Koalisi Berbasis Program Lebih Solid Dibanding Berbasis Kandidat

Kamis, 8 Desember 2022

Jakarta, sumselupdate.com – Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mempunyai ikatan lebih kuat, sebab direkatkan dengan landasan program dibanding koalisi yang direkatkan dengan basis kandidat yang dinilai lebih rapuh.

“Jadi, wajar basis gampang drop-out. Basis koalisi bukan berbasiskan platform idelogi, bukan tautan programatik tapi klik koalisi soal kandidasi saja. Jadi basis koalisi ini rapuh,” tegas Pangi di Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Bacaan Lainnya

Partai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri atas Golkar, PAN, dan PPP mempunyai visi-misi koalisi yang terbingkai dalam Program Akselerasi Transformasi Ekonomi Nasional (PATEN). Program tersebut menjadi perekat antara partai anggota koalisi. KIB lebih memilih pendekatan program dibanding pendekatan sosok nama capres.

Meski demikian, Pangi menilai KIB juga bertumpu pada pendekatan yang lebih transaksional dan pragmatis, serta bisa menampung semua partai.

“Lem perekat koalisinya pendekatan transaksional dan pragmatis, lebih ke match all party,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPRC Firman Manan mengatakan, awalnya KIB merupakan koalisi yang maju dengan program sebelum menentukan Capres mereka.

“KIB di awal bicara platform sempat mengeluarkan manifes politik, program ekonomi (PATEN), tetapi memang kelihatannya ada pergeseran, terutama pasca deklarasi Anies, kekuatan politik itu kembali fokus mencari kandidat,” jelas Firman.

Partai Golkar bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN. Golkar memiliki suara terbesar dan sampai saat ini masih sepakat mengusung Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai Capres.

KIB masih membangun komunikasi tentang Capres, dan tengah menunggu kedatangan anggota baru. Firman mengatakan, dalam sebuah koalisi, partai yang memiliki suara terbesar berpeluang mengajukan Calon Presiden (Capres) mereka.

“Pada akhirnya partai yang punya suara besar berpotensi menentukan siapa menjadi Capres. Misalnya Golkar punya peluang besar,“ kata Firman, Kamis (8/12).

“Perlu dilihat apakah partai yang bergabung dengan suara signifikan atau tidak. Kalau suaranya signifikan mungkin tadi, asumsi malah menambah calon baru. Tetapi kalau suara tidak signifikan, saya pikir tidak muncul nama baru,” kata Firman yang juga Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ini.

Menurut Firman, sejak 2004 mulai muncul bentuk koalisi besar dan tampaknya masih berlangsung sampai sekarang. Bukan hanya KIB yang membuka diri, namu koalisi lain seperti Gerindra-PKB.(duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait