Pembenahan Peran Parpol Akan Tutupi Kelemahan Proporsional Terbuka

Rabu, 11 Januari 2023
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Jakarta, Sumselupdate.com – Sebanyak 8 partai politik (parpol) melakukan konsolidasi terkait pernyataan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Konsolidasi itu diinisiasi  partai Golkar sebagai salah satu partai yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan, dukungan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka untuk menjaga kemajuan demokrasi. Sistem pemilu proporsional tertutup dinilai merupakan kemunduran bagi demokrasi.

Bacaan Lainnya

“Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” tegas Airlangga.

Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia Afit Khomsani mengapresiasi respons 8 parpol tersebut  beberapa hari  lalu.

Menurut dia, hal itu menunjukkan para elite parpol mulai beranjak ke wacana yang lebih produktif. Afit juga menilai pernyataan sikap tersebut mempunyai dampak positif pada perhatian publik terhadap Pemilu 2024.

“Artinya, para elite mulai aware dengan Pemilu 2024 dan komitmen pada penyelenggaraan Pemilu 2024, serta meninggalkan wacana kontraproduktif yang dulu sering dilakukan, misalkan menunda pemilu,” kata Afit Khomsanidi Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Dikatakan Afit, tidak ada sistem pemilu yang paling ideal dan bagus. Meski demikian, sistem pemilu dipilih berdasarkan yang paling memungkinkan dan bisa disesuaikan dengan konteks dan kultur masyarakat.

Sistem pemilu proporsional terbuka memiliki beberapa kelemahan di antaranya  mengecilnya peran parpol, dan rawan politik uang.

“Karena adanya liberalisasi dalam proses pemilu, di mana para calon saling berlomba  mendapatkan suara terbanyak,” ujarnya.

Dia menambahkan, masalah yang patut diperhatikan terkait dengan sistem pemilu proporsional terbuka adalah derajat kedekatan warga dengan partai yang akan dipilih atau party-identification (Party-ID).

“Problem kita adalah rendahnya Party ID, bahkan sekarang hampir tidak ada. Hal ini diakibatkan pada banyak faktor, termasuk disorientasi parpol, ideologi yang semakin tidak jelas, dan sebagainya,” tambahnya.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, parpol diharapkan mampu memastikan calon legislatif (caleg) yang diusung merepresentasikan Party-ID yang kuat.

“Tentu parpol mempunyai tugas untuk memastikan  calon yang diusung atau dicalonkan adalah calon yang mempunyai Party ID yang kuat, tidak hanya semata elektabilitas dan tingginya basis dukungan,” katanya.

Sedangkan untuk meminimalisir politik uang, parpol juga patut untuk mempunyai mekanisme kontrol atas dana kampanye yang digunakan dan tidak memanfaatkan surat rekomendasi sebagai mahar politik.

“Parpol juga  harus mempunyai mekanisme yang jelas dan kontrol atas dana politik dan kampanye yang dilakukan  kader-kadernya. Sebaliknya, parpol jangan memanfaatkan situasi untuk menjadikan surat rekomendasi sebagai mahar politik,”tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, kompleksitas sistem proporsional terbuka bisa diatasi dengan hal-hal berikut ini.

Misalnya,  tahun 2019 dengan sistem proporsional terbuka, memang ada kompleksitas, surat suara besar, kompleks karena menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari.

Jika belajar dari hal itu, pemilu mendatang tidak menggabungkan 5 pemilu dalam satu hari.

Kemudian untuk jumlah caleg pada daerah pemilihan. Saat ini ada 18 partai yang akan berlaga di Pemilu 2024, jika dari dapil ada 10 caleg, maka kertas suara semakin besar.

“Dapil penting untuk disederhanakan, mungkin paling banyak 6 atau 8. Bagi pemilih, dalam situasi pemilih yang belum pendidikan politik, pemahaman pemilu belum maksimal, mereka belum mencari tahu. Kalau pemilih yang baik kita harus cari tahu,” jelas Khairunnisa.

Apalagi dari pengalaman terdahulu, banyak caleg yang tidak dikenal pemilih, dan sulit didapatkan informasi tentang dirinya. Namun di era digital dan media sosial, siapapun bisa dikenal, dan didapatkan informasinya.

“Tentu medsos jadi chanel yang efektif, dia mudah, gratis dan cepat menyebarkan info. Itu jadi metode kampanye yang efektif apalagi bagi mereka yang terbatas finansial, dan di medsos bisa berinteraksi,”jelas dia.

Dikatakan, aktif di media sosial, parpol, caleg harus waspada dengan  disinformasi, atau hoaks. “Sekarang bagaimana pemilih publik, paparan informasi, bagaimana penyelenggaraan pemilu dan caleg bisa info yang resmi bisa sampai ke pemilih,“ tandas Khairunnisa.

Lalu untuk politik uang, baik sistem proporsional terbuka maupun tertutup rentan dengan hal ini. Bedanya, dalam sistem proporsional terbuka, uang bisa beredar pemilih dan kandidat. Sementara pada sistem proporsional tertutup, bisa berupa suap untuk menentukan nomor urut partai. (duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait