Jakarta, Sumselupdate.com – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengambil langkah besar. Mahkamah internasional itu memulai penyelidikan resmi terhadap dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Langkah ini dikecam oleh Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai ‘esensi anti-Semitisme’.
Seperti dilansir AFP, Rabu (4/3/2021), otoritas Palestina menyambut baik keputusan ketua jaksa ICC, Fatou Bensouda, sebagai penyelidikan yang ‘mendesak dan diperlukan’ terhadap situasi di Jalur Gaza yang diblokade, juga Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sejak Juni 2014.
Langkah itu melibatkan ICC yang bermarkas di Den Haag, Belanda ini lebih dalam ke salah satu konflik paling sengit di dunia dan berisiko mengobarkan kembali situasi yang sudah tegang. ICC sendiri kerap mendapat kecaman dari Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS).
Dalam tanggapannya, otoritas AS menyatakan pihaknya ‘kecewa’ dengan langkah ICC. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan AS akan ‘dengan tegas menentang’ langkah tersebut.
Bensouda dalam penegasannya, menyatakan dirinya telah memutuskan bahwa ada ‘kasus potensial yang dapat diterima’ oleh kedua belah pihak, dengan penyelidikan fokus pada konflik Gaza tahun 2014 yang menewaskan lebih dari 2 ribu orang.
“Pada akhirnya, perhatian utama kita harus kepada korban kejahatan, baik Palestina maupun Israel, yang timbul dari siklus panjang tindak kekerasan dan ketidakamanan yang memicu penderitaan dan keputusasaan mendalam pada semua pihak,” cetus Bensouda.
Lebih lanjut, Bensouda menyatakan bahwa penyelidikan formal dilakukan setelah penyelidikan awal selama lima tahun ‘secara saksama’, dan menjanjikan penyelidikan akan dilakukan ‘secara independen, tidak memihak dan objektif, tanpa rasa takut atau bantuan’.
Israel menolak untuk bergabung ICC yang dibentuk tahun 2002 untuk mengadili tindak kejahatan terburuk di dunia. Namun Palestina menjadi ‘state party‘ dalam ICC sejak tahun 2015. Bulan lalu, hakim ICC membuka jalan untuk penyelidikan kejahatan perang ini saat memutuskan ICC memiliki yurisdiksi atas situasi tersebut karena Palestina kini menjadi anggotanya.
Penyelidikan ini akan fokus pada Operation Protective Edge, operasi militer yang diluncurkan Israel pada musim panas tahun 2014 dengan tujuan menghentikan serangan roket ke wilayahnya oleh militan Hamas. Sekitar 2.250 warga Palestina tewas, yang sebagian besar warga sipil. Dari kubu Israel, sedikitnya 74 orang, yang sebagian besar tentara Israel, tewas.
Tahun 2019, Bensouda menyatakan ada ‘dasar beralasan’ untuk meyakini kejahatan telah dilakukan oleh anggota Angkatan Bersenjata Israel (IDF), otoritas Israel, Hamas dan kelompok bersenjata Palestina.
Militer Israel diduga ‘secara sengaja melancarkan serangan yang tidak proporsional’ dan melakukan ‘pembunuhan disengaja dan menyebabkan luka serius dengan sengaja. Sedangkan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina dituduh ‘secara sengaja mengarahkan serangan terhadap warga sipil’ dan ‘menggunakan orang-orang sebagai tameng’.
“Negara Israel sedang diserang malam ini. Pengadilan internasional yang berbasis di Den Haag mencapai keputusan yang merupakan esensi dari anti-Semitisme,” sebut Netanyahu dalam videonya yang diposting ke Twitter, menanggapi keputusan ICC. (adm3/dtc)