempertahankan lumbung padi nomor 4 di Indonesia, nomor 1 di luar Jawa,” pungkas Pakde Slamet.
Sebelumnya, General Manager PT SAL Didik H Hondawan mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan Kementerian dan DLH mengenai permasalahn ini.
Didik mengatakan, pada dasarnya sungai buatan tersebut dibangun untuk kepentingan masyarakat, karena pihak perusahaan menilai bahwa kondisi sungai alam saat ini telah tersedimentasi, bila tidak segera diambil langkah maka kepentingan masyarakat untuk plasma akan terkendala.
“Sekarang di tahun 2023 ada undang-undang baru, terkait masalah tata kelola air dan sebagainya, kita akan segera berkoordinasi dengan kementerian, karena sebelum sungai itu kita buat, kita sudah bersurat ke kementerian dan Balai Besar Sungai, namun tidak ada tanggapan, sedangkan kondisi lahan marjinal harus segera dituntaskan,” ujar Didik.
“Kalau kita lihat sama-sama di lokasi, kondisi sungai sudah tersedimentasi. Kita investasi bukan merusak, kan kita bikin sungai yang lebih besar dan lebar, dan fungsinya lebih baik. Orang mancing boleh, gak ada yang dirugikan, orang mau lewat boleh, yang penting ada aturan mainnya,” sambung dia.
Di dalam dokumen Amdal, Didik menjelaskan bahwa PT SAL ini merupakan kondisi perkebunan yang membutuhkan water management.
Sehingga fungsi water management tersebut bisa berupa parit, kanal, mendrain, dan inveldrain. Dari itu, pihak PT SAL menegaskan bahwa pembangunan sungai buatan tersebut sudah sesuai dengan fungsinya. (**)